Monday, 10 May 2010

"Pentingnya Kalimat Yang Baik Di Dalam Berdakwah"


Bagaimanakah Kalimat yang Baik itu?

Di antara hal-hal pokok yang dapat dijadikan tolok ukur dari kalimat yang baik adalah apabila:
• Dapat membuat orang lain yang mendengar senang dan menjadikan hatinya luluh.
• Memberikan pengaruh yang besar kedalam jiwa orang yang mende-ngarnya.
• Membuahkan efek positif dan tindakan yang baik dalam segala kondisi, dengan izin Allah.
• Dapat membuka pintu-pintu kebaikan dan menutup pintu-pintu keburukan.

Di samping itu kalimat yang baik juga memiliki ciri-ciri, di antaranya adalah:
1. Indah, lembut, tidak menyinggung perasaan dan tidak mencabik-cabik jiwa (perasaan).
2. Indah dalam lafal (susunan kata) maupun makna (isi).
3. Membuat rindu orang yang mendengarnya dan membuat hati tergetar/tersentuh.
4. Memberikan hasil yang positif dan berguna, tujuannya membangun, dan manfaatnya nyata.

Dalil-Dalil Berkaitan dengan Kalimat yang Baik

1. Dari Al-Qur’anul Karim

“Serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia.” (Al-Baqarah : 83)

“Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku,”Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar)” (Al-Israa’ : 53)

“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar”. (An-Nisaa :114)

“Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang shalih” (Faathir :10)

2. Dari as-Sunnah/Hadits Nabi .

“Jagalah diri kalian dari api neraka walau hanya dengan separuh buah kurma dan kalau kalian tidak memilikinya, maka dengan kalimat yang baik.” (HR. Al-Bukhari)
Maka kalimat yang baik dapat menjadi salah satu sebab keselamatan dari Neraka. Dan boleh jadi seorang dai menyampaikan ucapan yang baik, dengan niat yang benar, lalu dengannya Allah menyelamatkan orang lain dari Neraka, maka layak bagi dai tersebut untuk mendapatkan balasan yang semisalnya dari Allah, yaitu diselamatkan dari api Neraka.Karena balasan adalah setimpal dengan apa yang telah dikerjakan.

“Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan kalimat yang diridhai Allah, yang tanpa ia sangka-sangka ternyata dengan kalimat itu Allah mengangkatnya beberapa derajat.”(HR. Al-Bukhari).
Bayangkan saja, betapa besar karunia dan keutamaan yang Allah berikan kepada hambaNya apalagi bagi anda para da’i, yang setiap hari membagi-bagikan kalimat yang baik kepada orang lain, kelak Allah akan membalas anda semua dengan keridhaan-Nya dan mengangkat derajat anda di Surga.

“Dan kalimat yang baik adalah (merupakan) sedekah.” (HR. Al-Bukhari)

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah berkata yang baik atau diam.” (HR. Al-Bukhari-Muslim)
Merupakan salah satu dari buah keimanan kepada Allah dan Hari Akhir adalah seseorang berbicara yang baik dan memberi manfaat bagi dirinya, orang lain dan umat.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr , Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam pernah memberitahukan bahwa di Surga ada kamar yang bagian luarnya tampak dari dalam dan bagian dalamnya tampak dari luar. Ketika ditanyakan untuk siapakah kamar itu, maka Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam menjawab,

“Bagi orang yang memperbagus ucapannya, memberikan makan, dan bangun (shalat) malam ketika orang sedang tidur.” (Shahih riwayat Ath-Thabrani dan Al-Hakim)

Beberapa Faidah Kalimat yang Baik
1. Merupakan lambang dan cerminan dari orang yang mengucapkannya, juga sebagai tanda kebaikan pengu-capnya.
2. Dapat menjaga diri dari api Neraka.
3. Dapat mengubah musuh menjadi kawan, kebencian dan rasa dongkol menjadi cinta kasih dan kelembutan dengan izin Allah.
4. Membuahkan perilaku yang baik di dalam segala kondisi.
5. Kalimat yang baik naik ke langit dan dapat membuka pintu-pintunya.
6. Ia merupakan petunjuk (hidayah) dari Allah dan keutamaan dariNya.
7. Pahalanya disejajarkan dengan pahala sedekah.
8. Dapat menenangkan hati yang gundah, menghapus air mata dan mendamaikan orang yang sedang bermusuhan.
Dan masih banyak faidah-faidah yang lain.

Kalimat yang Baik dan Senyum
Senyum atau wajah berseri biasanya merupakan pasangan dari kalimat yang baik, bahkan keduanya merupakan dua hal yang sangat sulit untuk dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Maka setiap muslim dan lebih khusus para da’i hendaknya selalu berhias dengan dua perilaku ini di hadapan orang lain. Sehingga terjalin hubungan yang harmonis dan saling bersikap lembut. Sebab tidak ada kebaikan pada diri seseorang yang tidak mau bersikap lembut dan tidak mau diajak lembut.
Seorang sahabat Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam Jarir Al Bajaliy berkata, ”Tidak pernah kulihat Rasul Shallallaahu alaihi wa Sallam di hadapanku kecuali beliau pasti tersenyum.”
Sebagai perbandingan atau rumus adalah, kalimat yang baik bila diga-bungkan dengan senyum (muka yang berseri) maka akan menghasilkan cinta dan kelembutan.
Nabi n merupakan orang yang paling baik ucapannya, beliau banyak diam, namun kalau berbicara selalu fasih dan benar. Beliau tidak pernah berbicara, kecuali yang perlu-perlu saja, selalu cerah dan bergembira, mempermudah orang, lemah lembut kepada orang lain, tidak kasar atau keras, tidak membentak atau teriak-teriak, tidak berkata kotor maupun mencela. Selalu berkata benar dan tidak berbicara, kecuali karena mengaharap ridha dan pahala Allah. Inilah sebagian dari sifat Nabi n yang disebut oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala sebagai manusia ‘ala khuluqin ‘adzim (memiliki akhlaq yang agung), (surat Al-Qalam ayat 4).

Bagaimana Berbicara dengan Orang lain?
Islam mengajarkan adab berbicara dengan orang lain dan kaidah yang dituntut agar selalu dijaga. Dengan menerapkannya,maka seorang muslim berarti telah berusaha untuk berada dalam koridor yang ditetapkan oleh Allah dan beramal di atas keridhaan-Nya serta menjauhi kemurkaan-Nya.
Adab-Adab tersebut adalah :

1. Hendaknya Setiap Pembicaraan Bertujuan untuk Kebaikan. Sebagaimana hadits riwayat Imam Al-Bukhari yang menjelaskan bahwa barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah berkata yang baik atau diam. Maka setiap pembicaraan diusahakan memiliki nilai kebaikan, ia juga harus mempunyai sasaran dan memberi faidah.

2. Jauh dari Segala Unsur Kebatilan.
Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu pernah berkata, “Orang yang paling besar dosanya di Hari Kiamat adalah yang paling banyak terjerumus dalam kebatilan.” Berkata juga Salman Radhiallaahu anhu , “Orang yang paling banyak dosanya di Hari Kiamat adalah yang paling banyak terlibat dalam kemaksiatan.”

3. Menjauhi Pertengkaran dan Jidal.
Dari Abu Umamah Al-Bahili Radhiallaahu anhu , dari Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam beliau bersabda,
“Aku menjamin rumah di tepi surga bagi siapa saja yang meninggalkan miro’ (perdebatan) walaupun ia berada di pihak yang benar.”

4. Jauh dari Memperbesar/Memperberat Pembicaraan dan Masalah.
Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda,
“Sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh dariku kedudukan-nya di Hari Kiamat adalah orang yang banyak berceloteh, yang besar mulut dan orang yang suka memperlebar ucapan.”

5. Menyesuaikan Diri dengan Lawan Bicara, Baik dari Sisi Syar’i maupun Kondisi. Tercermin dari sabda Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam ,
“Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak menyayangi yang lebih kecil dan tidak menaruh rasa hormat terhadap yang lebih tua.” (Berkata Imam An-Nawawi, ”Hadits shahih riwayat Abu Dawud dan At-Tirmidzi, berkata At-Tirmidzi,”Hadits hasan shahih).
Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam telah mengajarkan kepada para sahabatnya tentang perilaku dan jalan hidup beserta penerapannya. Yaitu dengan memberikan kepada orang yang memiliki keutamaan dan kedudukan apa yang sesuai untuknya, baik itu dalam masalah imamah ‘uzhma, dalam keamiran yang skalanya lebih kecil, dalam masalah imam shalat serta dalam berbagai sikap dan perila-ku dalam bermasyarakat secara umum.

Sumber : Kutaib, “Al-Kalimah Ath-Thayyibah Kaifa Tastatsmiruha Da’awi-yan” Kholid bin Abdurrahman Ad-Darwisy, terbitan Darul Wathan Riyadh.

No comments:

Post a Comment