Tarbiyah Dzatiyah adalah sejumlah sarana tarbiyah (pembinaan) yang diberikan orang Muslim/Muslimah kepada dirinya, untuk membentuk kepribadian Islami yang sempurna di seluruh sisinya ; ilmiah, iman, akhlak, sosial, dan lain sebagainya, dan naik tinggi ke tingkatan kesempurnaan sebagai manusia.
Atau dengan kata lain, Tarbiyah Dzatiyah berbeda dengan Tarbiyah Jama?iyah (kolektif) atau forum - forum umum yang dikerjakan seseorang, atau ia geluti bersama orang lain, atau ia ter-tarbiyah (terbina) didalamnya bersama mereka, seperti misalnya masjid, keluarga, sekolah, media informasi, persahabatan, rihlah (rekreasi), kunjungan, acara - acara, dan program - program lainnya.
Kemampuan tarbiyah dzatiyah menjadikan dai mampu bertahan dalam berbagai ujian dan cobaan dakwah. Ia tidak futur (malas dan lesu), tidak kendur semangat dakwahnya, pemikirannya tidak jumud dan tidak akan bimbang dan ragu menjawab berbagai tuduhan miring serta yang sangat diharapkan dari efek tarbiyah dzatiyah adalah seorang dai mampu menyelesaikan persoalan yang menghadangnya.
Dengan sikap itu aktivis dakwah tidak sangat bergantung pada bayanat pusat atau qararat qiyadah. Melainkan ia mampu mengembangkan dakwah sebagaimana mestinya. Dan dapat mengambil keputusan yang tepat.
Begitulah kepribadian aktivis dakwah yang mumpuni dalam mengemban amanah mulia. Mereka dapat menunaikan tugas tersebut dengan sebaik-baiknya. Lantaran tarbiyah dzatiyah yang ada pada diri mereka. Malah banyak tugas-tugas lain dapat diselesaikan dengan nilai cumlaude. Sebaliknya aktivis dakwah yang tidak mampu meningkatkan integritas dirinya cenderung linglung. Bahkan mungkin akan menimbulkan kegaduhan dalam kerja dakwah. Sebagaimana ungkapan pujangga lama ‘Al-‘askarul ladzi tasuduhul bithalah yujidul musyaghabati, aktivis yang tidak punya kemampuan untuk berbuat sesuatu sangat potensial membuat kegaduhan dalam kerja dakwah’.
Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah Al-Mutaharikah (Kepribadian Aktivis Islam)
Tidak dipungkiri bahwa Tarbiyah Dzatiyah menjadi kepribadian aktivis Islam. Bahkan Rasulullah saw. menilai hal ini sebagai prasyarat untuk para duta Islam dalam mengembangkan dakwah. Karenanya hal ini menjadi point dalam fit and profer-test bagi mereka yang akan menjalani tugasnya. Sehingga seseorang yang diutus ke suatu tempat, Nabi saw. mempertimbangkan kemampuannya dalam pengembangan integritas dirinya.
Kapabilitas yang semacam itu diharapkan mampu menyelesaikan setiap permasalahan yang selalu muncul di lapangan dakwah. Sehingga ia tidak selalu menyerahkan masalah itu pada qiyadah dakwah ataupun aktivis lainnya. Dengan kemampuan itu aktivis dakwah tidak gamang dalam menyikapi berbagai urusan yang terkait dengan tanggung jawabnya. Karena tanpa sikap itu persoalan dakwah akan bertambah pelik dan menambah beban qiyadah. Telah sering kita dengar qiyadah dakwah mengarahkan agar aktivis tidak selalu mengandalkan jawaban dari pusat atau menunggu bayanatnya. Melainkan mereka perlu menyikapi dengan cepat apa yang mesti diambil sikapnya untuk menuntaskan suatu permasalahan.
Meski demikian kita pun perlu melihat koridornya agar tidak terjebak dalam membebaskan diri untuk selalu bersikap di luar kendali qiyadah. Karena ini pun akan menimbulkan kekisruhan dalam struktural kendali dakwah. Karena itu perlu menempatkan secara imbang terhadap permasalahan ini. Peningkatan integritas diri dan mematuhi rambu-rambu qiyadah. Yang lebih berbahaya lagi bagi aktivis dakwah adalah bila tidak memiliki keduanya. Syaikh Hamid ‘Asykariyah menegaskan, “mereka yang sudah tidak punyai kebaikan (peningkatan integritas diri dan mematuhi rambu-rambu qiyadah), mereka telah kehilangan kesadaran terhadap kemuliaan dakwah dan kepunahan perilaku taat pada qiyadah. Siapa yang telah kehilangan dua hal ini, maka mereka tidak ada gunanya tetap berada dalam barisan dakwah bersama kita.”
Ada’u Mutathallibatil Manhaj (Menyelesaikan Tuntutan Manhaj)
Manhaj dakwah memberikan ruang yang banyak untuk sarana tarbiyah agar dapat merealisasikannya seoptimal mungkin. Baik melalui liqaat tarbawiyah, daurah, seminar, mukhayyam ataupun tarbiyah dzatiyah. Untuk mengaplikasikan manhaj dakwah yang begitu banyak dan padat tidaklah memadai dengan sarana tarbiyah regular. Karena keterbatasan alokasi waktu maupun keterbatasan Murabbi dalam menyelesaikan tuntutan manhaj. Maka tarbiyah dzatiyah menjadi sarana untuk menyelaraskan tuntutan manhaj tersebut.
Oleh karena itu perlu dipahami dengan benar pada setiap aktivis dakwah agar dapat melakukan tarbiyah dzatiyah dalam dirinya. Hal ini akan sangat membantu mengaplikasikan nilai-nilai tarbawiyah secara maksimal. Dan dapat mencapai arahan manhaj yang menjadi acuan dakwah untuk mewujudkan dai yang siap meringankan perjalanan dakwah ini. Bila masing-masing aktivis sibuk untuk merealisasikan manhaj dalam dirinya sebagaimana tuntutan manhaj maka semua aktivis akan aktif dengan berbagai program dan kegiatannya.
Tarqiyatu Ath-Thaqah Adz-Dzatiyah (Peningkatan Potensi Diri)
Peran serta aktivis terhadap dakwah sangatlah dimarakkan agar mereka dapat memberikan kontribusinya dan menjadi bagian dari dakwah. Dai yang dapat melakukan hal ini adalah mereka yang memahami betul potensi dirinya. Potensi yang dapat bermanfaat bagi perjalanan dakwah.
Menajamkan potensi diri menjadi aktivitas rutin. Seyogianya semakin hari semakin tajam potensi yang dimilikinya. Grafik potensinya selalu naik seiring perjalanan waktu. Sebagaimana yang dialami para pendahulu dakwah. Mereka senantiasa berada dalam kondisi puncak setiap bergulirnya waktu. Imam Ibrahim Al-Harby selalu mengomentari sahabat-sahabatnya dengan ungkapan istimewa. Katanya, “Aku sudah bergaul dengan fulan bin fulan beberapa waktu, siang dan malam. Dan tidak aku jumpai pada dirinya kecuali ia lebih baik dari kemarin.”
Layaknya aktivis dakwah dapat mengembangkan diri agar potensi yang dimilikinya betul-betul dapat didayagunakan seoptimal mungkin. Sehingga mereka bisa berada di garis terdepan. Bahkan sepatutnya dalam kondisi lebih baik dari hari-harinya yang telah lewat. Kondisi yang prima dan selalu lebih baik dari kemarin akan membuatnya istijabah fauriyah (dapat memenuhi panggilan dakwah dengan cepat) yang semakin kompleks tuntutannya. Dengan potensi yang demikian, aktivis dakwah dapat menempati lini yang beragam dalam tugas mulia ini. Karenanya tarbiyah dzatiyah adalah upaya untuk meningkatkan dan menajamkan seluruh potensi aktivis dakwah yang beragam.
Adapun aspek-aspek yang perlu ditingkatkan aktivis dakwah dalam tarbiyah dzatiyah terhadap dirinya meliputi:
1. Ar-Ruhiyah (Spiritual)
Sudah menjadi kebiasaan bagi para dai untuk dapat meningkatkan ketahanan ruhiyahnya. Sehingga ia tidak lemah dalam mengemban tugas mulia. Ruhiyah yang kokoh menjadi variable yang sangat menentukan. Bila perlu setiap aktivis memiliki program personal dalam menjaga ketahanan ruhiyah. Seperti merutinkan diri untuk shalat berjamaah di masjid, shaum sunnah, qiyamullail, sedekah, ziarah kubur ataupun aktivitas lainnya yang berdampak pada kesehatan ruhaninya.
Dengan upaya itu insya Allah maknawiyah dai tidak ringkih dan kendur. Kondisi maknawiyah yang rapuh akan berdampak negatif bagi dirinya dalam menjalankan tugas dakwah. Disamping itu, tampaknya para aktivis perlu mencermati naik turunnya ruhaniyah diri mereka sendiri. Bahkan sedapat mungkin mempunyai patokan yang terukur agar dapat dievaluasi dengan seksama baik melalui orang terdekat (murabbi, pasangan, teman) ataupun cukup diri sendiri.
Ambillah pelajaran dari sikap para sahabat dalam mentarbiyah ruhiyah mereka masing-masing. Ada yang selalu menjaga keadaan diri agar selalu dalam keadaan berwudlu’. Ada pula yang senantiasa mengunjungi orang yang sedang mengalami cobaan hidup. Ada juga yang berziarah ke makam, dan upaya lainnya. Camkanlah nasihat Umar ibnul Khathtab, “Hitung-hitunglah dirimu sebelum kamu dihisab Allah swt. di hari Perhitungan (akhirat).”
2. Al-Fikriyah (Pemikiran)
Pada dasarnya pemikiran manusia senantiasa menuntut konsumsinya agar tidak mengalami kejumudan berpikir. Untuk memenuhi tuntutan tersebut tidaklah cukup mengandalkan muatan pemikiran dari majelis liqaat tarbiyah semata. Akan tetapi dapat mencari berbagai sumber penggalian berpikir. Bisa melalui penelaahan kitab, menghadiri acara kajian ilmiah ataupun kegiatan peningkatan wawasan lainnya.
Telah banyak paparan nash dari Al-Qur’an ataupun Hadits yang menyuruh untuk memberdayakan kemampuan berpikir dengan melakukan pengamatan dan pengkajian. Sehingga pemikiran dai senantiasa dalam pencerahan bahkan ia selalu dapat mencari solusi yang pas. Bila demikian halnya pemikiran aktivis senantiasa berkembang dan menjadi pintu gerbang kemajuan intelektual. Maka, adalah wajib bagi aktivis dakwah untuk membaca buku beberapa jam dalam setiap hari serta memiliki perpustakaan pribadi di rumahnya sekalipun kecil.
3. Al-Maliyah (Material)
Dakwah juga dipengaruhi oleh kekuatan material. Tidak terkecuali para pengembannya. Karena itu setiap aktivis harus memiliki kemampuan interpreneurshipnya agar tidak menjadi beban orang lain. Ini harus menjadi muwashafat dai. Dai harus memiliki kemampuan mencari penghidupan bagi dirinya (qadirun alal kasabi).
Para sahabat yang diridhai Allah swt. telah memberikan pelajaran pada kita semua bahwa mereka tidak menjadi beban bagi saudara. Kaum Muhajirin yang datang ke Madinah tidak membawa apa-apa, namun mereka tidak mengandalkan bantuan kaum Anshar. Kaum Muhajirin mampu mengembangkan potensi maaliyah dirinya. Mereka pun akhirnya dapat hidup sebagaimana layaknya malah ada yang lebih baik dari kehidupannya di Mekkah.
4. Al-Maidaniyah (Penguasaan Lapangan)
Penguasaan lapangan juga hal sangat penting bagi perkembangan dakwah ini. Seorang aktivis mesti memahami medan yang dihadapinya dengan cepat. Penguasaan lapangan yang cepat dan tangkap dapat memperoleh taktik dan strategi yang tepat untuk dakwah ini. Pengenalannya yang bagus dapat menentukan strategi apa yang cocok dan pas bagi wilayah tersebut. Maka ketika para sahabat berada di tempat yang baru mereka mulai belajar untuk mengenal medan dan lingkungannya. Sehingga perjalanan dakwah mereka berkembang dengan pesat. Seperti dakwah di Madinah oleh Mush’ab bin Umair dan sahabat lainnya.
Dari sinilah setiap aktivis perlu mengenal dengan betul wilayahnya. Sehingga dapat terdeteksi dengan cepat mana yang menjadi peluang dakwah dan mana pula yang menjadi hambatannya. Sehingga ia dapat mensikapinya dari keadaan tersebut. Bila menemui sumbatan ia cepat mengantisipasinya.
5. Al-Harakiyah (Gerakan Dakwah)
Penguasaan harakiyah pun menjadi aspek tarbiyah dzatiyah yang perlu diperhatikan sehingga aktivis dakwah bisa mengikuti lajunya gerakan dakwah. Ini bisa terjadi apabila seorang aktivis dapat menyelami geliat dakwah dan pergerakannya. Pemahaman terhadap gerakan dakwah yang tepat melahirkan sikap dai yang mengerti benar tentang sikap apa yang harus dilakukan untuk kepentingan dakwah.
Sebagaimana yang dilakukan Hudzaifah Ibnul Yaman ketika masuk ke tengah barisan musuh. Saat kondisi malam yang gelap dan mencekam seperti itu, Abu Sufyan sangat khawatir pasukannya diinfiltrasi. Sehingga ia mengumumkan agar seluruh prajurit harus mengenal siapa yang ada di kiri kanannya. Setelah selesai memberikan komando itu Hudzaifah lantas memegang tangan orang yang ada di sisi kanan dan kirinya sambil menanyakan siapa engkau. Tentu saja mereka menjawab saya fulan bin fulan. Dengan kesigapannya Huzaifah tidak ditanya orang.
Sasaran yang hendak dicapai dari tarbiyah dzatiyah bagi seorang aktivis dan perkembangan dakwah adalah sebagai berikut:
Al-Munawaratul Al-Harakiyah (Gerak Manuver Dakwah)
Sasaran tarbiyah dzatiyah ini adalah untuk dapat mengembangkan gerak manuver dakwah ke berbagai wilayah dan pelosok. Sehingga banyak wilayah dan manusia lain yang mendapatkan sentuhan dari dakwah dan dainya. Wilayah dakwah semakin hari semakin meluas dan aktivis dakwahnya semakin hari semakin bertambah tentu juga peningkatan mutu kualitasnya. Dalam kajian Fiqhus Sirah, Syaikh Munir Muhammad Ghadhban diungkapkan bahwa Rasulullah saw. setiap tahun selalu mendapatkan informasi mengenai bertambahnya suku, kabilah atau orang yang tersentuh dakwah Islam dan menjadi pengikutnya yang setia. Ini tentu sangat terkait dengan para penyebar dakwahnya. Mereka adalah manusia-manusia yang selalu dalam kondisi meningkat iman dan taqwanya serta meningkat dalam merespon perintah dari Allah dan Rasul-Nya. Dengan kata lain bahwa tarbiyah dzatiyahnya sudah sangat mapan.
Al-Matanah An-Nafsiyah Ad-Dakhiliyah (Soliditas Personal)
Tarbiyah dzatiyah juga untuk meningkatkan daya tahan dai. Aktivis yang tidak lemah mentalnya, tidak jumud pikirannya, tidak menjadi beban material aktivis lainnya, tidak bingung dengan sekitarnya dan tidak pula linglung atau ketinggalan jauh dari lajunya dakwah ini. Aktivis yang tidak menjadi beban bagi dakwah atau membuat bertambahnya beban pemikiran para qiyadah.
Dengan begitu akan muncul aktivis yang tangguh dalam menunaikan amanah dakwah. Aktivis yang prima staminanya dalam menjalankan tugas. Sehingga perjalanan ini semakin lancar dan mulus untuk meniti jalan kemenangan dakwah. Bila hal ini tercapai dakwah tidak disibukkan dengan urusan internal dan konfliknya. Sebaliknya para aktivis akan sibuk dengan manuver dakwahnya.
Upaya Memulai Tarbiyah Dzatiyah Bagi Aktivis
Untuk dapat menjalankan program tarbiyah dzatiyah hendaknya perlu mempertimbangkan kiat berikut:
Pertama, buatlah fokus sasaran tarbiyah dzatiyah yang akan dilaksanakan oleh masing-masing individu. Misalnya, aspek ruhiyah seperti apa yang diinginkan dengan gambaran dan ukuran yang jelas seperti shalat lima waktu berjamaah di masjid, selalu membaca 1 juz Al-Qur’an dalam setiap hari. Demikian pula aspek fikriyah ataupun aspek yang lainnya. Sehingga semakin teranglah fokus yang hendak dicapai.
Kedua, setelah menentukan fokusnya maka mulailah memperhatikan sisi prioritas amal yang hendak dilakukan. Aspek mana saja yang akan dilakukan dengan segera. Hal ini tentu melihat pertimbangan kebutuhan saat ini. Misalnya aspek ruhiyah yang diprioritaskan, maka buatlah program yang jelas untuk segera dikerjakan.
Ketiga, sesudah itu mulailah melaksanakan dari hal yang ringan dan mudah dari program yang telah ditetapkan agar dapat dilakukan secara berkesinambungan.
Keempat, agar dapat menjadi program kegiatan yang jelas, tekadkan untuk memulainya dari saat ini dan berdoalah pada Allah swt. agar dimudahkan dalam menjalankan ikrarnya.
Kelima, untuk dapat bertahan terus melakukannya, upayakan untuk memberikan sanksi bila melanggar ketentuan yang telah diikrarkan.