Bismillah ...
setelah lama tak bersua, akhirnya ada kesempatan juga buat sharing lagi ...
sebuah cerita yang menurut saya sangat menarik, karena jujur saja saya mungkin jauh lebih rendah dari Isam, semoga sahabat semua lebih baik dari saya, Amin
Ada seorang ahli ibadah Isam bin Yusuf. Isam memiliki akidah yang mantap. Akhlak karimah merupakan aksesorinya. Dalam kesehariannya, dia bersikap zuhud, wara', dan senantiasa berusaha untuk menunaikan shalat sekhusyu mungkin.
Walaupun begitu, hati Isam tidak pernah terlepas dari perasaan khawatir. Dia khawatir akhlak dan ibadahnya itu tidak bernilai apa-apa di hadapan Allah. Oleh karena itu, Isam ingin mengetahui kekurangan yang ada pada dirinya. Tujuannya sudah tentuingin memperbaiki kualitas akhlak dan ibadahnya. Untuk itu Isam selalu bertanya kepada orang yang dalam pandangannya lebih unggul, baik dalam hal akidah, akhlak, maupun ibadah.
Suatu hari, Isam menghadiri suatu majelis taklim yang diisi oleh Hatim al-Asam. Kesempatan ini senantiasa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Kali ini, Isam bertanya tentang kekhusyuan shalat.
>Isam: "Kalau boleh tahu, bagaimana Anda mendirikan shalat?"
^Syaikh Hatim: "ketika waktu waktu shalat tiba, saya berwudhu, baik lahir maupun batin."
>Isam: "Apa maksud Syaikh, berwushu batin?"
^Syaikh Hatim: "Berwudhu lahir itu sudah biasa. Setiap Muslim tahu cara membasuh anggota badan saat wudhu. Wudhu batin artinya membasuh diri dengan tujuan tujuh perkara, yaitu :
1) Bertobat
2) Menyesali Dosa
3) Tidak Tergila-gila dengan Dunia
4) Menepis Keinginan untuk Mendapatkan Pujian Manusia
5) Menjauhi Hidup Bermegah-megahan
6) Meninggalkan Sifat Khianat
7) Menanggalkan Sifat Dengki
>Isam: "Setelah itu, apa yang Syaikh lakukan?"
^Syaikh Hatim: "Saya berangkat ke Masjid, kemudian menghadap kiblat. Saya berdiri dengan penuh kewaspadaan. Saya membayangkan Allah ada di hadapan saya, surga di sebelah kanan, neraka di sebelah kiri, dan malaikat maut di belakang. Saya juga membayangkan seolah-olah berdiri di atas Shirat. Hal yang penting, saya selalu menganggap setiap kali shalat sebgai shalat terakhir. Kemudian, saya membaca takbiratul ihram dengan sebaik-baiknya. Setiap bacaan shalat, saya pahami dengan baik. Saat ruku' dan sujud, saya bersikap tawadhu (Merendahkan diri (tawadhu’) adalah sifat yang sangat terpuji di hadapan Allah dan juga di hadapan seluruh makhluk-Nya). Memasuki tasyahud, hati saya penuh dengn pengharapan. Terakhir, saya mengucapkan salam dengan tulus. Selama 30 tahun, saya mendirikan shalat seperti itu."
Setelah mendengar pemaparan tersebut, Isam menangis sejadi-jadinya. ternyata shalat yang dilakukan selama ini belum ada apa-apanya dibanding dengan Syaikh Hatim. Besok dan seterusnya, saya harus shalat lebih baik lagi! gumamnya dalm hati.
Semoga menjadi inspirasi bagi saya ataupun sahabat, cz semuanya kebanyakan ditujukan untuk perbaikan saya sendiri. Saya share d blog siapa tahu ada yang memiliki permasalahan tentang lahiriyah seperti saya, moga sedikit bisa membantu ...
Keep Hamasah Sahabat
source: Like Father Like Son (Mohamad Zaki Al-Farisi)
No comments:
Post a Comment