Friday, 25 June 2010

Pahlawan Neraka


Suatu hari satu pertempuran telah berlangsung di antara pihak Islam dengan pihak Musyrik. Kedua belah pihak berjuang dengan hebat untuk mengalahkan antara satu sama lain. Tiba saat pertempuran itu diberhentikan seketika dan keduapihak pulang ke markas masing-masing.

Di sana Nabi Muhammad S.A.W dan para sahabat telah berkumpul membincangkan tentang pertempuran yang telah berlangsung itu. Peristiwa yang baru mereka alami itu masih terbayang-bayang di ruang mata. Dalam perbincangan itu, mereka begitu kagum dengan salah seorang dari sahabat mereka iaitu, Qotzman. Semasa bertempur dengan musuh, dia kelihatan seperti seekor singa yang lapar menerkam mangsanya. Dengan keberaniannya itu, dia telah menjadi buah mulut ketika itu.

"Tidak seorang pun di antara kita yang dapat menandingi kehebatan Qotzman," kata salah seorang sahabat. Mendengar perkataan itu, Rasulullah pun menjawab, "Sebenarnya dia itu adalah golongan penduduk neraka."

Para sahabat menjadi heran mendengar jawapan Rasulullah itu. Bagaimana seorang yang telah berjuang dengan begitu gagah menegakkan Islam boleh masuk dalam neraka. Para sahabat berpandangan antara satu sama lain apabila mendengar jawapan Rasulullah itu.

Rasulullah sadar para sahabatnya tidak begitu percaya dengan ceritanya, lantas baginda berkata, "Semasa Qotzman dan Aktsam keluar ke medan perang bersama-sama, Qotzman telah mengalami luka parah akibat ditikam oleh pihak musuh. Badannya dipenuhi dengan darah. Dengan segera Qotzman meletakkan pedangnya ke atas tanah, manakala mata pedang itu pula dihadapkan ke dadanya. Lalu dia terus membenamkan mata pedang itu ke dalam dadanya."

"Dia melakukan perbuatan itu adalah karena dia tidak tahan menanggung kesakitan akibat dari luka yang dialaminya. Akhirnya dia mati bukan karena bertarung dengan musuhnya, tetapi membunuh dirinya sendiri. Melihatkan keadaannya yang parah, ramai orang menyangka dia akan masuk syurga. Tetapi dia telah menunjukkan dirinya sebagai penduduk neraka."

Menurut Rasulullah S.A.W lagi, sebelum dia mati, Qotzman mengatakan, katanya, "Demi Allah aku berperang bukan karena agama tetapi hanya sekadar menjaga kehormatan kota Madinah supaya tidak dihancurkan oleh kaum Quraisy. Aku berperang hanyalah untuk membela kehormatan kaumku. Kalau tidak karena itu, aku tidak akan berperang."

Monday, 21 June 2010

Bercermin Pada Akhlak Rasulullah


BECOME A COOL GUYS....

Masa remaja adalah masa yang cukup penting untuk pembentukan karakter permanen. Masa ini merupakan masa peralihan antara usia anak-anak menuju usia dewasa, masa inilah yang paling berperan bagaimana kita mejadi manusia dewasa, dengan pandangan hidup dan karakter sedemikian rupa, sehingga nilai itu akan menjadi ke-khas-an atau menjadi indetitas yang akan dimiliki.

Dalam ilmu psikologi masa remaja disebut masa "topan dan badai", maksudnya adalah, disini para remaja akan merasakan suasana hidup yang cukup membingungkan, seperti menghadapi topan dan badai. Di masa penyesuaian ini dibutuhkan panutan atau idola yang akan menjadi dasar ataupun contoh bagi pembentukan karakter yang nantinya menjadi indetitas mereka.

Masa remaja terutama remaja awal memiliki pola pikir yang sederhana, cenderung memilih hal yang menurutnya mudah dilakukan. Hal yang sering dilakukan, bila mereka tidak punya dasar yang cukup kuat (diantaranya pendidikan orang tua) mereka cenderung tidak memperdulikan apakah sikap yang dilakukan baik atau buruk, yang terpenting bagi mereka adalah mereka bisa masuk dan merasakan apa yang ingin mereka capai (bagaimana rasanya bila mereka ada dalam dunia yang selama ini membuat mereka penasaran.

Dengan segala perasaan yang mereka rasakan dan cara pandang baru yang mereka miliki, para remaja akan merasa berbeda (atau bahkan hebat). Disaat seperti ini remaja biasanya lebih merasa nyaman bila berinteraksi dengan orang yang seumur, dengan asumsi merasa senasib, merasa lebih mengerti ataupun lebih dapat diharapkan untk membantu apa yang diinginkan. Inilah latar belakang mengapa anak remaja senang berkelompok atau membuat suatu "genk". Dalam "genk" itu biasanya mereka membuat suatu kesepakatan sebagai tanda kesolidan antar mereka, jika diantara mereka ada yang tidak mematuhi peraturan yang dibuat, biasanya akan ditinggalkan. Hal inilah yang juga menyebabkan seorang remaja melakukan suatu kesalahan yang disebabkan pengaruh teman-temannya, mereka lebih memilih ikut ajakan teman ketimbang tidak memiliki teman. yang berbahaya adalah bila kesepakatan itu bernilai negatif.

Latar belakang keluarga atau peranan pendidikan yang diberikan orang tua mereka bisa menjadi bekal bagi mereka untuk tidak mengikuti arus atau menghindari mengikuti ajakan temannya yang seharusnya tidak boleh dilakukan, bagi remaja yang berlatar belakang pendidikan keluarganya baik, mereka akan memiliki suatu pegangan ataupun bisa dikenal sebagai "berprinsip". Disinilah peran orang dewasa khususnya orang tua cukup berpengaruh dalam membantu mengarahkan ke tempat yang semestinya (mendidik).

Peran orang dewasa dalam membentuk karakter anak diantaranya mengenalkan seperti apa contoh panutan yang baik. Seperti yang kita semua ketahui manusia yang paling sempurna karakter dan kepribadiannya adalah Rosulullah SAW, beliaulah yang diutus Allah untuk menyempurnakan akhlak bagi sekalian manusia. Dari mulai hal yang terkecil hingga hal-hal besar sekalipun, kita dapat melihat contoh akhlak baik yang ada dalam diri beliau. Disini artinya kita akan mengenalkan dan mengarahkan adik (sebagai remaja) untuk menjadikan sosok Rosul adalah yang perlu diteladani dan dijadikan panutan.


Hi... this is me!

Bagaimana membantu remaja untuk membentuk karakternya?
Diantaranya adalah:
- Mengenalkan tokoh yang tepat untuk menjadi panutan mereka (Rosul, para sahabat Rosul, dsb).
- Mengenalkan akhlak yang baik beserta efek terbaik yang akan mereka terima bila melakukannya (agar mereka mau melakukannya) juga yang akhlak yang buruk beserta efek terburuk yang akan mereka terima jika mereka berada didalamnya (agar mereka mau menghindar).
- Menjadi teman yang asyik yang mau mengerti keadaan mereka, sehingga mereka tidak canggung berinteraksi dengan kita dan mau menceritakan masalah yang sedang dialami. Ini membuat kita tahu keadaan mereka dan akan lebih bias mengontrol mereka dengan tepat.
- Membiasakan atau membawa mereka ke lingkungan yang kondusif yang sarat akan nilai agama.

Saat harus pacaran

Kenapa kata ini popular dikalangan mereka? Diantaranya rasa ingin coba-coba, kebutuhan akan "teman" yang senasib atau mau mengerti mereka, ingin selalu diistimewakan dan diperhatikan. ingin lebih diposisikan sebagai orang yang berbeda, orang hebat, orang yang keren, dsb.

Suatu saat saya sempat bingung ketika menghadapi pertanyaan seorang adik yang baru saja jadian dengan teman yang disukainya, akhirnya dengan keterbatasan ilmu yang dimiliki saya menjawab:
"cinta itu fitrah, bahkan dianjurkan oleh Allah SWT, karena begitu agungnya karunia Allah SWT yang satu ini, maka Allah batasi dengan kasih sayangnya (ayat-ayatnya) selanjutnya terserah adik, memangnya adik ingin fitrah itu tetap terjaga keagungannya atau memilih tidak?" saat itu merasa jawaban saya masih yang kaku bagi seorang adik (karena benar-benar belum berpengalaman dan ilmu sayapun mencukupi). Saya berfikir ketika mereka menanyakan itu bisa jadi sebenarnya belum tentu mereka bermaksud mencari makna atau pengertian hukumnya, tetapi justru mencari jawaban yang mendukung tindakan mereka (agar dibolehkan berpacaran). Saya ingin menghindari kesan bahwa hukum Islam iti otoriter, dan berfikir bagaimana memberikan suatu pengertian yang membuat mereka nyaman sehingga mereka mereka merasakan indahnya hukum islam. "tapi ka, saya suka banget ma dia, boleh kali diterima aja, toh kita ga ngapa-ngapain." Nah, ini pertanyaan klasik yang sering kita hadapi, (bukan berarti pengalaman lho...) saya berfikir semua orang akan merasa terguncang bila merasakan falling in love. Begitu juga walaupun dirinya seorang da'i, tapi tentu tidak masalah bila jatuhnya pada Allah SWT (itu bedanya, hehe...), karena itu seharusnya yang terjadi. Ketika saya coba bertawakal dengan jawaban saya tersebut, tiba-tiba terlintas pikiran betapa sayangnya mereka jika mereka mengambil jalan menghalalkan, dan naudzubillah bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Padahal timbulnya pertanyaan mereka bisa dikatakan sebagai bibit iman dalam hati mereka. Akhirnya saya bingung bagaimana agar bisa menjawab agar jawabannya tegas, tepat, adil, dan bijaksana, dan membuat mereka merasa nyaman juga termotivasi untuk mendalami Islam.

Masalah ini cukup sensitif, saya sempat berfikir takut sembarangan atau salah dalam membahasnya, sehingga kesan yang ditangkap adik tidak sesuai harapan. Bersyukur kemudian seorang sahabat mengemukakan pendapatnya tentang masalah ini. Prinsipnya adalah buat obrolan jadi sederhana, selanjutnya ajak adik bermain di wilayah logika sederhana. Misalnya tanyakan jika dia jadian kira-kira manfaat dan ruginya apa yang bakal didapat. Jika dia bilang ga bakal ngapa-ngapain, tanyakan kira-kira apa yang akan lakukan supaya pacaran jadi bermakna (?). Atau pertanyaan yang senada, intinya jadikan adik sebagai subyek untuk menggali pola pikir dan kesadarannya tentang pacaran. Dari sana bisa kita arahkan diskusi setelah dia mengutarakan opininya. Sehingga diharapkan ia dapat menyimpulkan sendiri bahwa pacaran tidak ada gunanya dan cenderung merusak. Setelah itu, baru masuk dari sisi agama, bahwa Allah SWT tidak mau hamba-Nya bergelimang dalam kesia-siaan. Karena itulah Islam memberi solusi yang mulia, yaitu nikah.

Jaga jilbabmu, dan Allah 'kan menjagamu.

Jilbab adalah indetitas muslimah shalihah, tetapi lebih dari itu Allah akan menjaga keamanannya.
"teh, gimana sebenarnya hukum berjilbab itu?". Awal mendengar pertanyaan itu, serasa hati ditetesi embun yang sejuk. Wah, subhanallah... jika adik kita bertanya seperti itu artinya sebuah cahaya mulai menyala dalam dirinya. Agar tidak padam mungkin kita bisa masuk ke penerapan Al-Quran (surat An-Nur 30-31, Al-Ahzab: 33 dan 59) tanpa kaku tentunya. Tapi bagaimana cara memberi tahu adik yang belum berfikir kearah sana? Sedih juga ya... tapi jangan putus asa, tentu jalannya adalah kita terus tambah ilmu kita sambil terus berusaha memasuki dunianya. Bisa diawali dengan mencoba menarik perhatiannya mulai dari yang sederhana (mengikuti pola pikirnya). Misalnya mengatakan betapa santun dan manisnya bila dia memakai jilbab. Atau mengaitkan fenomena (misalnya tentang pelecehan wanita) diantaranya disebabkan karena auratnya yang terbuka, dll. Selain itu juga kita bisa menjelaskan dampak baik dan buruknya dari berjilbab, bagaimana Allah melimpahkan rahmat dan hikmahnya bagi wanita yang berjilbab. Selanjutnya bisa masukkan hukum Islam (seperti tahapan penerapan hukum dari pacaran). Jangan lupa untuk bercerita misalnya tentang kegigihan orang yang mempertahankan jilbabnya didalam dan luar negri karena taatnya atas perintah Allah SWT.

Dan kaupun makin mempesona (dimata Allah SWT)

"hai anak adam (manusia) sesungguhnya kami telah menurunkan pakaian untuk menutupi auratmu dari pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian inilah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Agar mereka selalu ingat." (QS. Al-A'raf:26)
"ada dua golongan dari ahli neraka yang belum aku lihat sebelumnya. Pertama (orang) yang di tangan mereka ada cambuk seperti ekor sapi yang digunakan untuk memukul. Kedua, wanita yang berpakaian tetapi seperti telanjang (berpakaian tembus pandang) yang menggoncangkan hati yang melihatnya. Kepala (rambut) mereka seperti punuk unta. Mereka tidak akan masuk surga, bahkan tidak akan memperoleh baunya karena jarak mereka dengan surga terlalu jauh." (HR. muslim dari Abu Hurairoh)

Bukanlah Cinta...ataukan Cinta...


Telapak tangan anda berkeringat, hati anda deg-degan, suara anda nyangkut di dalam tenggorokan anda? Hal itu bukanlah cinta, tapi suka ...

Apakah tangan anda tidak dapat berhenti memegang dan menyentuhnya? Hal itu bukanlah cinta, tapi birahi ...

Apakah anda bangga dan selalu ingin memamerkannya kepada semua orang? Hal itu bukanlah cinta, tapi anda sedang mujur...

Apakah anda menginginkannya karena anda tahu dia akan selalu di samping anda? Hal itu bukanlah cinta, tapi kesepian ...

Apakah anda masih bersama dia karena semua orang menginginkannya?
Hal itu bukanlah cinta, tapi kesetiaan ...

Apakah anda menerima pernyataan cintanya karena anda tidak mau menyakiti hatinya?
Hal itu bukanlah cinta, tapi rasa kasihan ...

Apakah anda bersedia untuk memberikan semua yang anda suka untuk dia?
Hal itu bukanlah cinta, tapi kemurahan hati ...

Apakah anda cemburu bila dia bicara dengan lelaki/wanita lain?
Hal itu bukanlah cinta, tapi takut kehilangan ...

Apakah anda mengatakan padanya bahwa dia adalah satu satunya hal yang anda pikirkan?
GOMBAL (bullshit) ...

Apakah anda masih bersamanya karena campuran dari rasa nyeri dan kegembiraan yang tidak dapat digambarkan kata-kata?
Itulah cinta ...

Apakah anda masih menerima kesalahannya karena hal itu adalah bagian dari kepribadiannya?
Itulah cinta ...

Apakah anda tertarik pada orang lain, tapi masih bersamanya dengan setia?
Itulah cinta ...

Apakah anda rela memberikan hati anda, kehidupan anda, dan kematian anda?
Itulah cinta ...

Apakah hati anda tercabik bila dia sedang sedih?
Itulah cinta ...

Apakah anda menangis untuk kepedihannya biarpun dia cukup tegar?
Itulah cinta ...

Apakah anda ikut terluka bila dia sedang sakit?
Itulah cinta ...

Apakah anda selalu ingin menyentuhnya, memeluknya karena anda sayang kepadanya?
Itulah cinta ...

Apakah matanya melihat hati anda yang sesungguhnya dan menyentuh jiwa anda secara dalam sekali sampai terasa nyeri?
Itulah cinta ...

Cinta memang merupakan sesuatu yg ABSURD and Unexplain, tapi yg terpenting mencintailah karena itu adalah sesuatu yang dianugerahi oleh Allah. Terimalah pasangan anda dgn segala kekurangan dan kelebihannya. Cinta itu harus saling memberi dan menerima dgn segala keikhlasan hati

Friday, 18 June 2010

Mengukur Sebuah Cinta


Dalam Kitab Hayatus Shahabah, halaman 524-525 diriwayatkan kisah berikut:

Menjelang perang uhud, Abdullah bin Jahsy mengajak sahabatnya, Sa'd bin Abi Waqqash untuk berdo'a. Ajakan itu disetujui oleh Sa'd. Keduanya mulai berdo'a. Sa'd berdo'a terlebih dahulu: "Tuhanku, jika nanti aku berjumpa dengan musuhku, berilah aku musuh yang sangat perkasa. Aku berusaha membunuh dia dan dia pun berusaha membunuhku. Engkau berikan kemenangan kepadaku sehingga aku berhasil membunuhnya dan kemudian mengambil miliknya (sebagai rampasan perang)."

Abdullah mengaminkannya. Tiba giliran Abdullah berdo'a: Tuhanku, berilah aku musuh yang gagah perkasa. Aku berusaha membunuhnya, dan ia berusaha membunuhku. Kemudian ia memotong hidung dan telingaku. Kalau nanti aku bertemu dengan-Mu. Engkau akan bertanya, 'man jada'a anfaka wa udzunaka?' (Siapa yang telah memotong hidung dan telingamu?). Aku akan menjawab bahwa keduanya terpotong ketika aku berjuang di jalan-Mu dan jalan Rasulullah (fika wa fi rasulika). Dan Engkau, ya Allah akan berkata, "kamu benar!"(shadaqta).

Sa'd mengaminkan do'a Abdullah tersebut. Keduanya berangkat ke medan Uhud dan do'a keduanya dikabulkan oleh Allah.

Sa'd bercerita kepada anaknya, "Duhai anakku, do'a Abdullah lebih baik daripada do'aku. Di senja hari aku lihat hidung dan telinganya tergantung pada seutas tali."

Kisah ini telah melukiskan sebuah cara untuk mengukur cinta kita pada Allah. Sementara banyak orang yang berdo'a agar mendapat ini dan itu, seorang pencinta sejati akan berdo'a agar dapat bertemu dengan kekasihnya sambil membawa sesuatu yang bisa dibanggakan.

Ketika di padang mahsyar nanti Allah bertanya pada anda: "Dari mana kau peroleh hartamu di dunia?" Anda akan menjawab, "harta itu kuperoleh dengan kolusi dan korupsi, dengan memalsu kuitansi, dengan mendapat cipratan komisi."

Allah bertanya lagi, "apa saja yang telah engkau lakukan di dunia?"

"Kuhiasi hidupku dengan dosa dan nista, tak henti-hentinya kucintai indah dan gemerlapnya dunia hingga aku dipanggil menghadap-Mu." Allah dengan murka akan menjawab, "kamu benar!"

Bandingkan dengan seorang hamba lain yang ketika di padang mahsyar berkata pada Allah: "Telah kutahan lapar dan dahaga di dunia, telah kubasahi bibirku dengan dzikir, dan telah kucurahkan waktu dan tenagaku untuk keagungan nama-Mu, telah kuhiasi malamku dengan ayat suci-Mu dan telah kuletakkan dahiku di tikar sembahyang bersujud di kaki kebesaran-Mu."

Dan Allah akan menjawab, "kamu benar!"

Duhai.... adakah kebahagian yang lebih dari itu; ketika seorang hamba menceritakan amal-nya dan Allah akan membenarkannya.

Maukah kita pulang nanti ke kampung akherat dengan membawa amal yang bisa kita banggakan? Maukah kita temui "kekasih" kita sambil membawa amalan yang akan menyenangkan-Nya?

Wednesday, 16 June 2010

Tarbiyah Dzatiyah


Tarbiyah Dzatiyah adalah sejumlah sarana tarbiyah (pembinaan) yang diberikan orang Muslim/Muslimah kepada dirinya, untuk membentuk kepribadian Islami yang sempurna di seluruh sisinya ; ilmiah, iman, akhlak, sosial, dan lain sebagainya, dan naik tinggi ke tingkatan kesempurnaan sebagai manusia.

Atau dengan kata lain, Tarbiyah Dzatiyah berbeda dengan Tarbiyah Jama?iyah (kolektif) atau forum - forum umum yang dikerjakan seseorang, atau ia geluti bersama orang lain, atau ia ter-tarbiyah (terbina) didalamnya bersama mereka, seperti misalnya masjid, keluarga, sekolah, media informasi, persahabatan, rihlah (rekreasi), kunjungan, acara - acara, dan program - program lainnya.

Kemampuan tarbiyah dzatiyah menjadikan dai mampu bertahan dalam berbagai ujian dan cobaan dakwah. Ia tidak futur (malas dan lesu), tidak kendur semangat dakwahnya, pemikirannya tidak jumud dan tidak akan bimbang dan ragu menjawab berbagai tuduhan miring serta yang sangat diharapkan dari efek tarbiyah dzatiyah adalah seorang dai mampu menyelesaikan persoalan yang menghadangnya.

Dengan sikap itu aktivis dakwah tidak sangat bergantung pada bayanat pusat atau qararat qiyadah. Melainkan ia mampu mengembangkan dakwah sebagaimana mestinya. Dan dapat mengambil keputusan yang tepat.

Begitulah kepribadian aktivis dakwah yang mumpuni dalam mengemban amanah mulia. Mereka dapat menunaikan tugas tersebut dengan sebaik-baiknya. Lantaran tarbiyah dzatiyah yang ada pada diri mereka. Malah banyak tugas-tugas lain dapat diselesaikan dengan nilai cumlaude. Sebaliknya aktivis dakwah yang tidak mampu meningkatkan integritas dirinya cenderung linglung. Bahkan mungkin akan menimbulkan kegaduhan dalam kerja dakwah. Sebagaimana ungkapan pujangga lama ‘Al-‘askarul ladzi tasuduhul bithalah yujidul musyaghabati, aktivis yang tidak punya kemampuan untuk berbuat sesuatu sangat potensial membuat kegaduhan dalam kerja dakwah’.

Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah Al-Mutaharikah (Kepribadian Aktivis Islam)

Tidak dipungkiri bahwa Tarbiyah Dzatiyah menjadi kepribadian aktivis Islam. Bahkan Rasulullah saw. menilai hal ini sebagai prasyarat untuk para duta Islam dalam mengembangkan dakwah. Karenanya hal ini menjadi point dalam fit and profer-test bagi mereka yang akan menjalani tugasnya. Sehingga seseorang yang diutus ke suatu tempat, Nabi saw. mempertimbangkan kemampuannya dalam pengembangan integritas dirinya.

Kapabilitas yang semacam itu diharapkan mampu menyelesaikan setiap permasalahan yang selalu muncul di lapangan dakwah. Sehingga ia tidak selalu menyerahkan masalah itu pada qiyadah dakwah ataupun aktivis lainnya. Dengan kemampuan itu aktivis dakwah tidak gamang dalam menyikapi berbagai urusan yang terkait dengan tanggung jawabnya. Karena tanpa sikap itu persoalan dakwah akan bertambah pelik dan menambah beban qiyadah. Telah sering kita dengar qiyadah dakwah mengarahkan agar aktivis tidak selalu mengandalkan jawaban dari pusat atau menunggu bayanatnya. Melainkan mereka perlu menyikapi dengan cepat apa yang mesti diambil sikapnya untuk menuntaskan suatu permasalahan.

Meski demikian kita pun perlu melihat koridornya agar tidak terjebak dalam membebaskan diri untuk selalu bersikap di luar kendali qiyadah. Karena ini pun akan menimbulkan kekisruhan dalam struktural kendali dakwah. Karena itu perlu menempatkan secara imbang terhadap permasalahan ini. Peningkatan integritas diri dan mematuhi rambu-rambu qiyadah. Yang lebih berbahaya lagi bagi aktivis dakwah adalah bila tidak memiliki keduanya. Syaikh Hamid ‘Asykariyah menegaskan, “mereka yang sudah tidak punyai kebaikan (peningkatan integritas diri dan mematuhi rambu-rambu qiyadah), mereka telah kehilangan kesadaran terhadap kemuliaan dakwah dan kepunahan perilaku taat pada qiyadah. Siapa yang telah kehilangan dua hal ini, maka mereka tidak ada gunanya tetap berada dalam barisan dakwah bersama kita.”

Ada’u Mutathallibatil Manhaj (Menyelesaikan Tuntutan Manhaj)

Manhaj dakwah memberikan ruang yang banyak untuk sarana tarbiyah agar dapat merealisasikannya seoptimal mungkin. Baik melalui liqaat tarbawiyah, daurah, seminar, mukhayyam ataupun tarbiyah dzatiyah. Untuk mengaplikasikan manhaj dakwah yang begitu banyak dan padat tidaklah memadai dengan sarana tarbiyah regular. Karena keterbatasan alokasi waktu maupun keterbatasan Murabbi dalam menyelesaikan tuntutan manhaj. Maka tarbiyah dzatiyah menjadi sarana untuk menyelaraskan tuntutan manhaj tersebut.

Oleh karena itu perlu dipahami dengan benar pada setiap aktivis dakwah agar dapat melakukan tarbiyah dzatiyah dalam dirinya. Hal ini akan sangat membantu mengaplikasikan nilai-nilai tarbawiyah secara maksimal. Dan dapat mencapai arahan manhaj yang menjadi acuan dakwah untuk mewujudkan dai yang siap meringankan perjalanan dakwah ini. Bila masing-masing aktivis sibuk untuk merealisasikan manhaj dalam dirinya sebagaimana tuntutan manhaj maka semua aktivis akan aktif dengan berbagai program dan kegiatannya.

Tarqiyatu Ath-Thaqah Adz-Dzatiyah (Peningkatan Potensi Diri)

Peran serta aktivis terhadap dakwah sangatlah dimarakkan agar mereka dapat memberikan kontribusinya dan menjadi bagian dari dakwah. Dai yang dapat melakukan hal ini adalah mereka yang memahami betul potensi dirinya. Potensi yang dapat bermanfaat bagi perjalanan dakwah.

Menajamkan potensi diri menjadi aktivitas rutin. Seyogianya semakin hari semakin tajam potensi yang dimilikinya. Grafik potensinya selalu naik seiring perjalanan waktu. Sebagaimana yang dialami para pendahulu dakwah. Mereka senantiasa berada dalam kondisi puncak setiap bergulirnya waktu. Imam Ibrahim Al-Harby selalu mengomentari sahabat-sahabatnya dengan ungkapan istimewa. Katanya, “Aku sudah bergaul dengan fulan bin fulan beberapa waktu, siang dan malam. Dan tidak aku jumpai pada dirinya kecuali ia lebih baik dari kemarin.”

Layaknya aktivis dakwah dapat mengembangkan diri agar potensi yang dimilikinya betul-betul dapat didayagunakan seoptimal mungkin. Sehingga mereka bisa berada di garis terdepan. Bahkan sepatutnya dalam kondisi lebih baik dari hari-harinya yang telah lewat. Kondisi yang prima dan selalu lebih baik dari kemarin akan membuatnya istijabah fauriyah (dapat memenuhi panggilan dakwah dengan cepat) yang semakin kompleks tuntutannya. Dengan potensi yang demikian, aktivis dakwah dapat menempati lini yang beragam dalam tugas mulia ini. Karenanya tarbiyah dzatiyah adalah upaya untuk meningkatkan dan menajamkan seluruh potensi aktivis dakwah yang beragam.

Adapun aspek-aspek yang perlu ditingkatkan aktivis dakwah dalam tarbiyah dzatiyah terhadap dirinya meliputi:

1. Ar-Ruhiyah (Spiritual)
Sudah menjadi kebiasaan bagi para dai untuk dapat meningkatkan ketahanan ruhiyahnya. Sehingga ia tidak lemah dalam mengemban tugas mulia. Ruhiyah yang kokoh menjadi variable yang sangat menentukan. Bila perlu setiap aktivis memiliki program personal dalam menjaga ketahanan ruhiyah. Seperti merutinkan diri untuk shalat berjamaah di masjid, shaum sunnah, qiyamullail, sedekah, ziarah kubur ataupun aktivitas lainnya yang berdampak pada kesehatan ruhaninya.

Dengan upaya itu insya Allah maknawiyah dai tidak ringkih dan kendur. Kondisi maknawiyah yang rapuh akan berdampak negatif bagi dirinya dalam menjalankan tugas dakwah. Disamping itu, tampaknya para aktivis perlu mencermati naik turunnya ruhaniyah diri mereka sendiri. Bahkan sedapat mungkin mempunyai patokan yang terukur agar dapat dievaluasi dengan seksama baik melalui orang terdekat (murabbi, pasangan, teman) ataupun cukup diri sendiri.

Ambillah pelajaran dari sikap para sahabat dalam mentarbiyah ruhiyah mereka masing-masing. Ada yang selalu menjaga keadaan diri agar selalu dalam keadaan berwudlu’. Ada pula yang senantiasa mengunjungi orang yang sedang mengalami cobaan hidup. Ada juga yang berziarah ke makam, dan upaya lainnya. Camkanlah nasihat Umar ibnul Khathtab, “Hitung-hitunglah dirimu sebelum kamu dihisab Allah swt. di hari Perhitungan (akhirat).”

2. Al-Fikriyah (Pemikiran)
Pada dasarnya pemikiran manusia senantiasa menuntut konsumsinya agar tidak mengalami kejumudan berpikir. Untuk memenuhi tuntutan tersebut tidaklah cukup mengandalkan muatan pemikiran dari majelis liqaat tarbiyah semata. Akan tetapi dapat mencari berbagai sumber penggalian berpikir. Bisa melalui penelaahan kitab, menghadiri acara kajian ilmiah ataupun kegiatan peningkatan wawasan lainnya.

Telah banyak paparan nash dari Al-Qur’an ataupun Hadits yang menyuruh untuk memberdayakan kemampuan berpikir dengan melakukan pengamatan dan pengkajian. Sehingga pemikiran dai senantiasa dalam pencerahan bahkan ia selalu dapat mencari solusi yang pas. Bila demikian halnya pemikiran aktivis senantiasa berkembang dan menjadi pintu gerbang kemajuan intelektual. Maka, adalah wajib bagi aktivis dakwah untuk membaca buku beberapa jam dalam setiap hari serta memiliki perpustakaan pribadi di rumahnya sekalipun kecil.

3. Al-Maliyah (Material)
Dakwah juga dipengaruhi oleh kekuatan material. Tidak terkecuali para pengembannya. Karena itu setiap aktivis harus memiliki kemampuan interpreneurshipnya agar tidak menjadi beban orang lain. Ini harus menjadi muwashafat dai. Dai harus memiliki kemampuan mencari penghidupan bagi dirinya (qadirun alal kasabi).

Para sahabat yang diridhai Allah swt. telah memberikan pelajaran pada kita semua bahwa mereka tidak menjadi beban bagi saudara. Kaum Muhajirin yang datang ke Madinah tidak membawa apa-apa, namun mereka tidak mengandalkan bantuan kaum Anshar. Kaum Muhajirin mampu mengembangkan potensi maaliyah dirinya. Mereka pun akhirnya dapat hidup sebagaimana layaknya malah ada yang lebih baik dari kehidupannya di Mekkah.

4. Al-Maidaniyah (Penguasaan Lapangan)
Penguasaan lapangan juga hal sangat penting bagi perkembangan dakwah ini. Seorang aktivis mesti memahami medan yang dihadapinya dengan cepat. Penguasaan lapangan yang cepat dan tangkap dapat memperoleh taktik dan strategi yang tepat untuk dakwah ini. Pengenalannya yang bagus dapat menentukan strategi apa yang cocok dan pas bagi wilayah tersebut. Maka ketika para sahabat berada di tempat yang baru mereka mulai belajar untuk mengenal medan dan lingkungannya. Sehingga perjalanan dakwah mereka berkembang dengan pesat. Seperti dakwah di Madinah oleh Mush’ab bin Umair dan sahabat lainnya.

Dari sinilah setiap aktivis perlu mengenal dengan betul wilayahnya. Sehingga dapat terdeteksi dengan cepat mana yang menjadi peluang dakwah dan mana pula yang menjadi hambatannya. Sehingga ia dapat mensikapinya dari keadaan tersebut. Bila menemui sumbatan ia cepat mengantisipasinya.

5. Al-Harakiyah (Gerakan Dakwah)
Penguasaan harakiyah pun menjadi aspek tarbiyah dzatiyah yang perlu diperhatikan sehingga aktivis dakwah bisa mengikuti lajunya gerakan dakwah. Ini bisa terjadi apabila seorang aktivis dapat menyelami geliat dakwah dan pergerakannya. Pemahaman terhadap gerakan dakwah yang tepat melahirkan sikap dai yang mengerti benar tentang sikap apa yang harus dilakukan untuk kepentingan dakwah.

Sebagaimana yang dilakukan Hudzaifah Ibnul Yaman ketika masuk ke tengah barisan musuh. Saat kondisi malam yang gelap dan mencekam seperti itu, Abu Sufyan sangat khawatir pasukannya diinfiltrasi. Sehingga ia mengumumkan agar seluruh prajurit harus mengenal siapa yang ada di kiri kanannya. Setelah selesai memberikan komando itu Hudzaifah lantas memegang tangan orang yang ada di sisi kanan dan kirinya sambil menanyakan siapa engkau. Tentu saja mereka menjawab saya fulan bin fulan. Dengan kesigapannya Huzaifah tidak ditanya orang.

Sasaran yang hendak dicapai dari tarbiyah dzatiyah bagi seorang aktivis dan perkembangan dakwah adalah sebagai berikut:

Al-Munawaratul Al-Harakiyah (Gerak Manuver Dakwah)
Sasaran tarbiyah dzatiyah ini adalah untuk dapat mengembangkan gerak manuver dakwah ke berbagai wilayah dan pelosok. Sehingga banyak wilayah dan manusia lain yang mendapatkan sentuhan dari dakwah dan dainya. Wilayah dakwah semakin hari semakin meluas dan aktivis dakwahnya semakin hari semakin bertambah tentu juga peningkatan mutu kualitasnya. Dalam kajian Fiqhus Sirah, Syaikh Munir Muhammad Ghadhban diungkapkan bahwa Rasulullah saw. setiap tahun selalu mendapatkan informasi mengenai bertambahnya suku, kabilah atau orang yang tersentuh dakwah Islam dan menjadi pengikutnya yang setia. Ini tentu sangat terkait dengan para penyebar dakwahnya. Mereka adalah manusia-manusia yang selalu dalam kondisi meningkat iman dan taqwanya serta meningkat dalam merespon perintah dari Allah dan Rasul-Nya. Dengan kata lain bahwa tarbiyah dzatiyahnya sudah sangat mapan.

Al-Matanah An-Nafsiyah Ad-Dakhiliyah (Soliditas Personal)
Tarbiyah dzatiyah juga untuk meningkatkan daya tahan dai. Aktivis yang tidak lemah mentalnya, tidak jumud pikirannya, tidak menjadi beban material aktivis lainnya, tidak bingung dengan sekitarnya dan tidak pula linglung atau ketinggalan jauh dari lajunya dakwah ini. Aktivis yang tidak menjadi beban bagi dakwah atau membuat bertambahnya beban pemikiran para qiyadah.

Dengan begitu akan muncul aktivis yang tangguh dalam menunaikan amanah dakwah. Aktivis yang prima staminanya dalam menjalankan tugas. Sehingga perjalanan ini semakin lancar dan mulus untuk meniti jalan kemenangan dakwah. Bila hal ini tercapai dakwah tidak disibukkan dengan urusan internal dan konfliknya. Sebaliknya para aktivis akan sibuk dengan manuver dakwahnya.

Upaya Memulai Tarbiyah Dzatiyah Bagi Aktivis
Untuk dapat menjalankan program tarbiyah dzatiyah hendaknya perlu mempertimbangkan kiat berikut:

Pertama, buatlah fokus sasaran tarbiyah dzatiyah yang akan dilaksanakan oleh masing-masing individu. Misalnya, aspek ruhiyah seperti apa yang diinginkan dengan gambaran dan ukuran yang jelas seperti shalat lima waktu berjamaah di masjid, selalu membaca 1 juz Al-Qur’an dalam setiap hari. Demikian pula aspek fikriyah ataupun aspek yang lainnya. Sehingga semakin teranglah fokus yang hendak dicapai.

Kedua, setelah menentukan fokusnya maka mulailah memperhatikan sisi prioritas amal yang hendak dilakukan. Aspek mana saja yang akan dilakukan dengan segera. Hal ini tentu melihat pertimbangan kebutuhan saat ini. Misalnya aspek ruhiyah yang diprioritaskan, maka buatlah program yang jelas untuk segera dikerjakan.

Ketiga, sesudah itu mulailah melaksanakan dari hal yang ringan dan mudah dari program yang telah ditetapkan agar dapat dilakukan secara berkesinambungan.

Keempat, agar dapat menjadi program kegiatan yang jelas, tekadkan untuk memulainya dari saat ini dan berdoalah pada Allah swt. agar dimudahkan dalam menjalankan ikrarnya.

Kelima, untuk dapat bertahan terus melakukannya, upayakan untuk memberikan sanksi bila melanggar ketentuan yang telah diikrarkan.

Saturday, 12 June 2010

Tingginya Biaya-Biaya Orang Beriman


Allah membeli mereka oang-orang yang beriman dengan harga yang lebih tinggi. Karena, harga untuk menjadi orang yang beriman itu pun, mahal dan memerlukan perjuangan yang berat sekali. Untuk mendapatkan emas yang murni saja, maka emas itu harus dibakar dengan panas yang tinggi. Untuk mendapatkan baja maka harus dilebur dulu dalam bara api yang sangat panas. Begitupun dengan keimanan. Allah berfirman bahwa,

â€Å“Apakah manusia menyangka akan dibiarkan berkata kami beriman, padahal mereka belum diuji. Sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelummu.(QS. Al-Ankabut: 2)

Dan ini menandakan bahwa nilai sebuah keimanan itu mahal sekali harganya. Sehingga Allah tidak membiarkan orang mengaku beriman begitu saja. Keimanan bukan hanya pengakuan lisan yang biasa berbohong, oleh karena itu, perlu diuji dengan ujian-ujian yang bisa jadi memerlukan pengorbanan kita, baik harta maupun jiwa itu sendiri.

Dialah Abu Bakar Ash-Shiddiq ra., yang berani berkorban dengan harta dan jiwanya. Maka ketika Rasulullah memerlukan dana untuk perjuangan membela Agama Allah, dengan spontan Abu Bakar menginfaqkan semua hartanya untuk dipakai dalam perjuangan di jalan Allah, dan dia juga dikenal sebagai orang yang paling teguh dalam Islam, orang yang mula-mula memenuhi seruan Nabi SAW dari kalangan orang-orang dewasa. Beliau adalah khalifah dalam Islam pengganti Rasulullah SAW sesudah beliau tiada, dan dialah orang yang diseru pada hari Kiamat dari semua pintu surga yang berjumlah delapan buah sebagaimana yang telah kita ketahui semuanya. Sehingga Rasulullah SAW bersabda, â€Å“Kalau keimanan Abu Bakar ditimbang dengan keimanan seluruh manusia selain para nabi, maka imannya akan lebih beratâ€�E

Begitu juga dengan Umar bin Khaththab, yang selalu ingin mencari kesempatan untuk melebihi Abu Bakar ra., dalam berinfaq, Ali bin Abi Thalib dan para sahabat Rasulullah SAW yang lainnya, yang mana mereka semua adalah orang-orang yang berani membeli keimanannya dengan harga yang tinggi sekali.

Atau coba kita lihat, bagaimana orang yang baru masuk Islam (mualaf), ketika keimanan telah ditanamkan diqolbunya dan mereka pun masuk Islam. Mereka pun berani mengatakan kepada keluarga, kerabat, sahabat bahwa dirinya telah beragama Islam? Dan apa yang terjadi. Mereka diusir dari keluarga, disiksa, diintimidasi, lepas dari kemewahan hidup, dan sampai mau dibunuh. Mereka tetap tegar dengan keimanannya sehingga kita pun yang Islam sejak lahir bisa jadi kalah dengan mereka.

Itulah harga sebuah keimanan. Sehingga orang yang mau membelinya pun harus benar-benar siap luar dalam. Dan ini semua bisa kita dapatkan kalau diri kita mengenal dulu produk yang akan di belinya, sehingga kita akan berani dan ikhlas untuk membelinya, dengan harga yang paling tinggi sekalipun. Maka untuk mengenal produk yang akan kita beli itu memerlukan ilmu. Sebab hanya dengan ilmu-lah kita tahu kualitas produk yang akan kita beli itu. Seperti halnya Abu Bakar, Umar, Ali, dan para sahabat yang lainnya, mereka rela berkorban seperti itu karena mereka sudah paham dan tahu ilmunya.

â€Å“Dan tiada yang memahaminya kecuali orang yang berilmu (QS. Al-Ankabuut (29): 43)

Coba Anda jawab dan pikirkan pertanyaann dari Allah ini: Katakanlah: ‘Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?;. (QS. Az-Zumar (39): 9)

Dan coba renungkan oleh Anda dialog ini. Fat-h Al-Maushuli bertanya kepada orang-orang, Bukankah jika orang sakit tidak diberi makan, minum, dan obat, ia akan mati?Orang-orang menjawab, Benar.Selanjutnya ia berkata, Demikian pula dengan hati, ia akan mati jika tidak diberi hikmah dan ilmu selama tiga hari.Dan Allah juga akan meninggikan kedudukan orang-orang yang berilmu beberapa derajat sebagaimana firman-Nya, â€Å“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi Ilmu pengetahuan beberapa derajat.(QS. Al-Mujadilah (58): 11)

Ibnu Abbas ra. mengatakan, â€Å“Para ulama memiliki derajat di atas orang-orang Mukmin sebanyak tujuh ratus derajat, jarak di antara dua derajat tersebut sama dengan perjalanan lima ratus tahun.â€�E
Begitu tinggi penghargaan Allah bagi orang-orang yang berilmu, malahan Rasulullah SAW sendiri mengatakan bahwa orang-orang yang keluar dari rumahnya untuk menuntut ilmu hingga kembali lagi kerumah, dikatagorikan sebagai orang yang sedang berjihad di jalan Allah SWT.

Oleh karena itu, perkuat keimanan kita dengan ilmu. Dan jangan lupa, ketika kita telah memperoleh semuanya, maka kewajiban kita untuk mengamalkannya, karena ini merupakan sebuah pemeliharaan untuk langgengnya ilmu itu ada didiri kita, malahan akan bertambah dan lebih bercahaya lagi sehingga sangat berpengaruh pada tingkat kualitas jiwa (keimanan) kita. Sehingga kita pun siap membayar keimanan kita dengan harga yang lebih tinggi lagi.

Jangan pernah berpikir orang beriman itu murah, yang memurahkan dan menukar ayatnya dengan harga murah mendapat azab Allah.

Wallahu A’lam

sumber: die@jkmhal.com

Mari Bicara “CINTA”


"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)"(QS. Ali Imran : 14)

Dari redaksi ayat di atas, kita melihat bahwa "rasa Cinta pada diri manusia adalah sesuatu yang dihiaskan Allah. Atau dengan kata lain, cinta adalah sebuah "perhiasan" yang dianugerahkan Allah pada diri manusia.

Sebuah perhiasan, akan memiliki makna (berfungsi) secara optimal manakala dia ditempatkan pada tempat yang tepat dan pada waktu yang tepat. Sebagai contoh, sebuah lukisan karya Leonardo Da Vinci yang harganya bisa mencapai jutaan dollar Amerika, dia akan berfungsi secara optimal manakala diletakkan di sebuah galeri lukis, atau minimal di sebuah ruang tamu yang megah. Coba anda bayangkan jika lukisan itu digantungkan di kamar mandi sebuah toilet umum di kawasan sebuah terminal di Jakarta (yang jelas pasti akan dicolong orang hehehe.

Demikian juga dengan “cinta sebuah "perhiasan" anugerah Allah untuk kita manusia. Dia tidak boleh diumbar di sembarang tempat dan di sembarang waktu. Penempatan rasa Cinta yang tepat akan menghasilkan optimalisasi fungsi perhiasan tersebut.

Hakikat iman sendiri adalah perasaan cinta yang amat sangat dan tidak tertandingi kepada Allah. Walaupun pada dasarnya manusia juga diberi potensi untuk mencintai dunia (materi). Namun kecintaan kepada dunia tidak boleh menandingi (apalagi melebihi) kecintaan kepada Allah.

(Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapan orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah, dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada Hari Kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksa-Nya (niscaya mereka menyesal)



Cinta pada diri manusia bisa dibagi menjadi dua:
1. cinta yang bersifat thobi’i (tabiat, natural, alamiah) (QS. 3:14)
2. cinta yang bersifat syar’i (syari’at) (QS. 49:7)


Cinta yang thobi’i ada pada manusia semenjak dia lahir. Sedangkan cinta yang bersifat syar’i ditanamkan oleh Allah pada diri orang-orang mu’min.


Cinta yang thobi'i muncul dalam bentuk kecenderungan kepada apa-apa yang diingini (hubbussyahawat) seperti yang diungkapkan dalam Q.S. 3:14. Kata syahwat disini tentunya bukan hanya berarti nafsu libido seperti yang dimaknai dalam bahasa Indonesia. Dari sini lahirlah sikap hubbuttamaluk atau keinginan untuk memiliki yang sifatnya fana.


Cinta yang syar’i landasannya adalah keimanan yang dianugerahkan Allah secara khusus pada diri orang-orang mu’min. Dari sini lahirlah kondisi mawaddah warrohmah (keinginan yang sangat terhadap yang dicintai).

Ciri-ciri adanya cinta (‘alamatul-hubb)
Ada beberapa ciri yang mengindikasikan bahwa seseorang memiliki rasa cinta terhadap sesuatu.

1. Adanya perasaan ta'ajub.
Kata ini diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi “takjub atau “pesona Kecintaan terhadap sesuatu meniscayakan adanya pesona yang terkandung dalam sesuatu yang kita cintai tersebut.

2. Adanya perasaan roja(harap) dan khouf (cemas)
Perasaan harap-harap cemas adalah reaksi yang azim muncul dalam interaksi yang dilandasi oleh rasa cinta. Untuk menyebut sebuah contoh, cobalah tengok acara H2C di salah satu statsiun TV (Loh kok, promosi)

3. Munculnya perasaan ridho (rela).
Terhadap apapun yang diminta oleh orang yang kita cintai, sejauh itu bisa kita lakukan, maka biasanya kita dengan senang hati melakukannya. Tengoklah ungkapan orang yang sedang dimabuk cinta; Gunung kan kudaki, lautpun kan kuseberangi, dsb dsb.

4. Lahir perilaku dzikr (sering menyebut objek yang dicintai)
Barangsiapa yang mencintai sesuatu, maka ia akan sering mengingat (menyebutnya), karena cinta adalah perasaan hati yang butuh pengekspresian, baik dalam bentuk kata maupun aksi perbuatan.

5. Muncul sikap tadhhiyyah (pengorbanan)
Cinta tanpa pengorbanan adalah dusta dan pengorbanan tanpa cinta adalah sia-sia.

Prioritas cinta (al-iitsaru fil hubb)
Islam mengatur prioritas dalam menempatkan rasa cinta, yang seharusnya dita’ati oleh setiap mu’min (QS. 9:24).
1. Prioritas cinta yang pertama adalah Allah Swt.
2. Rasul dan Al-Islam
3. Al-Jihad
4. Al-Mu'min


Tertib cinta (Marotibul-hubb)
Di awal disampaikan bahwa rasa cinta adalah “perhiasan yang semestinya ditempatkan pada tempat dan waktu yang tepat. Kecintaan kepada Allah Swt adalah kecintaan tertinggi yang harus kita prioritaskan. Namun demikian, Allah Swt tidak akan pernah mendzolimi manusia dengan mereduksi rasa cinta manusia terhadap hal-hal lain yang bersifat materi. Hanya saja, yang dituntut dari kita adalah menempatkan rasa cinta itu secara proporsional (marotibul-hubb), atau dengan kata lain memberikan proporsi cinta yang tepat terhadap segala sesuatu.

Proporsi seperti apakah yang semestinya kita berikan atau kita tempatkan terhadap sesuatu yang kita cintai?

1. Ta'athuf (artinya kurang lebih: simpati)
Walaupun agak sulit mencari padanan yang tepat dalam bahasa Indonesia, namun bisa dikatakan bahwa ta’athuf adalah “rasa cinta terhadap hal yang bersifat materi (madah) atau dunia. Kecintaan terhadap dunia (materi) harus diletakkan sewajarnya dengan tidak berlebih-lebihan. Ingat do’a yang meminta agar Allah meletakkan dunia di "tangan" kita, dan bukan di "hati" kita. Dan banyak ungkapan lain yang mengingatkan kita untuk “tidak terlalu mencintai dunia. Dari kecintaan terhadap materi (dunia) ini lahirlah sikap intifa (memanfaaatkan).

2. Shobabah (artinya kurang lebih: curahan, menuang)
Tingkatan ini lebih tinggi dari sekedar ta’athuf (simpati). Kecintaan yang bersifat shobabah semestinya di curahkan kepada sesama muslim (Al-muslim). Dari sini lahirlah sikap ukhuwah.

3. As-syauq wal ghorom (kerinduan yang sangat)
Sasaran dari rasa cinta ini adalah Al-mu’min. Dari sini lahir sikap kasih sayang dan pengutamaan (mawaddah wa tafadhol)

4. Al-‘Isyq (Artinya kurang lebih "kemesraan")
Dalam bahasa Indonesia dikenal istilah asyik-masyuk yang diserap dari istilah ini. Object dari perasaan ini adalah Ar-Rasul dan Al-Islam. Lahir sikap jihad dan pengorbanan (al-jihad wat-tadhhiyyah)

5. At-Taim (kemesraan yang sempurna, yang utama)
Obyek dari kecintaan tertinggi ini adalah tentu saja Allah ‘Azza Wajalla. Dari sini lahirlah sikap 'ubudiyah (penghambaan).

Jika kita menempatkannya secara proporsional, kecintaan terhadap sesuatu tidak mereduksi kecintaan kepada yang lain. Ada satu ungkapan dari Ibnu Taimiyah. : mencinta dicinta tercinta adalah keutamaan mencinta tercinta. Kecintaan kita kepada sesuatu yang dicintai oleh orang yang kita cintai adalah kesempuranaan dalam mencintai orang tercinta.
Allah mencintai Rasulullah. Maka wajib bagi kita untuk mencintai Rasulullah sebagai ungkapan keutamaan cinta kita kepada Allah. Kecintaan kita kepada Rasullulah adalah karena kita cinta kepada Allah.
Karena kecintaan kepada Allah adalah prioritas tertinggi, maka:

CINTAILAH SEGALA SESUATU ITU KARENA KECINTAAN KITA KEPADA ALLAH.

(hidup ini hanya sekali, maka janganlah disia-siakan. Mari kita kembali kepada niat yang baik InsyaAlloh akan mendapatkan yang baik pula.....Amien)

Menggapai Bening Hati


Keberuntungan memiliki hati yang bersih, sepatutnya membuat diri kita berpikir keras setiap hari menjadikan kebeningan hati ini menjadi aset utama untuk menggapai kesuksesan dunia dan akhirat kita. Subhanallaah, betapa kemudahan dan keindahan hidup akan senantiasa meliputi diri orang yang berhati bening ini. Karena itu mulai detik ini bulatkanlah tekad untuk bisa menggapainya, susun pula program nyata untuk mencapainya. Diantara program yang bisa kita lakukan untuk menggapai hidup indah dan prestatif dengan bening hati adalah :


1. Ilmu

Carilah terus ilmu tentang hati, keutamaan kebeningan hati, kerugian kebusukan hati, bagaimana perilaku dan tabiat hati, serta bagaimana untuk mensucikannya. Diantara ikhtiar yang bisa kita lakukan adalah dengan cara mendatangi majelis taklim, membeli buku-buku yang mengkaji tentang kebeningan hati, mendengarkan ceramah-ceramah berkaitan dengan ilmu hati, baik dari kaset maupun langsung dari nara sumbernya. Dan juga dengan cara berguru langsung kepada orang yang sudah memahami ilmu hati ini dengan benar dan ia mempraktekannya dalam kehidupan sehari-harinya. Harap dimaklumi, ilmu hati yang disampaikan oleh orang yang sudah menjalaninya akan memiliki kekuatan ruhiah besar dalam mempengaruhi orang yang menuntut ilmu kepadanya. Oleh karenanya, carilah ulama yang dengan gigih mengamalkan ilmu hati ini.


2. Riyadhah atau Melatih Diri

Seperti kata pepatah, "alah bisa karena biasa". Seseorang mampu melakukan sesuatu dengan optimal salah satunya karena terlatih atau terbiasa melakukannya. Begitu pula upaya dalam membersihkan hati ini, ternyata akan mampu dilakukan dengan optimal jikalau kita terus-menerus melakukan riyadhah (latihan). Adapun bentuk latihan diri yang dapat kita lakukan untuk menggapai bening hati ini adalah

Menilai kekurangan atau keburukan diri.
Patut diketahui bahwa bagaimana mungkin kita akan mengubah diri kalau kita tidak tahu apa-apa yang harus kita ubah, bagaimana mungkin kita memperbaiki diri kalau kita tidak tahu apa yang harus diperbaiki. Maka hal pertama yang harus kita lakukan adalah dengan bersungguh-sungguh untuk belajar jujur mengenal diri sendiri, dengan cara

Memiliki waktu khusus untuk tafakur.
Setiap ba'da shalat kita harus mulai berpikir; saya ini sombong atau tidak? Apakah saya ini riya atau tidak? Apakah saya ini orangnya takabur atau tidak? Apakah saya ini pendengki atau bukan? Belajarlah sekuat tenaga untuk mengetahui diri ini sebenarnya. Kalau perlu buat catatan khusus tentang kekurangan-kekurangan diri kita, (tentu saja tidak perlu kita beberkan pada
orang lain). Ketahuilah bahwa kejujuran pada diri ini merupakan modal yang teramat penting sebagai langkah awal kita untuk memperbaiki diri kita ini


Memiliki partner.
Kawan sejati yang memiliki komitmen untuk saling mengkoreksi semata-mata untuk kebaikan bersama yang memiliki komitmen untuk saling mewangikan, mengharumkan, memajukan, dan diantaranya menjadi cermin bagi satu yang lainnya. Tidak ada yang ditutup-tutupi. Tentu saja dengan niat dan cara yang benar, jangan sampai malah saling membeberkan aib yang akhirnya terjerumus pada fitnah. Partner ini bisa istri, suami, adik, kakak, atau kawan-kawan lain yang memiliki tekad yang sama untuk mensucikan diri. Buatlah prosedur yang baik, jadwal berkala, sehingga selain mendapatkan masukan yang berharga tentang diri ini dari partner kita, kita juga bisa menikmati proses ini secara wajar.


Manfaatkan orang yang tidak menyukai kita.
Mengapa? Tiada lain karena orang yang membenci kita ternyata memiliki kesungguhan yang lebih dibanding orang yang lain dalam menilai, memperhatikan, mengamati, khususnya dalam hal kekurangan diri. Hadapi mereka dengan kepala dingin, tenang, tanpa sikap yang berlebihan. Anggaplah mereka sebagai aset karunia Allah yang perlu kita optimalkan keberadannya. Karenanya, jadikan apapun yang mereka katakan, apapun yang mereka lakukan, menjadi bahan perenungan, bahan untuk ditafakuri, bahan untuk dimaafkan, dan bahan untuk berlapang hati dengan membalasnya justru oleh aneka kebaikan. Sungguh tidak pernah rugi orang lain berbuat jelek kepada diri kita. Kerugian adalah ketika kita berbuat kejelekkan kepada orang lan.


Tafakuri kejadian yang ada di sekitar kita.
Kejadian di negara, tingkah polah para pengelola negara, akhlak pimpinan negara, atau tokoh apapun dan siapa pun di negeri ini. Begitu banyak yang dapat kita pelajari dan tafakuri dari mereka, baik dalam hal kebaikan ataupun kejelekkan/kesalahan (tentu untuk kita hindari kejelekkan/kesalahan serupa). Selain itu, dari orang-orang yang ada di sekitar kita, seperti
teman, tetangga, atau tamu, yang mereka itu merupakan bahan untuk ditafakuri. Mana yang menyentuh hati, kita menaruh rasa hormat, kagum, kepada mereka. Mana yang akan melukai hati, mendera perasaan, mencabik qalbu, karena itu juga bisa jadi bahan contoh, bahan perhatian, lalu tanyalah pada diri kita, mirip yang mana? Tidak usah kita mencemooh orang lain, tapi tafakuri perilaku orang lain tersebut dan cocokkan dengan keadaan kita. Ubahlah sesuatu yang dianggap melukai, seperti yang kita rasakan, kepada sesuatu yang menyenangkan. Sesuatu yang dianggap mengagumkan, kepada perilaku kita spereti yang kita kagumi tersebut. Mudah-mudahan dengan riyadhah tahap awal ini kita mulai mengenal, siapa sebenarnya diri kita?

resume dari: KH. Abdullah Gymnastiar

Friday, 11 June 2010

Menjaga Pandangan


Satu hal yang hendaknya dicamkan benar-benar oleh setiap hamba Allah adalah bahwa Allah Azza wa Jalla itu ghafururrahiim. Dia adalah satu-satunya Zat yang mempunyai samudera ampunan dan kasih sayang yang Mahaluas. Tak ada dosa sebesar apapun yang tidak tenggelam dalam samudera ampunan dan rahmat kasih sayang-Nya, sejauh tidak menyekutukan-Nya.

Pantaslah Syaikh Ibnu Athoillah di dalam kitabnya yang terkenal, Al Hikam, menasehatkan, "Jika terlanjur berbuat dosa maka janganlah hal itu sampai menyebabkan patah hatimu untuk mendapatkan istiqamah kepada Tuhanmu. Sebab, kemungkinan yang demikian itu sebagai dosa terakhir yang telah ditaqdirkan bagimu."


Hati yang sakit, atau bahkan mati, disebabkan oleh noktah-noktah dosa yang bertambah dari waktu ke waktu karena amal perbuatan yang kurang terpelihara, sehingga menjadikannya hitam legam dan berkarat. Akan tetapi, bagaimana pun kondisi hati kita saat ini, tak tertutup peluang untuk sembuh, sehingga menjadi hati yang sehat sekiranya kita berjuang sekuat-kuatnya untuk mengobatinya. Ada empat virus perusak hati yang harus kita waspadai agar hati yang sakit atau mati dapat disembuhkan. Sementara hati yang sudah sehat pun dapat terawat dan terpelihara kebeningannya. Mudah-mudahan dengan mewaspadai keempat hal tersebut Allah Azza wa Jalla menolong kita.


Salah satunya yang membuat hati ini semakin membusuk, kotor dan keras membatu adalah tidak pandainya kita menahan pandangan. Barang siapa yang ketika di dunia ini tidak mahir menahan pandangan, gemar melihat hal-hal yang diharamkan Allah, maka jangan terlalu berharap dapat memiliki hati yang bersih. Umar bin Khattab pernah berkata, "Lebih baik aku berjalan di belakang singa daripada berjalan di belakang wanita." Orang-orang yang sengaja mengobral pandangannya terhadap hal-hal yang tidak hak bagi dirinya, tidak usah heran kalau hatinya lambat laun akan semakin keras membatu dan nikmat iman pun akan semakin hilang manisnya.


Sebenarnya bukan hanya mengumbar pandangan terhadap lawan jenisnya, melainkan juga orang yang matanya selalu melihat dunia ini. Melihat sesuatu yang tidak ia miliki : rumah orang lain yang lebih mewah, mobil orang lain yang lebih bagus, atau uang orang lain yang lebih banyak. Hatinya lebih bergejolak memikirkan hal-hal yang tidak dimilikinya daripada menikmati
apa-apa yang dimilikinya..

Karenanya kunci bagi orang yang memiliki hati yang bening adalah tundukkan pandangan! Mendapati lawan jenis yang bukan muhrim, cepat-cepatlah tundukkan pandangan. Kalau melihat dunia jangan sekali-kali melihat ke atas. Akan capek kita jadinya, karena rizki yang telah menjadi hak kita tidak akan kita dapatkan. Lebih baik lihatlah ke bawah. Tengoklah orang yang lebih fakir dan lebih menderita daripada kita. Lihatlah orang yang jauh lebih sederhana hidupnya. Semakin sering melihat ke bawah, subhanallah, hati ini akan semakin dipenuhi oleh rasa syukur dibanding dengan orang yang suka menengadah ke atas.


Kalaupun kita akan melihat ke atas, tancapkan pandangan kita ke yang Mahaatas sekaligus, yakni kepada Zat Penguasa alam semesta. Allahu Akbar! Lihatlah Kemahakuasaan-Nya, Allah Mahakaya dan tidak pernah berkurang kekayaan-Nya walaupun selalu kita minta sampai akhir hayat. Orang yang hanya melihat ke atas dalam urusan dunia, hatinya akan cepat kotor dan hancur. Sebaliknya, kalau tunduk dalam melihat dunia dan tengadah dalam melihat keagungan serta kebesaran Allah, maka tidak bisa tidak kita akan menjadi orang yang memiliki hati bersih yang selamat.


Buya Hamka (alm) pernah berkata, "Mengapa manusia bersikap bodoh? Tidakkah engkau tatap langit yang biru dengan awan yang berarak seputih kapas? Atau engkau turuni ke lembah sehingga akan kau dapatkan air yang bening. Atau engkau bangun di malam hari, kau saksikan bintang gemintang bertaburan di langit biru dan rembulan yang tidak pernah bosan orang menatapnya. Atau engkau dengarkan suara jangkrik dan katak saling bersahutan. Sekiranya seseorang amat gemar memandang keindahan, amat senang mendengar keindahan, niscaya hatinya akan terbebas dari perbuatan keji. Karena sesungguhnya keji itu buruk, sedangkan yang buruk itu tidak akan pernah bersatu dengan keindahan."


Berbahagialah orang yang senang melihat kebaikan orang lain. Tatkala mendapatkan seseorang tidak baik kelakuannya, ia segera mahfum bahwa manusia itu bukanlah malaikat. Di balik segala kekurangan yang dimilikinya pasti ada kebaikannya. Perhatikanlah kebaikannya itu sehingga akan tumbuh rasa kasih sayang di hati. Mendengar seseorang selalu berbicara buruk dan menyakitkan, segera mahfum. Siapa tahu sekarang ia berbicara buruk, namun besok lusa berubah menjadi berbicara baik. Karenanya, dengan mendengarkan kata-kata yang baik-baiknya saja, niscaya akan tumbuh rasa kasih sayang di hati.


Jalaluddin Rumi pernah berkata, "Orang yang begitu senang dan nikmat melihat dan menyebut-nyebut kebaikan orang lain bagaikan hidup di sebuah taman yang indah. Ke sini anggrek, ke sana melati. Pokoknya kemana saja mata memandang yang nampak adalah bebungaan yang indah dan harum mewangi. Dimana-mana yang terlihat hanya keindahan. Sebaliknya, orang yang gemar melihat aib dan kejelekkan orang lain, pikirannya hanya diselimuti dengan aneka keburukan sementara hatinya hanya dikepung dengan prasangka-prasangka buruk. Karenanya, kemana pun matanya melihat, yang tampak adalah ular, kalajengking, duri, dan sebagainya. Dimana saja ia berada senantiasa tidak akan pernah dapat menikmati indahnya hidup ini."


Sungguh berbahagialah orang yang pandai memelihara pandangannya karena ia akan senantiasa merasakan nikmatnya kebeningan hati. Allah Azza wa Jalla adalah Zat Maha Pembolak-balik hati hamba-Nya. Sama sekali tidak sulit baginya untuk menolong siapapun yang merindukan hati yang bersih dan bening sekiranya ia berikhtiar sungguh-sungguh. Allahu'alaM.

resume dari: KH. Abdullah Gymnastiar

Thursday, 10 June 2010

Super Akhwat


Tausyiah? Putri hampir tertawa mendengarnya. Bagaimana bisa cowok seperti Faris melakukannya, apa lagi buat seluruh panitia. Ia saja begitu gugup saat berdiri di depan mimbar untuk mengucapkan sambutan. Kacau! Putri yang waka bisa apa? Nggak lucu kan akhwat melangkahi ikhwannya. Aneh. Punya potensi nggak sih, Akh?

Sore setengah mendung. Laporan kegiatan belum selesai diketik ketika telepon berdering. Siapkan mentalmu Putri, itu mungkin permintaan maaf dari Sang Ketua! Ah, benar saja. Si Mbak berbisik, “Maurice”. Yah ngapain juga bisik-bisik, cuma Maurice kok. “Afwan ya, Put,” ngebass, seperti biasa Putri kaget dan menarik nafas. Gile, suaranya berat abis. Sori ya, tiada afwan bagimu! Duh andai bisa bicara seperti itu. Tapi akhwat kan harus jaim. “Iya,” jawabnya pelan. “Tolong dipahami, keadaan ikhwan memang kacau-balau...” Maurice pun mulai menyalahkan dirinya. Putri sudah hafal. Bosan! Putri diam, ia masih punya banyak tugas. Jika Maurice tak bisa membantu, ya sudah! “Ada yang mau ditanyakan, Put?” wah, gayanya tua banget, serasa anak kecil dapat nilai merah deh. Tapi ini kesempatan. Ia menarik nafas, “Ris, Putri mau minta tolong...” ia tunggu tanggapannya.
“Ya?”
Oke, mulai, “Soal Faris, Eris bisa kan ngomong sama dia...” bla bla bla. Putri tak yakin ini berhasil. Tak disangka Maurice malah menyerahkan semuanya padanya. Katanya, akhwat gerak saja duluan. Putri senang sekaligus bingung. Serius ikhwan mau ditinggal? Ya udah, dadah akhi-akhi, mmuuuah!

Kesel juga Putri malam ini, cowok-cowok itu nelepon lama banget. Bikin ortunya curiga aja. “Put, mbok ya sudah. Semua kok kamu yang mengerjakan sih!” kata ibu saat Putri sedang menyelesaikan proposalnya. “Kamu nanti pulang sama siapa Put? Ada transport?” tanya ayah ketika Putri hendak mendatangi para donatur. Jadi keki sendiri, belakangan ini Putri jadi jarang di rumah, kumpul sama Mbak Nov, Mas Bim, atau ayah ibu. Putri yang tadinya merasa senang-senang saja mendapat tugas itu malah jadi terbebani.

“Sini deh Put, apa yang bisa Meta bantu?”, ujar sahabat karibnya setelah Putri curhat soal kerjaan yang nggak ada habis-habisnya itu. “Makasih Met, mau dengerin gue aja udah ngebantu kok.”
“Hm. Nggak bisa gini terus lho Put. Gue saranin lo ngomong sama yang lain. Toh ini bukan tugas lo doang, member yang lain gimana, lalu koordinator ikhwannya?” Putri menghela nafas. Faris? Emang bisa ngandelin dia? Tapi Putri nggak mau ngomongin dia, takut ghibah. Putri menggeleng, “Mending begini Met, Putri masih bisa kok ngurus semuanya,” sahutnya yakin, padahal dalam hati Putri ragu juga. Apalagi soal member yang memang pada kurang interest. “I know, you are super akhwat, right?” Putri cuma bisa tertawa mendengar celotehan Meta. “Ya, tapi perlu gue ingetin Put, kita itu makhluk individu sekaligus sosial. Di sini nggak ada tuh paham liberty, indiviualism, yang ada tenggang rasa, gotong royong, tepa selira...”
“Huu, dasar calon guru PPKn!” Putri menggeleng-gelengkan kepala. Senyumnya mendadak hilang saat melihat cowok yang melintas di hadapannya. Ia membuang muka, kenapa ya rasanya kok sebel banget melihat wajah itu.

“Indah bareng Putri kok. Yuk, Ndah!” Entar kita ketinggalan metro,” Putri menggamit tangan Indah. Tak dipedulikannya ekspresi keheranan di wajah Indah sesaat setelah Maurice menanyakan tak apakah Indah pulang sendirian. “Kita kan beda arah Put?” Mereka menyeberangi jalan meninggalkan Maurice yang masih berdiri di depan gerbang sekolah. “No problem, Putri jamin Indah selamet sampe rumah, Insya Allah,” Putri memutuskan untuk mengantar gadis itu sebelum ia sendiri pulang. Memang agak nekat, apalagi hari sudah mulai gelap. “Daripada sama ikhwan, entar lo jadi kembang diantara kambing. Nggak rela gue,” canda Putri. Ia melambaikan tangan, bus orange itu berhenti di depan mereka. Perasaaan Putri tak enak saat dua orang berambut gondrong turut masuk ke metro. Benar saja, ketika mereka turun di halte yang sepi, kedua orang itu ikut turun. Dan dengan gerakan cepat, layaknya jambret profesional mereka merebut tas tenteng Indah. Spontan Indah berteriak. “Pegang, Ndah!” Putri menyerahkan ranselnya yang berat, ia mengejar pencopet itu. Sedikit lagi... “Ah, sial!” badan Putri melemah. Ia limbung, maghnya memang nggak bisa diajak kompromi. Di belakangnya melesat dua pemuda tanggung. Yeah, mereka berhasil merebutnya! “Put, kamu nggak papa kan?” Putri memfokuskan pandangannya. Lho, kok Faris sama Luki? Dua ikhwan itu mengembalikan tas Indah. “Makasih ya,” Indah tertunduk. Mereka belum sempat menyahut saat Putri menyela, “Siapa yang nyuruh? Maurice?” Putri menegakkan tubuhnya yang sempoyongan, “Makasih deh, kalian lebih baik pulang saja.”
“Tapi amanatnya, kami harus...” Luki tak melanjutkan. Tatapan Putri seakan menjelaskan bahwa mereka tak ingin dibuntuti lagi. “Assalamualaikum!” Putri cuek pergi, diiringi Indah yang kebingungan.
“Put, kok...”
“Putri sadar satu hal, Ndah,” ia meringis menahan sakit, “Jadi akhwat tuh jangan manja!” Pandangan Putri menerawang, merasa tertipu dengan cerita-cerita dimana kaum Adam selalu rela berkorban dan melindungi kaum Hawa. Kebohongan besar!

Putri memandang hasil kerjanya dengan sobat-sobatnya semalam suntuk, “Thanks guys, dekornya oke!”
“Putri, sini deh!” terdengar seruan Nina dari belakang panggung.
“Kenapa?”
“Sound systemnya gimana Put?”
“Belum siap?”
“Sama sekali!”
Putri bergegas turun, no time again. Ia tak ingat siapa yang bertugas di bagian peralatan, yang pasti kerjaannya ikhwan. Putri sudah tak kaget kini bila tanggung jawab semacam itu tak dilaksanakan.
“Put, konsumsinya datang, ditaruh mana?!” seru seseorang. Putri tak sempat melihat wajahnya, “Naikin dulu!” sahutnya, hampir saja ia tersandung anak tangga.
“Put, yang ngurus daftar ulang siapa?” seseorang yang lain bertanya. Kenapa bukan lo! Putri tak menghentikan langkahnya. “Nanti Putri yang urus, sekarang lo bisa pegang dulu kan?”
“Tapi gue kan...”
“Oke, Putri yang urus!!” Putri tak sabar lagi. Putri hendak memasuki ruang peralatan ketika tiba-tiba kepalanya terasa sakit. “Rizki!” serunya ketika melihat salah seorang member. Rizki terburu-buru menghampirinya, “Sori Put, gue mau...” Putri tak menghiraukan kata-katanya, “Riz, bilangin sama yang lain, sound systemnya dibawa ke atas, pendaftaran sama konsumsi masih...” badan Putri lemas, matanya gelap, wajahnya pucat, tangannya terasa dingin digenggaman Rizki, “Riz, tolong ya!” kata-kata terakhir Putri sebelum pingsan.

Ffh...Putri bosan. Ia tidak betah berada di rumah sakit, walaupun divonis hipotensi dan mengalami magh berat. Tapi percuma kali ini ia merengek pada ayah, ibu, atau Mbak Nov yang dari tadi ngejagain, tetap saja nggak dikasih izin sekedar buat jalan-jalan. “Sayang, ada temen-temenmu tuh!” kata ibu. Wajah Putri mendadak jadi lebih segar. “Assalamualaikum, Putri!!!” Ada Meta, Nina, wah banyak banget fans Putri. “Wa’alaikumussalam. Gimana acaranya?” tanya Putri ragu, dari tadi ia memang terus memikirkannya. “Alhamdulillah Put, sukses besar.” Putri cuma tersenyum, jangan coba menyenangkan hati Putri deh. “Nggak percaya?” Meta seolah tahu apa yang dipikirkan Putri. “Nih, liat aja!” ia menyodorkan rekaman handycam, play! Putri termangu memandang rekaman itu, acaranya meriah, pesertanya banyak, dan semuanya tampak lancar. Matanya berkaca-kaca saat Faris memberikan kata sambutan, “Saya, selaku ketua panitia mengucapkan terima kasih kepada seluruh panitia yang telah bekerja keras demi terlaksananya acara ini, terutama untuk Putri, seharusnya dialah yang lebih pantas memberikan kata sambutan, dan berada pada posisi saya sekarag ini...” Putri memalingkan wajahnya, ia tak ingin menangis. “Faris pasti latihan bermalam-malam untuk kata sambutan ini,” Putri tersenyum jenaka. “Boleh aku minta copy-annya?”
“Ya, absolutely! Cepat sembuh ya!”
“Oya, di luar masih ada yang lain. Kami permisi dulu oke!” Putri mengangguk. Meta masih disampingnya. Mereka sudah hendak keluar ruangan ketika Putri teringat, “Semua, syukron ya!” senyuman manis menghiasi wajahnya. “Nah, gitu dong, senyum.” Meta menggodanya. “Yang lain siapa sih, Met?” Rasanya tadi semua panitia akhwat lengkap. Berarti...ikhwan! “Aduh, Putri nggak kelihatan pucat kan? Nggak kaya’ orang sakit kan?” Meta tertawa, “Kenapa sih Put? Jangan egois lagi dong, mereka mau minta maaf kok.”
“Putri juga mau minta maaf sekaligus terima kasih,” Putri memandang Meta lekat-lekat, “Hanya saja, Putri nggak mau terlihat lemah, Met. I wanna be strong!”
“Super akhwat?”
“Ya, super akhwat! Tapi biar nggak berat sebelah harus ada super ikhwan, right?”

Kerjakanlah Apa Yang Diajarkan Rasulullah SAW Kepadamu


Assalamu'alaikum wa rohmatullohi Ta'ala wa barokatuhu

KERJAKANLAH APA YANG DIAJARKAN RASULULLOH SHOLLALLOHU 'ALAIHI WA SALLAM KEPADAMU



1. Allah melaknat wanita yang mencabut rambut alis mata dan wanita yang meminta dicabuti rambut aslinya yang mengubah ciptaan Allah. (hadits muttafaq alaih).

2. Wanita yang berpakaian tapi sebenarnya telanjang untuk mencari perhatian laki-laki, yang melenggok-lenggokkan tubuhnya, yang kepalanya seperti punuk unta, mereka itu tidak akan masuk surga. (riwayat Hakim).

3. Bertakwalah kepada Allah dan ambillah yang baik dalam mencari rezki (ambil yang halal dan tinggalkan yang haram). (riwayat Muslim).

4. Pelankanlah suaramu dalam berzikir dan berdo'a, karena kamu tidak memohon kepada Tuhan yang tuli dan tidak ada. (riwayat Muslim).

5. Orang yang paling pedih musibahnya di dunia ini ialah para Nabi kemudian orang-orang shaleh. (riwayat Ibnu Majah).

6. Sambunglah kembali persaudaraanmu terhadap orang yang memutuskan hubungan denganmu, berbuat baiklah kepada orang yang berbuat buruk terhadapmu dan katakanlah yang hak itu sekalipun akan merugikan dirimu sendiri. (riwayat Ibnu An-Najjar).

7. Celakalah orang yang memperbudak dirinya kepada uang dan harta. Apabila ia diberi harta ia puas dan apabila tidak diberi ia mengeluh. (riwayat Bukhari).

8. Maukah kamu saya beri tahu tentang sesuatu yang apabila kamu kerjakan kamu akan saling menyayangi? Budayakanlah ucapan salam di antaramu. (riwayat Muslim).

9. Hiduplah kamu di dunia ini seperti orang asing atau orang yang sedang mengadakan perjalanan. (riwayat Muslim).

10. Barangsiapa mencari keredhaan Allah dengan resiko ia akan dibenci oleh manusia, Allah akan memberi kecukupan kepadanya dari segala kebutuhannya kepada manusia.

11. Janganlah seseorang menyuruh berdiri orang lain kemudian ia duduk di tempat orang itu, tetapi perluaslah tempat duduk itu (dibuatkan lowongan) sehingga ia dapat duduk tanpa memindahkan orang lain. (riwayat Muslim).

12. Apa yang memabukkah jika banyak, maka sedikitnya pun adalah haram hukumnya. (shahih, riwayat Abu Daud dan periwayat lainnya).

Wassalamu'alaikum wa rohmatullohi Ta'ala wa barokatuhu

Bukan Sekedar Memberi


Kita sesungguhnya patut bersyukur jika di tengah semakin tingginya individualisme masyarakat, di tengah gencarnya arus hedonisme dunia, ternyata "memberi" masih berada dalam daftar aktivitas kita sehari-hari. Entah sekedar memberikan salam atau memberikan sebagian harta benda. Akan tetapi, mungkin kita tak pernah mengukur bagaimana derajat pemberian kita. Dengan kata lain, mungkin kita terlupa bahwa ternyata kita seringkali hanya sekedar memberi, memberikan apa yang sudah tidak lagi kita inginkan, memberikan apa yang sudah tak lagi kita butuhkan. Sungguh terpaut jauh dengan kualitas pemberian oleh para sahabat pendahulu Islam.

Dahulu Fatimah r.a rela memberikan kalung yang dimilikinya kepada seorang fakir yang datang kepadanya. Kita tentu juga tidak asing lagi bagaimana QS. Al-Hasyr:9 melukiskan kemuliaan kaum Anshar yang dengan senang hati memberikan pertolongan terbaik kepada kaum muhajirin. Bercermin pada kehidupan para sahabat, betapa kita melihat untaian kisah indah mereka yang bisa menjadi para pemberi kaliber dunia, yang bukan saja bisa memberi di saat senggang dan sempit, tetapi juga bisa memberikan bagian terbaik dari diri mereka.

Sungguh besar kemuliaan yang terpancar dari pemberian mereka. Memberikan yang terbaik adalah manifestasi keikhlasan dan pengorbanan. Memberikan yang terbaik berarti juga wujud keyakinan kita kepada janji Allah dalam QS. Al-Baqarah: 272 bahwa tak akan pernah dirugikan sedikitpun orang yang menginfaqkan hartanya di jalan Allah. Memberikan yang terbaik pun berarti mensyukuri nikmat Allah SWT serta mengoptimalkan segala kemampuan dan potensi diri untuk bisa memberikan manfaat buat orang lain. Dan tentu, memberikan yang terbaik adalah bukti nyata cinta seorang muslim kepada saudaranya. Lihatlah, betapa semua keutamaan ini tercermin dalam kualitas pemberian mereka yang begitu tinggi.

Sementara bagi kita agaknya jerat-jerat kehidupan dunia mungkin masih begitu kuat membekap sehingga kita lebih sering memberi sekedarnya, memberikan seperlunya. Sepertinya, logika akhirat para sahabat itu masih di luar rasio kita sehingga teramat susah bagi kita untuk bisa meniru perilaku generasi terbaik itu. Akan tetapi, bukanlah hal yang mustahil bagi kita untuk bisa mengambil sedikit dari keteladanan para sahabat, sehingga kita bisa mempersembahkan setiap hal terbaik yang ada dalam diri kita.

Bukanlah mustahil jika suatu saat kita tak lagi sibuk mencari-cari uang recehan tatkala ada pengemis meminta, sementara berlembar-lembar ribuan masih terselip di dompet kita. Semoga kita bukanlah orang yang sibuk membongkar pakaian usang di pojok lemari ketika banjir melanda saudara kita. semoga kita bukanlah orang yang hanya membagi makanan kepada tetangga saat makanan bersisa. Semoga kita bukan lagi termasuk orang yang menjawab salam seadanya, bukan lagi termasuk orang yang berkata seadanya tanpa hendak berpikir mendalam ketika ada seseorang meminta pendapat kita. Sungguh patut kita renungkan perkataan Fudhail bin Iyadh yang mengatakan sudah selayaknyalah kita bersyukur ketika masih ada seseorang yang meminta kepada kita, ketika kita masih bisa memberikan manfaat buat orang lain. Ataukah memang sesungguhnya kita termasuk orang yang tidak pernah bersyukur?

Wednesday, 9 June 2010

Ada Bayang Dirimu Dalam Mimpiku...


Aku masuk surga! Indah sekali. Aku berjalan-jalan di dalam taman hijau. Pegunungan yang indah. Langitnya tidak cerah, tapi juga tidak mendung. Hawanya sejuk. Buah-buahannya besar-besar. Kulihat kebun anggur luas yang tertata rapi. Kupetik satu buah anggur yang ukurannya sebesar buah apel. Kumakan sedikit, anggur yang berwarna hijau dan tidak berbiji itu, dan emmm. lezat sekali. Buah surga ini terasa dingin dan airnya banyak.
Alhamdulillah., aku bersyukur sudah selamat masuk surga. Kubuka mata. Tiba-tiba aku sudah terbaring di atas tempat tidurku. Kulihat jam, pukul 02.00 dini hari. Wah, ternyata tadi hanya mimpi! Dan aku masih ada di dunia, belum di surga. Aku termangu sejenak.

Mimpi. Setiap anak manusia pasti pernah bermimpi. Ada mimpi buruk, mimpi indah. Ada mimpi yang membawa hikmah, ada pula mimpi yang tak bermakna apa-apa. Ada mimpi yang bisa bersambung dari satu mimpi ke mimpi lain. Atau mimpi di atas mimpi. Bahkan terkadang kita merasa sudah sering mengunjungi tempat yang ada dalam mimpi kita. Semua itu tentu rahasia Allah SWT saja.

Mimpi yang Benar

Mimpi bukanlah hal yang remeh. Ia mencerminkan siapa diri kita. Nabi Muhammad SAW sering mendapatkan wahyu melalui mimpi. Nabi Muhammad SAW juga mendapat mimpi untuk menikah dengan Siti Aisyah, di mana dalam mimpi itu, Jibril membawa kain yang ada wajah Siti Asiyah dan berkata, "Inilah isterimu di dunia dan di akhirat."

Nabi Yusuf, ahli menafsirkan mimpi dan yang ditafsir adalah mimpi dua orang pelayan raja dan mimpi sang raja. Bahkan nabi yusuf pernah bermimpi bulan dan bintang sujud kepadanya sebagai tanda bahwa ia kelak akan menjadi nabi.

Nabi Ibrahim, mendapat perintah untuk menyembelih Ismail, dalam mimpi. Orang-orang sholeh, mereka dapat diberi karunia bermimpi bertemu Nabi Muhammad SAW yang wajahnya tak dapat diserupai syetan. Firaun, bermimpi ada anak laki-laki yang akan menghancurkan kerajaannya. Orang-orang non muslim, ada yang mendapat hidayah melalui mimpi.

Mimpi yang benar adalah salah satu bagian dari 46 kenabian. Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda, "Jika masa semakin dekat, mimpi seorang muslim nyaris tidak pernah dusta. Muslim yang paling benar mimpinya adalah yang paling jujur perkataannya. Mimpi seorang mukmin merupakan satu bagian dari 46 bagian kenabian. Mimpi ada tiga macam: mimpi yang baik sebagai berita gembira dari Allah 'azza wa jalla, mimpi seorang muslim yang dialami oleh dirinya sendiri, dan mimpi sedih yang berasal dari setan. Jika salah seorang di antara kamu mengalami mimpi yang tidak disukai, janganlah menceritakannya kepada orang lain, bangunlah, kemudian shalatlah." (Muttafaq'alaih)

Bagi kaum muslimin, mimpi yang benar, hanya bisa terjadi bila kita menjalankan sunnah Rasulullah SAW sebelum tidur, yaitu:
1. Berwudhu.
2. Membaca doa sebelum tidur.
3. Posisi tidur miring ke samping kanan dan tapak tangan di bawah pipi dengan kaki sedikit di lipat.

Bila sunnah di atas tidak terpenuhi, maka mimpinya patut dipertanyakan, apakah mimpi dari Allah SWT atau mimpi dari syetan. Mimpi yang indah, pastilah dari Allah SWT dan mimpi yang mengerikan adalah dari syetan. Sebagai catatan, jangan sampai kita menganggap mimpi kita adalah wangsit. Karena kita hanyalah manusia biasa, bukan nabi. Para nabi, mimpi mereka selalu benar, sedangkan kita? Belum tentu benar.
Oleh karena itu hati-hatilah menafsirkan mimpi. Dari 'Ubadah ibnush-Shamit bahwa ia bertanya
kepada Rasulullah tentang ayat 63-63 surah Yunus, "Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan dalam kehidupan di akhirat." Maka, Rasulullah menjawab, "Sungguh kamu telah menanyakan sesuatu kepadaku yang belum pernah ditanyakan oleh seorang pun selainmu. Al-busyra ialah mimpi yang baik yang dialami oleh seseorang atau dianugerahkan Allah kepadanya." (As-Silsilah ash-Shahihah)

Tidur Adalah Mati

Ketika kita tidur, jiwa kita untuk sesaat ada dalam genggaman-Nya dan akan dikembalikan-Nya, hingga kita bisa bangun dari tidur. Kita tidak akan bangun bila Ia tidak mengembalikannya pada jasad selamanya, dengan kata lain, mati. Allah SWT berfirman: "Allah memegang jiwa seseorang ketika matinya dan memegang jiwa seseorang yang belum mati diwaktu tidurnya, maka Dia menahan jiwa orang yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai pada waktu yang ditentukan." (Q.S. Azzumar : 42).

Sesungguhnya, tidur itu adalah kawannya mati karena sebelum tidur, Rasulullah SAW selalu berdoa, "Ya Allah dengan nama-Mu aku hidup dan mati" (HR Bukhari). Saat terjaga beliau pun membaca doa yang hampir serupa, "Segala puji bagi Allah yang menghidupkan kami setelah mematikan kami, dan hanya kepada-Nya kami dibangkitan." (HR Bukhari dan Muslim).

Ketika bangun dari tidur, akibat mimpi yang dialaminya, anak Adam dapat merasakan :
1. Gelisah bahkan bisa menangis karena mimpinya adalah mimpi yang buruk, mengerikan, atau menyedihkan.
2. Ilmunya semakin bertambah karena mimpinya membawa hikmah.
3. Hidayah karena mimpinya penuh dengan ajaran.
4. Semakin jauh dari Allah SWT karena karena mimpinya melakukan tindakan dosa.
5. Hanya bunga tidur, mimpi yang tak jelas, mimpi kacau dan tanpa hikmah apapun.

Hidup Bagai Mimpi

Mimpi bukan hanya ada di dalam tidur, tetapi sesungguhnya hidup di dunia ini bagai mimpi. Dan kita belum bangun, hingga kematian menjemput. Saat kematian datang, tak ada lagi hijab dan pandangan kita menjadi sangat jelas bahwa dunia ini hanya sesaat saja. "Allah bertanya lagi (kepada mereka yang kafir itu): "Berapa tahun lamanya kamu tinggal di bumi?" Mereka menjawab: kami tinggal (di dunia) selama sehari atau sebahagian dari sehari; maka bertanyalah kepada golongan (malaikat) yang menjaga urusan menghitung Allah berfirman: "Kamu tidak tinggal (di dunia) melainkan sedikit masa saja, kalau kamu dahulu mengetahui hal ini (tentulah kamu bersiap sedia)." (surah Al-Mukmunun:112-114)

"Niscaya kamu benar-benar akan melihat Neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin (yakin sebab melihat sendiri), kemudian kamupun pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu)"(QS/ At Takatsur : 5-8)

Di dalam mimpi dunia ini, kita bisa bertemu dengan manusia-manusia lainnya. Kitalah yang mengendalikan buruk atau indahnya mimpi. Berapa banyak kita saksikan, manusia-manusia yang semula ada di sisi kita, tiba-tiba kini tak ada lagi. Dan yakinlah seyakin-yakinnya bahwa kita pun yang kini ada, akan menjadi tiada dan berpindah ke alam nyata, terbangun dari mimpi. Saat itulah kita baru menyadari berapa banyak amalan kita dan sesalan yang tiada terkira karena selama ini telah melalaikan syariat-Nya. Dan qad aflaha al-Mu'minun, alladzinaahum 'an shalatihim Khasyi'un...

Rangkailah mimpi dan berdoa selalu bahwa dunia ini akan menjadi mimpi yang indah. Aku dan kau dihidupkan-Nya dalam dunia yang sama. Hingga kelak kita terbangun dari tidur dunia dengan dijemput sang malaikat maut menuju alam nyata. Akhirat. Dan sebelum itu terjadi., buatlah mimpi indah di dunia ini dengan Allah SWT sebagai tujuan. Karena mimpi kita hari ini akan menentukan masa depan kita, di surga.. atau di neraka. Dan orang-orang beriman ingin
mimpi yang indah itu tercapai. Mimpi indah tentang bayang dirimu.. wahai surga.

sumber: Hudzaifah.org

7 Alam, Hidup Berdampingan


Bagaimana memahami bahwa alam semesta ini memiliki 7 buah langit. Sejauh ini, kita selalu memahami bahwa langit ini ya hanya satu saja : yang terbentang di atas kita. Dan begitulah memang yang juga dipahami oleh ilmu Astronomi.

Dalam pemahaman Astronomi, langit adalah seluruh ruang yang terbentang di atas kita. Atau, terbentang di luar Bumi. Artinya, bukan hanya yang terbentang di atas Indonesia, melainkan juga yang terbentang di balik Bumi Indonesia, yaitu benua Amerika. Atau pun di seluruh benua-benua yang lain. Ya, langit adalah seluruh ruang angkasa semesta, yang di dalamnya ada berbagai benda langit termasuk Matahari, Bumi, planet-planet, galaksi-galaksi: supercluster, dan sebagainya. Hal ini dikemukakan oleh Allah di dalam firmanNya.

QS. Al Mulk (67): 5
"Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat (langit Dunia) dengan bintang-bintang, dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syaitan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa Neraka yang menyala-nyala."

Jadi dalam konteks informasi Al-Qur'an, langit yang berisi bintang-bintang itu memang disebut sebagai langit Dunia. Itulah langit yang kita kenal selama ini. Dan itu pula yang dipelajari oleh ilmu Astronomi selama ini, yang diduga diameternya sekitar 30 miliar tahun cahaya. Dan mengandung bertriliun-triliun benda langit dalam skala tak berhingga.

Namun demikian, ternyata Allah menyebut langit yang demikian besar dan dahsyat itu baru sebagai langit Dunia alias langit pertama. Maka dimanakah letak langit kedua sampai ke tujuh?

Ketika masih kecil dulu, saya. mendapat cerita dari guru ngaji, bahwa langit ini memang ada tujuh lapis. Lantas beliau menambahkan bahwa setiap langit memiliki tangga-tangga tempat naik. Jika kita naik lewat tangga itu maka kita akan bertemu dengan pintu-pintu langit, yang akan mengantarkan kita sampai di langit yang kedua, ketiga, dan seterusnya sampai langit yang ke tujuh.

Saya lantas membayangkan betapa langit itu bagaikan kue lapis Antara langit satu dan langit lainnya bertumpuk-tumpuk ke atas. Dan di setiap perbatasannya ada pintu-pintu, yang bisa dimasuki, plus ada penjaganya. Setelah dewasa, saya merasa lucu sendiri terhadap persepsi yang saya miliki waktu itu, karena sangat berbeda dengan kenyataan yang kita temui lewat astronomi.

Dari segi penafsiran, pemahaman itu sebenarnya memang ada dasarnya. Di antaranya adalah ayat-ayat berikut ini. Akan tetapi, agaknya pemahaman tersebut perlu didiskusikan ulang. Setidak-tidaknya ditinjau agar lebih komprehensif.

QS. Al An'aam (6): 35
"Dan jika perpalingan mereka (darimu) terasa amat berat bagimu, maka jika kamu dapat membuat lubang di Bumi atau tangga ke langit lalu kamu dapat mendatangkan mukjizat kepada mereka, (maka buatlah). Kalau Allah menghendaki tentu saja Allah menjadikan mereka semua dalam petunjuk, sebab itu janganlah kamu sekali-kali termasuk orang-orang yang jahil"

QS. At Thuur (52): 38
"Ataukah mereka mempunyai tangga (ke langit) untuk mendengarkan pada tangga itu (hal-hal yang gaib)? Maka hendaklah orang yang mendengarkan di antara mereka mendatangkan suatu keterangan yang nyata."

QS. Jin (72): 8
“dan sesungguhnya kami telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah panah api�E
QS. An Naba' (78): 18 - 19
"yaitu hari (yang pada waktu itu) ditiup sangkakala lalu kamu datang berkelompok-kelompok. Dan dibukalah langit, maka terdapatlah beberapa pintu,"

Kalau kita baca beberapa ayat di atas, maka kita memang menemukan informasi tentang 'tangga' menuju ke langit, 'penjagaan' yang kuat dan 'pintu pintu'. Namun, marilah kita cermati.

Informasi tentang tangga-tangga menuju langit itu sebenarnya berupa 'pertanyaan' dan 'pengandaian' : "Jika kamu dapat membuat lubang di Bumi dan tangga ke langit. . . " "Ataukah mereka mempunyai tangga ke langit... ". Jadi bukan sebagai sebuah informasi bahwa Allah menyebutkan ada tangga-tangga menuju langit.

Namun, jika pun ada yang menafsirkan itu sebagai sebuah informasi, tentu janganlah dibayangkan sebagaimana tangga yang kita kenal selama ini. Tapi fahamilah bahwa tangga adalah 'jalan' atau lintasan untuk naik ketempat yang lebih tinggi.

Bayangkanlah sebuah pesawat angkasa luar yang akan lepas landas dari Bumi menuju bulan. Maka pesawat tersebut tidak bisa 'seenaknya' melepaskan diri dari muka bumi bergerak lurus menuju Bulan. la harus melewati lintasan, berputar, sebelum lepas dari permukaan Bumi. Nah, lintasan naik ke arah bulan itu bisa diinterpretasikan sebagai 'tangga' menuju langit. Selain itu, ada tangga kenaikan yang bersifat, dimensional, yang akan saya jelaskan pada bagian berikutnya, ketika bercerita tentang perjalanan mi'raj.

Demikian pula informasi tentang 'pintu-pintu'. Janganlah kita membayangkan sebagaimana pintu gerbang atau pintu rumah. Kata 'beberapa pintu' yang digambarkan pada QS. An Naba' : 18 - 19, lebih menggambarkan adanya sebuah 'jalan tembus' antar langit, mulai dari langit pertama yang berdimensi 1 sampai langit ke tujuh yang berdimensi 9. Dan lebih khusus lagi, ayat tersebut menggambarkan dibukanya batas-batas langit pada hari Kiamat.

Jadi, secara umum, pengertian kita tentang perjalanan Rasulullah saw menuju langit yang ke tujuh itu jangan dibayangkan seperti seseorang yang naik tangga ke atas, kemudian bertemu pintu-pintu di batas langit, dan dibukakan oleh penjaganya. Saya kira sebaiknya kita memahami tentang kondisi langit yang sesungguhnya, yang terbentang dalam totalitas kehidupan kita.

Saya kira, sebagaimana telah kita bahas di depan, kita telah memahami gambaran langit pertama. Jika kita bepergian ke angkasa luar, sampai kapan pun kita tidak akan pernah menemukan batas langit. Kita tidak akan menemui ada 'langit-langit' atau atap yang membatasinya. Apalagi menemukan pintu-pintu yang ada penjaganya.

Seandainya kita diberi umur panjang oleh Allah, katakanlah 1 miliar tahun, maka usia yang demikian fantastis itu tidak cukup untuk kita gunakan mengarungi alam semesta. Dan sungguh kita tidak akan pernah menemui batas angkasa. Bahkan seandainya usia kita ditambah 1 miliar tahun lagi, dan bisa bergerak dengan kecepatan cahaya, itu juga masih tidak berarti apa-apa untuk mengarungi alam semesta. Diameter atau garis tengah alam semesta (langit pertama) ini diperkirakan sekitar 283 dikalikan 10 pangkat 21 kilometer. Alias, 283 dengan nol sebanyak 21. Dan cahaya untuk waktu 30 miliar tahun untuk mengarunginya.

Akan tetapi, penggambaran alam semesta di atas menjurus kepada bentuk bola. Padahal penggambaran sebagai sebuah bola itu sebenarnya adalah penggambaran yang tidak tepat. Karena, bentuk alam semesta ini memang tidak seperti bola. Ternyata ruang alam semesta ini melengkung. Kalau bola, ruang di dalamnya kan tidak melengkung, tapi bulat.

Ruang melengkung itu, misalnya, ruang yang terbentuk di dalam sebuah balon udara yang berbentuk donat. Jika kita bergerak ke arah lengkungan donat, maka suatu ketika kita akan sampai di tempat semula. Akan tetapi, alam semesta ini juga tidak berbentuk donat. Sebab donat hanya memiliki ruang melengkung ke satu arah saja. Yaitu, seperti sebuah terowongan yang berputar. Alam semesta ini, melengkungnya bukan satu arah, melainkan ke segala penjuru! Sulit juga ya membayangkannya.

Untuk mempermudah pemahaman kita, maka bayangkanlah sebuah balon udara. Lantas, anggaplah permukaan balon udara itu sebagai Dunia kita. Ambillah spidol, kemudian gambarlah bulatan kecil kecil di permukaan balon itu. Dan, kemudian bayangkanlah bulatan bulatan itu sebagai benda-benda langit, seperti matahari, Bumi, bulan, planet, galaksi dan lain sebagainya.

Jadi, kita sedang membuat perumpamaan: ruangan alam semesta yang berdimensi 3 ini, menjadi sebuah permukaan balon udara yang berdimensi 2. Maka, bayangkanlah, kita sebagai penghuninya bagaikan titik-titik yang hidup di permukaan salah satu bulatan kecil (Bumi) tersebut.

Alam semesta diumpamakan sebagai permukaan balon udara. Bulatan-bulatan kecil di atas permukaan balon itu diumpamakan sebagai matahari, Bumi dan benda-benda langit lainnya. Manusia berada di salah satu bulatan itu.

Nah, sekarang bayangkan, manusia (yang berupa titik) melakukan perjalanan ke angkasa, lepas dari satu bulatan menuju bulatan lain. Maka tidak bisa tidak kita bergerak di permukaan balon itu. Kemudian, kita berpindah lagi ke bulatan-bulatan yang lain, untuk menggambarkan betapa kita sedang melakukan perjalanan antar planet.

Jika perjalanan itu kita teruskan ke arah depan (tidak berbelok belok), misalnya, maka suatu ketika kita akan kembali ke bulatan semula (Bumi). Kenapa bisa begitu? Ya, karena permukaan balon tersebut berbentuk lengkung.

Maka, begitulah analogi (persamaan) bentuk alam semesta ini. Langit kita ini berbentuk lengkung, bagaikan sebuah permukaan balon. Hanya bedanya, permukaan balon adalah 'ruang' berdimensi 2 alias luasan, sedangkan langit kita yang sesungguhnya adalah ruang berdimensi 3 alias volume.

Langit berbentuk lengkung, maka ketika kita melakukan perjalanan ke angkasa luar menuju ke depan, tidak berbelok-belok, suatu ketika kita akan sampai kembali ke Bumi. Itu, kalau usia kita mencukupi. Sayangnya usia kita tidak mencukupi untuk melakukan perjalanan super hebat itu .

Hal ini mirip dengan kalau kita naik sebuah kapal laut atau pesawat terbang untuk mengelilingi Bumi. Misalnya, ambil ke arah matahari terbenam, maka setelah sekian lama kita akan kembali tempat semula.

Saturday, 5 June 2010

Sayalah Yang Paling Jelek


Siapa paling jelek ??!

Ada suatu kisah seorang santri yg menuntut ilmu pada seorang Kyai. Bertahun-tahun telah ia lewati hingga sampai pada suatu ujian terakhir. Ia menghadap Kyai untuk ujian tersebut. "Hai Fulan, kau telah menempuh semua tahapan belajar dan tinggal satu ujian, kalau kamu bisa menjawab berarti kamu lulus ", kata Kyai. "Baik pak Kyai, apa pertanyaannya ?" "Kamu cari orang atau makhluk yang lebih jelek dari kamu, kamu aku beri waktu tiga hari ". Akhirnya santri tersebut meninggalkan pondok untuk melaksanakan tugas dan mencari jawaban atas pertanyaan Kyai-nya.

Hari pertama, sang santri bertemu dengan si Polan pemabuk berat yg dapat di katakan hampir tiap hari mabuk-mabukan. Santri berkata dalam hati, " Inilah orang yang lebih jelek dari saya. Aku telah beribadah puluhan tahun sedang dia mabuk-mabukan terus ". Tetapi sesampai ia di rumah, timbul pikirannya. "Belum tentu, sekarang Polan mabuk-mabukan siapa tahu pada akhir hayatnya Alloh memberi Hidayah (petunjuk) dan dia Khusnul Khotimah dan aku sekarang baik banyak ibadah tetapi pada akhir hayat di kehendaki Suul Khotimah,bagaimana ? Dia belum tentu lebih jelek dari saya.

Hari kedua, santri jalan keluar rumah dan ketemu dengan seekor anjing yg menjijikan rupanya, sudah bulunya kusut, kudisan dsb. Santri bergumam, " Ketemu sekarang yg lebih jelek dari aku. Anjing ini sudah haram dimakan, kudisan, jelek lagi " . Santri gembira karena telah dapat jawaban atas pertanyaan gurunya. Waktu akan tidur sehabis 'Isya, dia merenung, "Anjing itu kalau mati, habis perkara dia. Dia tidak dimintai tanggung jawab atas perbuatannya oleh Alloh, sedangkan aku akan dimintai pertanggung jawaban yg sangat berat yg kalau aku berbuat banyak dosa, aku akan masuk neraka. "Aku tidak lebih baik dari anjing itu".

Hari ketiga akhirnya santri menghadap Kyai. Kyai bertanya, "Sudah dapat jawabannya muridku ?" "Sudah guru", santri menjawab. " Ternyata orang yang paling jelek adalah saya, guru". Sang Kyai tersenyum, "Kamu aku nyatakan lulus".

Pelajaran yg dapat kita petik adalah: Selama kita masih sama-sama hidup kita tidak boleh sombong/merasa lebih baik dari orang/mahkluk lain. Yang berhak sombong adalah Allah SWT. Karena kita tidak tahu bagaimana akhir hidup kita nanti. Dengan demikian maka kita akan belajar berprasangka baik kepada orang/mahkluk lain yg sama-sama ciptaan Allah.