Monday, 10 May 2010

"Pentingnya Kalimat Yang Baik Di Dalam Berdakwah"


Bagaimanakah Kalimat yang Baik itu?

Di antara hal-hal pokok yang dapat dijadikan tolok ukur dari kalimat yang baik adalah apabila:
• Dapat membuat orang lain yang mendengar senang dan menjadikan hatinya luluh.
• Memberikan pengaruh yang besar kedalam jiwa orang yang mende-ngarnya.
• Membuahkan efek positif dan tindakan yang baik dalam segala kondisi, dengan izin Allah.
• Dapat membuka pintu-pintu kebaikan dan menutup pintu-pintu keburukan.

Di samping itu kalimat yang baik juga memiliki ciri-ciri, di antaranya adalah:
1. Indah, lembut, tidak menyinggung perasaan dan tidak mencabik-cabik jiwa (perasaan).
2. Indah dalam lafal (susunan kata) maupun makna (isi).
3. Membuat rindu orang yang mendengarnya dan membuat hati tergetar/tersentuh.
4. Memberikan hasil yang positif dan berguna, tujuannya membangun, dan manfaatnya nyata.

Dalil-Dalil Berkaitan dengan Kalimat yang Baik

1. Dari Al-Qur’anul Karim

“Serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia.” (Al-Baqarah : 83)

“Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku,”Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar)” (Al-Israa’ : 53)

“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar”. (An-Nisaa :114)

“Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang shalih” (Faathir :10)

2. Dari as-Sunnah/Hadits Nabi .

“Jagalah diri kalian dari api neraka walau hanya dengan separuh buah kurma dan kalau kalian tidak memilikinya, maka dengan kalimat yang baik.” (HR. Al-Bukhari)
Maka kalimat yang baik dapat menjadi salah satu sebab keselamatan dari Neraka. Dan boleh jadi seorang dai menyampaikan ucapan yang baik, dengan niat yang benar, lalu dengannya Allah menyelamatkan orang lain dari Neraka, maka layak bagi dai tersebut untuk mendapatkan balasan yang semisalnya dari Allah, yaitu diselamatkan dari api Neraka.Karena balasan adalah setimpal dengan apa yang telah dikerjakan.

“Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan kalimat yang diridhai Allah, yang tanpa ia sangka-sangka ternyata dengan kalimat itu Allah mengangkatnya beberapa derajat.”(HR. Al-Bukhari).
Bayangkan saja, betapa besar karunia dan keutamaan yang Allah berikan kepada hambaNya apalagi bagi anda para da’i, yang setiap hari membagi-bagikan kalimat yang baik kepada orang lain, kelak Allah akan membalas anda semua dengan keridhaan-Nya dan mengangkat derajat anda di Surga.

“Dan kalimat yang baik adalah (merupakan) sedekah.” (HR. Al-Bukhari)

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah berkata yang baik atau diam.” (HR. Al-Bukhari-Muslim)
Merupakan salah satu dari buah keimanan kepada Allah dan Hari Akhir adalah seseorang berbicara yang baik dan memberi manfaat bagi dirinya, orang lain dan umat.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr , Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam pernah memberitahukan bahwa di Surga ada kamar yang bagian luarnya tampak dari dalam dan bagian dalamnya tampak dari luar. Ketika ditanyakan untuk siapakah kamar itu, maka Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam menjawab,

“Bagi orang yang memperbagus ucapannya, memberikan makan, dan bangun (shalat) malam ketika orang sedang tidur.” (Shahih riwayat Ath-Thabrani dan Al-Hakim)

Beberapa Faidah Kalimat yang Baik
1. Merupakan lambang dan cerminan dari orang yang mengucapkannya, juga sebagai tanda kebaikan pengu-capnya.
2. Dapat menjaga diri dari api Neraka.
3. Dapat mengubah musuh menjadi kawan, kebencian dan rasa dongkol menjadi cinta kasih dan kelembutan dengan izin Allah.
4. Membuahkan perilaku yang baik di dalam segala kondisi.
5. Kalimat yang baik naik ke langit dan dapat membuka pintu-pintunya.
6. Ia merupakan petunjuk (hidayah) dari Allah dan keutamaan dariNya.
7. Pahalanya disejajarkan dengan pahala sedekah.
8. Dapat menenangkan hati yang gundah, menghapus air mata dan mendamaikan orang yang sedang bermusuhan.
Dan masih banyak faidah-faidah yang lain.

Kalimat yang Baik dan Senyum
Senyum atau wajah berseri biasanya merupakan pasangan dari kalimat yang baik, bahkan keduanya merupakan dua hal yang sangat sulit untuk dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Maka setiap muslim dan lebih khusus para da’i hendaknya selalu berhias dengan dua perilaku ini di hadapan orang lain. Sehingga terjalin hubungan yang harmonis dan saling bersikap lembut. Sebab tidak ada kebaikan pada diri seseorang yang tidak mau bersikap lembut dan tidak mau diajak lembut.
Seorang sahabat Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam Jarir Al Bajaliy berkata, ”Tidak pernah kulihat Rasul Shallallaahu alaihi wa Sallam di hadapanku kecuali beliau pasti tersenyum.”
Sebagai perbandingan atau rumus adalah, kalimat yang baik bila diga-bungkan dengan senyum (muka yang berseri) maka akan menghasilkan cinta dan kelembutan.
Nabi n merupakan orang yang paling baik ucapannya, beliau banyak diam, namun kalau berbicara selalu fasih dan benar. Beliau tidak pernah berbicara, kecuali yang perlu-perlu saja, selalu cerah dan bergembira, mempermudah orang, lemah lembut kepada orang lain, tidak kasar atau keras, tidak membentak atau teriak-teriak, tidak berkata kotor maupun mencela. Selalu berkata benar dan tidak berbicara, kecuali karena mengaharap ridha dan pahala Allah. Inilah sebagian dari sifat Nabi n yang disebut oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala sebagai manusia ‘ala khuluqin ‘adzim (memiliki akhlaq yang agung), (surat Al-Qalam ayat 4).

Bagaimana Berbicara dengan Orang lain?
Islam mengajarkan adab berbicara dengan orang lain dan kaidah yang dituntut agar selalu dijaga. Dengan menerapkannya,maka seorang muslim berarti telah berusaha untuk berada dalam koridor yang ditetapkan oleh Allah dan beramal di atas keridhaan-Nya serta menjauhi kemurkaan-Nya.
Adab-Adab tersebut adalah :

1. Hendaknya Setiap Pembicaraan Bertujuan untuk Kebaikan. Sebagaimana hadits riwayat Imam Al-Bukhari yang menjelaskan bahwa barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah berkata yang baik atau diam. Maka setiap pembicaraan diusahakan memiliki nilai kebaikan, ia juga harus mempunyai sasaran dan memberi faidah.

2. Jauh dari Segala Unsur Kebatilan.
Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu pernah berkata, “Orang yang paling besar dosanya di Hari Kiamat adalah yang paling banyak terjerumus dalam kebatilan.” Berkata juga Salman Radhiallaahu anhu , “Orang yang paling banyak dosanya di Hari Kiamat adalah yang paling banyak terlibat dalam kemaksiatan.”

3. Menjauhi Pertengkaran dan Jidal.
Dari Abu Umamah Al-Bahili Radhiallaahu anhu , dari Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam beliau bersabda,
“Aku menjamin rumah di tepi surga bagi siapa saja yang meninggalkan miro’ (perdebatan) walaupun ia berada di pihak yang benar.”

4. Jauh dari Memperbesar/Memperberat Pembicaraan dan Masalah.
Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda,
“Sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh dariku kedudukan-nya di Hari Kiamat adalah orang yang banyak berceloteh, yang besar mulut dan orang yang suka memperlebar ucapan.”

5. Menyesuaikan Diri dengan Lawan Bicara, Baik dari Sisi Syar’i maupun Kondisi. Tercermin dari sabda Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam ,
“Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak menyayangi yang lebih kecil dan tidak menaruh rasa hormat terhadap yang lebih tua.” (Berkata Imam An-Nawawi, ”Hadits shahih riwayat Abu Dawud dan At-Tirmidzi, berkata At-Tirmidzi,”Hadits hasan shahih).
Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam telah mengajarkan kepada para sahabatnya tentang perilaku dan jalan hidup beserta penerapannya. Yaitu dengan memberikan kepada orang yang memiliki keutamaan dan kedudukan apa yang sesuai untuknya, baik itu dalam masalah imamah ‘uzhma, dalam keamiran yang skalanya lebih kecil, dalam masalah imam shalat serta dalam berbagai sikap dan perila-ku dalam bermasyarakat secara umum.

Sumber : Kutaib, “Al-Kalimah Ath-Thayyibah Kaifa Tastatsmiruha Da’awi-yan” Kholid bin Abdurrahman Ad-Darwisy, terbitan Darul Wathan Riyadh.

“Berbanggalah Muslimah……………yang Cantik..!"


BISMILLAH...

Cantik………………sungguh cantik

Tahukan wahai saudariku,…bahwa muslimah itu cantik…..dan bukankah tiap kita mencintai dan menginginkan kecantikan …?


Muslimah itu sungguh cantik……..

Bibirnya slalu dihiasi dan dibasahi dengan kecantikan tasbih (Ali Imron : 41) dan tahmid kepada Robnya. Lantunan ayat-ayat Quran yang menyejukkan hati dan menenangkan pikiran senantiasa berteman dengan bibir dan lidahnya, nasehat dan tutur kata yang santun menghancurkan semua karang dan benteng rasa dendam. Lidahnya tak pernah lepas dari ucapan syukur atas nikmat nikmat dari tuhannya (Al Baqoroh : 152). Terjaga lidahnya dari cacian, umpatan, olok-olokan, makian dan segala kata-kata kotor yang menyakitkan hati (Al Hujaraat: 11).


Ya….Muslimah memang sungguh cantik…secantik bening matanya.

Kedua matanya yang bening selalu terjaga dari hal-hal yang haram untuk dilihatnya (An Nuur: 31). Kebeningan dan kejernihan matanya sejernih air mata yang setiap malang keluar dari telaga airmatanya (AL Muzammil : 2), mencuci dosa-dosa yang sempat hinggap, yang mengalir deras karena rasa takut dan penyesalan yang mendalam, bersimpuh dihadapan Rob nya, merayu dan merajuk agar mendapatkan maghfirohnya.


Sungguh ….Muslimah itu cantik…..

Secantik hatinya yang slalu tunduk pada Rob nya. Hati yang penuh dengan rasa kecintaan kepada Rob nya (Ali Imron:31). Jauh hatinya dari rasa dengki, sombong dan hasud. Keikhlasan senantiasa menghiasi qolbu yang yang pernah lupa akan kebesaran Rob nya (An Nisaa: 125). Hati yang senantiasa siap menerima kebenaran dan keimanan. Hatinya bak cermin nan indah dan bersih, yang selalu siap menerima nur hidayah dari Robnya dan memantulkannnya, menyebarkannya keseluruh penjuru jagad raya. Qolbu yang senantiasa bersih dari prasangka dan fitnah kepada saudaranya.


Maha Besar dan Maha Suci Allah yang telah menciptakan muslimah dengan kecantikannya. Secantik pakaian taqwa yang senantiasa dikenakannya. Sebaik-baik pakaian yang mendapatkan pujian dari Rob nya (Al A’raaf : 26). Seindah indah pakaian yang tiada ganti yang lebih indah darinya. Pakaian yang senantiasa melindunginya, dimanapundan kapanpun dia berada. Pakaian yang membedakan dirinya dari wanita wanita lain yang tanpa pakaian, pakaian yang akan membawanya menuju pribadi nan mulia, pakaian yang akan membawanya berjumpa dengan Rob nya tercinta.


Sungguh…..cantik muslimah…

Secantik akhlaq dan budi pekertinya yang diselubungi pakaian taqwanya (As Shaad : 46)(Al Qalam: 4). Yang dengan akhlak dan budi pekertinya yang mulia itu menentramkan orang orang disekitarnya, hilang kecemasan dan kerisauan disekelilingnya, berganti rasa cemburu dan curiga menjadi rasa kasih sayang dan kepercayaan yang mulia.


Sungguh……..muslimah itu cantik

Secantik ketulusan cintanya kepada saudaranya. Ukhuwah yang demikian mendalam menghancurkan bongkahan-bongkahan kebekuan yang bersemayam di dalam hati, melunakkannya dari kekakuan dan kekerasan, menyegarkannya kembali dengan kasih sayang dan kepercaaan.(Al Maaidah:54)


Sungguh,……Muslimah itu benar-benar cantik…

Kecantikan yang sesungguhnya…

Kecantikan yang tiada bandingannya..

Tasbih sebagai lipstik bibirnya

Air mata taubat sebagai pelentik bulu matanya

Malu dan Akhlak mulia sebagai perhiasannya

Taqwa sebagai pakaian terindahnya…..


Sungguh…muslimah itu cantik

Maka bersyukur para muslimah

Yang bangga akan kemuslimahannya

Tapi…….

Kebanggaan karena ketaqwaan dan keikhlasannya



Wahai para wanita………

Sudahkan engkau menggapai kecantikan itu………

"Senyuman, Hadiah yang Paling Berharga"


Terkadang hadiah yang paling berharga dan berkesan adalah senyum dan kata-kata yang baik lagi santun.

Ketika Rasulullah mengajak para sahabatnya untuk saling memberikan hadiah, dengan tujuan untuk menghilangkan permusuhan atau kemarahan diantara mereka sehingga kemudian mendatangkan persahabatan dan kecintaan. Beliau bersabda: Saling berjabat-tanganlah kalian, maka akan hilang kedengkian, dan saling memberi hadiahlah kalian, maka kalian akan saling mencintai. Sesungguhnya, manusia dengan tabiatnya, merasa bahagia ketika mendengar ada orang yang memujinya atau mengkhususkannya, ataupun menyanjungnya dengan sanjungan yang layak, atau bila ada orang yang menghormati dirinya. Maka dia akan merasa dianggap harga dirinya, dan akan bertambah rasa saling mencintai antar sesama.

Sesungguhnya hadiah, adalah satu dari sekian banyak sarana untuk menciptakan suasana yang bermakna pujian, sanjungan, dan penghormatan diantara sesama, sebab dengan itu keinginan untuk mengungkapkan perasaan-perasaan dari sesama kita bisa tercapai Misalnya dari ketetanggaan, kita memberikan hadiah dengan penuh senyum dan ucapan-ucapan yang santun akan menggenapkan maksud dan tujuan yang pada gilirannya akan menambah kedekatan hubungan kemanusiaan, dan semakin berkembang rasa cinta dan penghormatan.

Dan sesuai dengan apa yang dikemukakan psikolog, Sesungguhnya hadiah termasuk salah satu jenis solusi kejiwaan untuk mengobati kegersangan jiwa itu sendiri, dimana hadiah tersebut merupakan implementasi penghargaan, penghormatan, kekaguman kepada orang lain yang bermuara pada membahagiakan orang lain. Kalau hadiah itu diberikan kepada orang yang paling dekat kepada kita, seperti seorang suami kepada isteri, ataupun sebaliknya, atau seorang anak atau puteri kepada kedua orang tuanya atau pun sebaliknya, atau seorang sahabat atau kawan jauh, maka itu semua sangat bernilai dihadapan orang yang menerima hadiah.

Sesungguhnya, nilai hadiah bukanlah pada nilai nominalnya, melainkan pada kedudukannya yang bisa memaknakan perasaan kemanusiaan. Yang demikian krena manusia butuh kepada bantuan kejiwaan secara terus-menerus, baik dari orang di sekelilingnya, ataupun kerabat, dalam berbagai jenis hadiahnya. Contohnya: ketika mengunjungi orang sakit disamping memang hal itu wajib, akan tetapi dengan memberikan hadiah, … kata-kata yang memotivasinya adalah hadiah, …surat-menyurat adalah hadiah, … dan hadiah adalah bermacam-macam. Sesungguhnya hadiah yang baik akan melanggengkan persahabatan, dan orang yang menerima hadiah pun menganggapnya sebagai sesuatuyang indah. Orang yang memberinya pun akan bahagia karena bisa memberikan sesuatu yang berharga kepada sahabatnya. Sesungguhnya hadiah merupakan solusi terhadap segala problematika persahabatan, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat, dimana ia bisa menambah kuat ikatan kekerabatan, antara pemberi dan penerima hadiah.

Oleh karena itu, sudah semestinya, kita semuanya, yang besar maupun kecil untuk membiasakan diri untuk selalu berbuat baik kepada sesama. Kita memberinya hadiah, ataupun kenang-kenangan pada berbagai kesempatan yang ada dan kita tambahkan dengan dua hadiah lainnya, yaitu senyum yang ikhlas dan ucapan yang santun yang keduanya tidak perlu membeli.

Pererat Ukhuwah Dengan Ucapan Salam


Salam adalah sapaan Nabi Adam ‘alaihis salam dan anak turunannya

Ucapan salam “السلام عليكم” adalah ucapan selamatyang telah diajarkan sejak nabi Adam ‘alaihis salam diciptakan.Kemudian ucapan salam ini menjadi kalimat sapaan bagi seluruh anakturunannya. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لَمَّا خَلَقَ اللهُ آدَمَ قَالَ: اِذْهَبْفَسَلِّمْ عَلَى أُولـَٰئِكَ النَّفَرِ- وَهُمْ نَفَرٌ مِنَ المْلآئِكَةِجُلُوسٌ - فَاسْتَمِعْ مَا يُجِيْبُوْنَكَ فَإِنَّهَا تَحِيَّتُكَ وَتَحِيَّةُ ذُرِّيَّتِكَ، قَالَ: فَذَهَبَ. فَقَالَ: السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ. فَقَالُوْا: السَّلاَمُ عَلَيْكَ وَرَحْمَةُ اللهِ. قَالَ: فَزَادُوْهُ وَرَحْمَةُ اللهِ. (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)

“Ketika Allah subhanahu wata’ala menciptakan Adam ‘alahis salam,Allah subhanahu wata’ala berfirman kepadanya: “Pergilah engkau danberikanlah salam kepada mereka -yakni para malaikat yang ada disana-dengarkanlah apa jawaban mereka, karena itu adalah sapaanmu dan sapaananak turunanmu.” Maka Adam ‘alaihis salam mengucapkan kepada paramalaikat: “Assalamu’alaikum.” Mereka menjawab: “Assalamu’alaikaWarahmatullah.” Yakni mereka menambah dalam jawaban salamnya dengankalimat “Warahmatullah.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits ini kita mendapatkan pelajaran bahwa sapaan dengan ucapan السلام عليكمadalah sapaan yang diajarkan oleh Allah subhanahu wata’ala secaralangsung kepada Adam ‘alahis salam, kemudian ucapan ini dijadikansebagai sapaan untuk seluruh anak turunannya.

Salam adalah sapaan khas umat Islam

Sapaan ini merupakan sapaan umat Islam yang beriman kepada Allah dan seluruh para Rasul-Nya.

Diriwayatkan dari Ibnu Umar رضي الله عنهما, bahwa seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam:

أَيُّ إِسْلاَمٍ أَفْضَلُ؟

“Bagaimanakah keislaman yang terbaik?”

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab:

تُطْعِمُ الطَّعَامَ لِلْمَسَاكِيْنَ وَ تَقْرَأُ السَّلاَمَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَ مَنْ لَمْ تَعْرِفْ (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)

“Engkau memberi makan orang miskin dan memberi salam kepada orang yang kau kenal maupun tidak kau kenal.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Salam mempererat ukhuwah

Dengan sapaan salam yang mengandung doa keselamatan, ikatan ukhuwahkaum muslimin akan semakin erat dan tumbuh rasa saling cinta sesamamereka.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لاَ تَدْخُلُوْا الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوْاوَلاَ تُؤْمِنُوْا حَتَّى تَحَابُّوْا. أَوَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍإِذَا فَعَلْتُمْ تَحَابَبْتُمْ؟ أَفْشُوْا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ(رَوَاهُ مُسْلِمٌ)

“Kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Dan kaliantidak akan beriman hingga kalian saling cinta-mencintai. Maukah akutunjukkan kepada kalian sesuatu yang jika kalian kerjakan maka kalianakan saling cinta-mencintai? Sebarkanlah salam diantara kalian.” (HR. Muslim)

Dengan hadits ini kita ketahui betapa besarnya peranan salam dalammembantu seseorang untuk masuk kedalam surga. Demikian juga dapat kitaketahui betapa besarnya peranan salam dalam mempererat ukhuwahislamiyah.

Tata cara salam

Dalam memberikan salam, kita diperintahkan untuk mengucapkan kalimatyang paling sempurna, yang akan mendapatkan nilai lebih sempurna puladi sisi Allah subhanahu wata’ala, yaitu السلام عليكم ورحمة الله وبركاته (“Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh”).

Dalam satu hadits yang diriwayatkan oleh Imran bin Hushain رضي الله عنهما, disebutkan bahwa ketika seorang shahabat datang mengucapkan Assalamu’alaikum, beliau shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab salamnya seraya berkata: “sepuluh.” Ketika ada shahabat lain datang dan mengucapkan Assalamu’alaikum Warahmatullah, beliau shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab salamnya dan berkata: “duapuluh.” Kemudian ketika datang shahabat yang ketiga dan mengucapkan Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, beliau shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab salamnya dan berkata: “tigapuluh.” (HR. Abu Dawud dan At Tirmidzi, dan ia berkata: “Hadits ini hasan.” Asy Syaikh Al Albani menshahihkannya dalam Jami’ At Tirmidzi, hadits no. 2689)

Sedangkan ketika menjawab salam, kita diperintahkan untukmenjawabnya dengan yang lebih baik, Allah subhanahu wata’ala berfirman:

وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا (النساء: ٨٦)

“Apabila kalian disapa dengan suatu penghormatan, maka balaslahpenghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yangserupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu.” (An Nisaa`: 86)

Memberi salam ketika masuk rumah

Diantara waktu diperintahkannya mengucapkan salam adalah ketika masuk rumah. Allah subhanahu wata’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَدْخُلُوابُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّى تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَىأَهْلِهَا ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ (النور: ٢٧)

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memasukirumah-rumah selain rumah kalian sebelum meminta izin dan memberi salamkepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagi kalian, agarkalian (selalu) ingat.” (An Nuur: 27)

Memberi salam tidak terlalu keras dan tidak pula terlalu pelan

Karena memberi salam adalah adab dan akhlak yang mulia, makajanganlah ucapan ini justru menjadi pengganggu orang yang sedang tidur.Oleh karena itu, ketika kita memberi salam jangan terlalu keras danjangan pula terlalu pelan hingga tidak terdengar.

Diriwayatkan dari Miqdad radhiallahu ‘anhudalam hadits yang panjang, diantaranya, ia berkata:

كُنَّا نَرْفَعُ لِلنَّبِيِّ نَصِيْبَهُمِنَ اللَّبَنِ. فَيَجِيْءُ مِنَ اللَّيْلِ فَيُسَلِّمُ تَسْلِيْمًالاَيُوْقِظُ نَائِمًا وَيُسْمِعُ اليَقْظَانَ. فَجَاءَ النَّبِيُّفَسَلَّمَ كَمَا كَانَ يُسَلِّمُ. (رَوَاهُ مُسْلِمٌ)

“Kami membawakan susu untuk Rasulullah shalallahu ‘alaihiwasallam, kemudian datanglah seseorang ke rumah Rasulullah shalallahu‘alaihi wasallam pada waktu malam dan memberi salam dengan suara yangtidak membangunkan orang tidur tapi didengar oleh orang yang terjaga.Maka datanglah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dengan menjawabsalam dengan suara yang sama.” (HR. Muslim)

Dengan cara salam yang seperti ini kita tidak mengganggu tuan rumah.Apabila tidak mendapatkan jawaban sampai tiga kali, maka pulanglah,sesungguhnya yang demikian lebih mulia buat kita dan lebih baik buatmereka.

Memberi salam kepada kaum wanita

Jika tidak dikhawatirkan timbulnya fitnah atau kesalahpahaman,disunnahkan pula memberi salam kepada para wanita. Misalnya jika wanitatadi tidak sendirian -yakni sekelompok wanita- maka disunnahkan untukmengucapkan salam kepada mereka.

Diriwayatkan oleh Asma` binti Yazid رضي الله عنها:

أَنَّ رَسُولَ اللهِ مَرَّ فِي الْمَسْجِدِ يَوْمًا وَعُصْبَةٌ مِنَ النِّسَاءِ قُعُودٌ فَأَلْوَى بِيَدِهِ بِالتَّسْلِيْمِ. (رَوَاهُ التِّرْمِذِي)

“Pada suatu hari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallamberangkat ke masjid dan melewati sekelompok wanita, maka beliau memberisalam kepada mereka.” (HR. At Tirmidzi; Asy Syaikh Al Albani menghasankannya dalam Jami’ At Tirmidzi, hadits no.2697)

Siapa yang memulai salam

Ketika bertemu dengan seorang muslim terkadang kita mengucapkansalam bersamaan pada saat ia mengucapkan salam. Atau sebaliknya kitamenunggu ia memberi salam, ternyata ia pun menunggu kita memberi salam.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kepada kita siapayang hendaknya memulai salam dalam hadits yang diriwayatkan oleh AbuHurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihiwasallam bersabda:

يُسَلِّمُ الرَّاكِبُ عَلَى الْمَاشِيِّ وَالْمَاشِيُّ عَلَى القَاعِدِ وَالْقَلِيْلُ عَلَى الْكَثِيرِ. (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)

“Seseorang yang berkendaraan memberi salam kepada yang berjalankaki, yang berjalan kaki memberi salam kepada yang duduk, kelompoksedikit memberi salam kepada kelompok yang banyak.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat Al Bukhari disebutkan:

وَ الصَّغِيْرِ عَلَى الْكَبِيْرِ

“Yang lebih muda memberi salam kepada yang lebih tua.”

Namun jika keadaan, jumlah dan umurnya sama, maka semulia-muliamanusia di hadapan Allah adalah mereka yang memulai salam. Sebagaimanadiriwayatkan oleh Abu Umamah bin ‘Ajlan radhiallahu ‘anhu, bahwasanyaRasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِاللهِ مَنْ بَدَأَهُمْ بِالسَّلاَمِ (روَاهُ أَبُو دَاوُدَ)

“Sesungguhnya semulia-mulianya manusia di hadapan Allah adalah barangsiapa yang memulai dengan salam.” (HR. Abu Dawud; Asy Syaikh Al Albani menshahihkannya dalam Sunan Abi Dawud, hadits no. 5197)

Diperbolehkannya mengirim salam kepada yang lain

Diriwayatkan oleh Aisyah رضي الله عنها, ia berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadaku:

إِنَّ جِبْرِيْلَ يَقْرَأُ عَلَيْكِ السَّلاَمَ. قَالَتْ: قُلْتُ: وَعَلَيْهِ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)

“Sesungguhnya Jibril menyampaikan salam untukmu. Aku berkata:Aku menjawab wa’alaihissalam warahmatullahi (dan baginya keselamatandan rahmat Allah).” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Diharamkannya memulai salam kepada orang kafir

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لاَتَبْدَءُوْا الْيَهُودَ وَلاَ الْنْصَارَىبِالسَّلاَمِ فَإِذَا لَقِيْتُمْ أَحَدَهُمْ فِي طَرِيْقٍ فَاضْطَرُّوهُإِلَى أَضْيَقِهِ. (رَوَاهُ مُسْلِمٌ)

“Janganlah kalian mendahului salam kepada Yahudi dan Nashara.Jika salah seorang dari kalian bertemu dengan mereka dalam satu jalan,maka paksalah oleh kalian ke jalan yang paling sempit.” (HR. Muslim)

Adapun jika mereka (ahlul kitab) memulai salam -baik berupa doa keselamatan maupun doa kecelakaan- kepada kaum muslimin, maka jawablah wa’alaikum. Sebagaimana diriwayatkan dari Anas radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ فَقُوْلُوْا وَعَلَيْكٌمْ. (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)

“Jika ahlul kitab mengucapkan salam kepada kalian, maka jawablah: Wa’alaikum.”

Dalam riwayat lain dari Abdullah bin Umar رضي الله عنهما, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمُ الْيَهُودُ فَإِنَّمَا يَقُولُ أَحَدُهُمْ السَّامُ عَلَيْكَ فَقُلْ وَعَلَيْكَ. (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)

“Jika seorang Yahudi menucapkan salam kepada kalian denganucapan assaamu’alaika (semoga kecelakaan atas engkau), maka jawablah:Wa’alaika (dan atasmu pula).” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Wallahu a’lam.

Sumber: ikhwanmuslim.or.id



Keluarga Muslim



Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Dasar dari seluruh elemen masyarakat adalah sebuah keluarga muslim. Pembinaan keluarga muslim berwujud pendidikan Islam dan pelaksana utama dari pendidikan ini adalah seorang ibu muslimah. Tegaknya sebuah keluarga muslim memberikan andil yang sangat besar bagi terlaksananya dakwah islamiyah. Islam memberikan tanggung jawab yang begitu agung kepada keluarga baik dia seorang ayah maupun ibu untuk memberikan pendidikan, pengetahuan, dakwah dan bimbingan kepada anggota keluarga. Pembinaan yang demikian inilah yang akan menyelamatkan dan memberikan penjagaan kepada diri dan keluarga sebagaimana perintah Allah :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ


Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (QS at-Tahrim : 6 )

Dalam hal ini Ali -radhiallahu 'anhu- dan Ibnu Abbas -radhiallahu 'anhu- menyatakan "berikanlah pendidikan, ajarilah dengan ketaatan kepada Allah, serta takutlah dari kemaksiatan. Didiklah anggota keluargamu dengan dzikir yang akan menyelamatkan dari api neraka" ( Ibnu Katheer & At tabari).

Berkaitan dengan tanggung jawab keluarga muslimah ini Nabi Muhammad -shallallahu alaihi wa sallam- menerangkan secara umum tanggung jawab seorang pemimpin dengan sabdanya :


أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّا سِرَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ، وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ، أَلَا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ


Artinya : "Ketahuilah bahwa kalian semua adalah pemimpin, dan kalian akan ditanya tentang kepemimpinan kalian. Pemimpin di antara manusia dia akan ditanya tentang kepemimpinannya. Laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan dia akan ditanya tentang kepemimpinannya. Istri adalah pemimpin dalam rumah tangga serta anak-anak suaminya dan dia akan ditanya tentang mereka. Budak/ pembantu adalah pemimpin dari harta tuannya dan dia akan ditanya tentangnya. Ketahuilah bahwa kamu sekalian adalah pemimpin dan kalian akan ditanya tentang tentang kepemimpinannya" (HR Bukhari dan Muslim)

Apabila kita timbang tanggung jawab seorang suami dengan seorang isteri maka akan kita dapatkan bahwa tanggung jawab istri sangatlah besar. Karena dialah yang melahirkan sang anak, menyusuinya, dan menemani serta mendidik anak dari jam ke jam, hari ke hari. Bahkan ketika seorang anak masih balita, kemudian menginjak remaja dan menjelang dewasa, di dalam rumah maupun di luar rumah sang ibu senantiasa mewarnai bentuk kehidupan sang anak. Hingga mungkin sang ayah telah tiada maka ibulah yang tetap mendampingi putranya untuk menyongsong masa depan. Inilah hikmah diperintahkannya wanita untuk berada di rumahnya. Allah berfirman :


وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى


Artinya : "Dan hendaknya kalian tinggal di rumah-rumah kalian dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu." ( QS Al Ahzab : 33)

Pilar Peyangga Keluarga Islami

1. Iman dan Taqwa
Faktor pertama dan terpenting adalah iman kepada Alloh dan hari akhir, takut kepada Dzat Yang memperhatikan segala yang tersembunyi serta senantiasa bertaqwa dan bermuraqabbah (merasa diawasi oleh Alloh) lalu menjauh dari kedhaliman dan kekeliruan di dalam mencari kebenaran.

"Demikian diberi pengajaran dengan itu, orang yang beriman kepada Alloh dan hari akhirat. Barang siapa yang bertaqwa kepada Alloh niscaya Dia kan mengadakan baginya jalan keluar. Dan Dia kan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertaqwa kepada Alloh niscaya Alloh akan mencukupkan keperluannya." (Ath Thalaq: 2-3)

Di antara yang menguatkan tali iman yaitu bersungguh-sungguh dan serius dalam ibadah serta saling ingat-mengingatkan. Perhatikan sabda Rasululloh: "Semoga Alloh merahmati suami yang bangun malam hari lalu shalat dan membangunkan pula istrinya lalu shalat pula. Jika enggan maka dipercikkannya air ke wajahnya. Dan semoga Alloh merahmati istri yang bangun malam hari lalu shalat dan membangunkan pula suaminya lalu shalat pula. Jika enggan maka dipercikkannya air ke wajahnya." (HR. Ahmad, Abu Dawud, An Nasa'i, Ibnu Majah).

Hubungan suami istri bukanlah hubungan duniawi atau nafsu hewani namun berupa interaksi jiwa yang luhur. Jadi ketika hubungan itu shahih maka dapat berlanjut ke kehidupan akhirat kelak. FirmanNya: "Yaitu surga 'Adn yang mereka itu masuk di dalamnya bersama-sama orang yang shaleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya." (Ar Ra'du: 23)

2. Hubungan Yang Baik
Termasuk yang mengokohkan hal ini adalah pergaulan yang baik. Ini tidak akan tercipt akecuali jika keduanya saling mengetahui hak dan kewajibannya masing-masing.

Mencari kesempurnaan dalam keluarga dan naggotanya adalah hal mustahil dan merasa frustasi daklam usha melakukan penyempurnan setiap sifat mereka atau yang lainnya termasuk sia-sia juga.

3. Tugas Suami
Seorang suami dituntut untuk lebih bisa bersabar ketimbang istrinya, dimana istri itu lemah secara fisik atau pribadinya. Jika ia dituntut untuk melakukan segala sesuatu maka ia akan buntu.

Teralalu berlebih dalam meluruskannya berarti membengkokkannya dan membengkokkannya berarti menceraikannya. Rasululloh bersabda: "Nasehatilah wanita dengan baik. Sesungguhnya mereka diciptakan dari tulang rusuk dan bagian yang bengkok dari rusuk adalah bagian atasnya. Seandainya kamu luruskan maka berarti akan mematahkannya. Dan seandainya kamu biarkan maka akan terus saja bengkok, untuk itu nasehatilah dengan baik." (HR. Bukhari, Muslim)

Jadi kelemahan wanita sudah ada sejak diciptakan, jadi bersabarlah untuk menghadapinya. Seorang suami seyogyanya tidak terus-menerus mengingat apa yang menjadi bahan kesempitan keluarganya, alihkan pada beberapa sisi kekurangan mereka. Dan perhatikan sisi kebaikan niscaya akan banyak sekali.

Dalam hal ini maka berperilakulah lemah lembut. Sebab jika ia sudah melihat sebagian yang dibencinya maka tidak tahu lagi dimana sumber-sumber kebahagiaan itu berada. Alloh berfirman; "Dan bergaullah bersama mereka dengan patut. Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka maka bersabarlah Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu padahal Aloh menjadikannya kebaikan yang banyak." (An Nisa': 19)

Apabila tidak begitu lalu bagaimana mungkin akan tercipta ketentraman, kedamaian dan cinta kasih itu: jika pemimpin keluarga itu sendiri berperangai keras, jelek pergaulannya, sempit wawasannya, dungu, terburu-buru, tidak pemaaf, pemarah, jika masuk terlalu banyak mengungkit-ungkit kebaikan dan jika keluar selalu berburuk sangka.

Padahal sudah dimaklumi bahwa interaksi yang baik dan sumber kebahagiaan itu tidaklah tercipta kecuali dengan kelembutan dan menjauhakan diri dari prasangka yang tak beralasan. Dan kecemburuan terkadang berubah menjadi prasangka buruk yang menggiringnya untuk senantiasa menyalah tafsirkan omongan dan meragukan segala tingkah laku. Ini tentu akan membikin hidup terasa sempit dan gelisah dengan tanpa alasan yang jelas dan benar.