Thursday, 1 November 2012

Jiwamu atau Setan?

Bisa jadi kita menemukan seseorang berkata, "Aku tidak mengetahui bagaimana mengendalikan jiwa. Aku tidak tahu apakah setan yang memerdayaiku atau jiwaku sendiri?"

Jiwa mengetahui dosa yang berpengaruh terhadap manusia. Kalau ada dosa yang terus-menerus membuntuti, ia berasal dari jiwa, bukan dari setan, karena setan tidak peduli kita menjatuhkan pilihan pada dosa yang mana; setan selalu mendorong kita untuk melakukan dosa apapun yang ada dihadapan kita.

Tentu ini merupakan perbedaan yang sangat penting sehingga engkau tidak mengatakan, "Setanlah yang mengelabuiku dan membuatku melakukan hal terkutuk itu." Setan tidaklah mempunyai tujuan kepada maksiat tertentu. Yang penting baginya adalah engkau melakukan maksiat. Ia berkata kepadamu, "Lakukan ini!" Kau menjawab, "Tidak!" Ia kembali menyuruhmu, namun engkau kembali berkata, "Tidak!" Maka ia berkata, "Kalau begitu, lakukanlah yang lain!" Ia memindahkanmu dari maksiat ke maksiat lain. Tujuannya: engkau terjatuh dengan cara apapun. Lain halnya dengan jiwa atau nafsu, ia terus-menerus menghadirkan maksiat tertentu. Jika engkau katakan kepadanya, "Tidak!" ia menjawab, " Aku menginginkan maksiat ini." Dan hanya itu yang dituntut oleh jiwamu terus-menerus.

Ini menjelaskan mengapa, meskipun setan dibelenggu saat bulan Ramadhan, manusia tetap melakukan maksiat. Karena itu, pada bulan Ramadhan, engkau bisa mengetahui siapa yang lebih kuat: nafsumu atau setan dalam dirimu? Perlu diingat bahwa sebagian orang pada bulan Ramadhan justru menjadi lebih buruk daripada sebelum Ramadhan. Itu karena jiwa mereka sangat buruk.


-Source: Akhlaq al-mu'min; Dr. Amr Khaled

No comments:

Post a Comment