Thursday, 28 April 2011

Teman Sejati


Seorang tabiin, Abu Muslim al-Khaulani, suatu saat masuk masjid dan tiba-tiba melihat sekelompok orang yang tengah berkumpul. Ia berharap bahwa mereka adalah kumpulan orang-orang yang tengah berzikir kepada Allah. Ia pun duduk, berbaur bersama mereka.

Namun, pembicaraan mereka ternyata hanya seputar anak-anak mereka. ''Anak saya melakukan ini,'' ucap mereka kepada sebagian yang lain. Sementara itu, yang lain berkata, ''Saya beri anak saya sesuatu.''

Beliau memandang mereka dengan penuh keheranan. ''Subhanallah! Tahukah kalian, apakah perumpaman aku dan Anda sekalian?'' tanya Abu Muslim al-Khaulani. ''Aku laksana seseorang yang ditimpa hujan sangat deras,'' ujarnya lebih lanjut.

''Aku pun mencari tempat berteduh, kemudian kutemukan sebuah rumah. Pikirku, alangkah baiknya kalau aku bisa berteduh di situ. Namun, sayang, ketika aku masuk, ternyata rumah itu tidak beratap. Aku hadir dengan harapan kalian mengingat Allah, tetapi nyatanya kalian hamba dunia.''

Pertemanan adalah kebutuhan sosial bagi tiap individu, sehingga orang sukses dalam berteman bisa dibilang sebagai orang sukses pula secara sosial. Namun, bagaimana agar kesuksesan horizontal itu juga menjadi kejayaan vertikal, di mana sebuah pertemanan bisa mengantarkan seseorang kepada Ilahi.

Bila di masa tabiin, Abu Muslim al-Khaulani pernah kecele dengan keriuhan banyak orang yang tampaknya bisa menjadi teman sejati, tetapi kehadiran mereka itu seperti fatamorgana, sebagaimana digambarkan dalam narasi di atas, Pada era seperti sekarang ini kita dituntut untuk lebih jeli dalam memilih teman dan komunitas sosial yang layak dijadikan wahana sosialisasi dan aktualisasi diri kita.

Sedemikian besarnya peran, seorang teman juga menjadi salah satu parameter baik dan buruknya seseorang. Nabi bersabda, ''Seseorang itu bergantung pada agama kawan akrabnya, maka hendaklah kamu berhati-hati memilih kawan pendamping.'' (HR Ahmad) Ketika dunia makin tidak berjarak dan hampir tanpa sekat, orang begitu mudah untuk berbaur satu sama lain, bahkan dalam tataran global, dengan segala motivasi yang menggerakkannya.

Mereka berpotensi menjadi teman sejati yang bisa mendongkrak kesalehan kita, menghaluskan nurani kita, dan meningkatkan spiritualitas kita. Namun, mereka juga bisa menjadi perangkap, pembawa kita ke kubang kenistaan. Bukankah telah banyak pihak yang mencoba menyusup ke dalam barisan kaum Muslimin, mereka bertujuan hanya untuk memorakporandakan kekuatan Islam?

Source:
Makmun Nawawi

Semoga Allah meridhai apa yang kita usahakan di dunia ini.
Salam hangat untuk semua sahabat Karisma ITB

Tinggal Pilih! Seperti Apa Kita di Hari Kiamat


Pada hari kiamat keadaan manusia berbeda-beda satu sama lainnya. Ada yang tertunduk penuh penyesalan atas segala kebodohan yang selama ini mereka perbuat, ada juga yang bergembira dan berseri-seri, sebab hari kiamat merupakan awal perjumpaan mereka dengan Rabbnya.

Keadaan Orang-orang kafir dan yang mengingkari Allah.

Orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Allah, mereka yang bergelimang maksiat dan tidak memperdulikan hukum-hukum Allah, pada hari kiamat akan merasakan penyesalan yang amat sangat. Tidak ada lagi yang dapat dilakukan kecuali menunduk, menyesali dosa-dosa yang ada.

“(Yaitu) hari mereka keluar dari kubur dengan segera bagaikan berlari menuju patung (atau tujuan), dengan pandangan menunduk. Mereka ditimpa kehinaan. Itulah hari yang telah dijanjikan kepada mereka.” (QS.Al-Ma’arij:43-44)

Pada saat itu orang-orang kafir dan mereka yang tidak berjalan pada tali Allah merasakan kemalangan, mereka keluar dalam keadaan hina, keringat bercucuran deras, mata mereka melotot, jiwa mereka kosong. Orang kafir pada saat itu merasakan ketakutan yang amat sangat. Seluruh aib terbuka, dan mereka malu sendiri dengan segala yang telah diperbuatnya. Siapakah mereka? Mereka adalah orang-orang kafir, orang kaya yang hidup mewah tetapi tidak peduli dengan saudaranya yang miskin, pelanggar janji, koruptor, perampas tanah, bermuka dua, pemerintah yang dzhalim, pembohong, pezina, tidak melakukan ibadah yang wajib dan mereka yang gemar bermaksiat.

Keadaan Orang-orang Sholeh

Berbeda dengan orang kafir dan mereka yang mengabaikan hukum-hukum Allah, orang-orang sholeh pada hari itu tidak mengalami ketakutan. Ketika bangkit dari kubur mereka disambut oleh para malaikat yang menenangkan perasaan dan menentramkan hati mereka. Mereka mendapatkan naungan dari Allah.

“Hai hamba-hambaKu, hari ini kalian tidak takut dan tidak bersedih, (yaitu) orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami dan berserah diri.” (QS. Az-Zukhruf:68-69)

Siapakah mereka ini? Merekalah pemuda yang tumbuh dalam ketaatan beribadah kepada Allah, yang mengendalikan jiwanya dengan kendali taqwa dan menahan hawa nafsunya, sehingga ia hidup dengan suci dan bersih. Diantara mereka ada juga orang yang memakmurkan mesjid, orang yang saling mencintai dan membenci karena Allah, orang yang bersedekah dengan ikhlas dan orang-orang yang dalam hatinya dipenuhi rasa takut kepada Allah, dikala berzikir sendirian air mata adalah teman yang menemani kesendiriannya.

Sahabat semua, dimanakah posisi kita pada saat itu? Kita bebas memilih dan menentukan apakah ingin menjadi orang yang tertunduk dan terhina, atau menjadi orang yang disambut oleh malaikat yang akan memberikan ketenangan dan ketentraman?

Source: Kiamat besar oleh Dr. Umar Sulaiman Al-Asyqar


Wednesday, 27 April 2011

Sifat Syurga Serta Ahlinya


Abul-Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Hurairah r.a. berkata: "Ya Rasullullah, dari apakah dibuat syurga itu?" Jawab Nabi Muhammad s.a.w.: "Dari air." Kami bertanya: "Beritakan tentang bangunan syurga." Jawab Nabi Muhammad s.a.w.: "Satu bata dari emas dan Justify Fullsatu bata dari perak, dan lantainya kasturi yang semerbak harum, tanahnya dari za'faran, kerikilnya mutiara dan yakut, siapa yang masuk dalamnya senang tidak susah, kekal tidak mati, tidak lapuk pakaiannya, tidak berubah mukanya."

Kemudian Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: "Tiga macam doa yang tidak akan tertolak: Imam (pemimpin, hakim) yang adil, dan orang puasa ketika berbuka dan orang yang teraniaya, maka doanya terangkat diatas awan, dilihat oleh Tuhan lalu berfirman: "Demi kemuliaan dan kesabaranKu, Aku akan bela padamu walau hanya menanti masanya."

Abul-Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Hurairah r.a. berkata: Nabi Muhammad s.a.w. bersabda:

"Sesungguhnya didalam syurga ada pohon besar sehingga seorang yang berkenderaan dapat berjalan dibawah naungannya selama seratus tahun tidak putus naungannya, bacalah: Wa zillin mamdud (Yang bermaksud) Dan naungan yang memanjang terus. Dan didalam syurga kesenangannya yang tidak pernah dilihat mata atau didengar oleh telinga, bahkan tidak pernah terlintas dalam hati (perasaan) manusia. Bacalah kamu: Fala ta'lamu nafsun maa ukh fia lahum min qurrati a'yunin jazza'an bima kanu ya'malun (Yang bermaksud) Maka tidak seorang pun yang mengetahui apa yang tersembunyi bagi mereka dari kesenangan yang memuaskan hari sebagai pembalasan apa yang telah mereka lakukan. Dan tempat pecut didalam syurga lebih baik dari dunia siisinya. Bacalah ayat: Faman zuhziha aninnari wa udkhillal jannata faqad faza (Yang bermaksud) Maka siapa dijauhkan dari api dan dimasukkan dalam syurga berarti telah untung."

Ibn Abbas r.a. berkata: "Sesungguhnya didalam syurga ada bidadari yang dijadikan dari empat macam yaitu misik, ambar, kafur dan za'faran, sedang tanahnya dicampur dengan air hidup (hayawan), dan setelah dijadikan maka semua bidadari asyik kepadanya, andaikan ia berludah dalam laut tentu menjadi tawar airnya, tercantum dilehernya: Siapa yang ingin mendapat isteri seperti aku, maka hendaklah taat kepada Tuhanku."

Mujahid berkata: "Bumi syurga dari perak, dan tanahnya dari misik, dan urat-urat pohonnya dari perak, sedang dahannya dari mutiara dan zabarjad, sedang daun dan buahnya dibawah itu, maka siapa yang makan sambil berdiri tidak sukar, dengan duduk juga tidak sukar, dan sambil berbaring juga tidak sukar, kemudian membaca ayat: Wa dzulillat quthufuha tadzlila. (Yang bermaksud) Dan dimudahkan buah-buahnya sehingga semudah-mudahnya. Sehingga dapat dicapai oleh orang yang berdiri maupun yang duduk dan berbaring.

Abu hurairah r.a. berkata: "Demi Allah yang menurunkan kitab pada Nabi Muhammad s.a.w. Sesungguhnya ahli syurga tiap saat bertambah elok cantiknya, sebagaimana dahulu didunia bertambah tua."

Abul-Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Shuhaib r.a. berkata: "Nabi Muhammad s.a.w. bersabda yang bermaksud: "Apabila ahli syurga telah masuk kesyurga dan ahli neraka telah masuk keneraka, maka ada seruan: Hai ahli syurga, Allah akan menepati janji-Nya kepada kamu. Mereka berkata: "Apakah itu, tidakkah telah memberatkan timbangan amal kami dan memutihkan wajah kami dan memasukkan kami kedalam syurga dan menghindarkan kami dari neraka. Maka Allah membukakan bagi mereka hijab sehingga mereka dapat melihatNya, demi Allah yang jiwaku ada ditanganNya belum pernah mereka diberi sesuatu yang lebih senang daripada melihat zat Allah."

Anas bin Malik r.a. berkata: "Jibril datang kepada Nabi Muhammad s.a.w. membawa cermin putih yang ditengahnya ada titik hitam, maka Nabi Muhammad s.a.w. bertanya kepada Jibril: "Apakah cermin yang putih ini?" Jawabnya: "Ini hari Jumat dan titik hitam ini saat mustajab yang ada dihari Jumat, telah dikaruniakan untuk mu dan untuk ummat mu, sehingga ummat-ummat yang sebelumnya berada dibelakangmu, yaitu Yahudi dan Nashara (kristian) dan saat dihari Jumat, jika seorang mukmin bertepatan berdoa untuk kebaikan pada saat itu pasti ia akan diterima oleh Allah, atau berlindung kepada Allah dari suatu bahaya, pasti akan dihindarkannya, dan hari Jumat dikalangan kami (Malaikat) dinamakan Yaumal Mazid (hari tambahan)."

Nabi Muhammad s.a.w. bertanya lagi: "Apakah Yaumal Mazid itu?" Jawab Jibril: "Tuhan telah membuat lembah disyurga Jannatul Firdaus, disana ada anak bukit dari misik kasturi dan pada tiap-tiap hari Jumat disana disediakan mimbar-mimbar dari nur (cahaya) yang diduduki oleh para Nabi, dan ada mimbar-mimbar dari emas bertaburan permata yaqut dan zabarjada diduduki para siddiqin, suhada dan solihin, sedang orang-orang ahli ghurof (yang dibilik syurga) berada dibelakang mereka diatas bukit kecil itu berkumpul menghadap kepada Tuhan untuk memuja-muji kepada Allah, lalu Allah berfirman: "Mintalah kepadaKu." Maka semua minta (Kami mohon keridhaanMu) Jawab Allah:"Aku telah redho kepadamu, keridhoan sehingga kamu Aku tempatkan dirumahKu dan Aku muliakan kamu." Kemudian Allah menampakkan kepada mereka sehingga mereka dapat melihat zatNya, maka tidak ada hari yang mereka suka sebagaimana hari Jumat karena mereka merasa bertambahnya kemuliaan dan kehormatan mereka.

Dalam riwayat lain: Allah menyuruh kepada Malaikat: "Berikan makan kepada para waliKu.", maka dihidangkan berbagai makanan maka terasa pada tiap suap rasa yang lain dari semuanya, bahkan lebih lezat sehingga bila selesai makan, diperintahkan oleh Allah: "Berikan minum kepada hamba-hambaKu." maka diberi minum yang dapat dirasakan kelezatannya pada tiap teguk dan ketika telah selesai maka Tuhan berfirman: "Akulah Tuhanmu telah menepati apa yang Aku janjikan kepadamu dan kini kamu boleh minta, niscaya Aku berikan permintaanmu." Jawab mereka: "Kami minta ridhoMu. kami minta ridhoMu." dua tiga kali. Dijawab oleh Allah: "Aku ridho kepadamu bahkan masih ada tambahan lagi daripadaKu, pada hari ini Aku muliakan kamu dengan penghormatan yang terbesar dari semua yang telah kamu terima."

Maka dibukakan hijab sehingga mereka dapat melihat dzat Allah yang Maha Mulia sekehendak Allah, maka segera mereka bersujud kepada Allah sekehendak Allah sehingga Allah menyuruh mereka: "Angkatlah kepalamu sebab kini bukan masa beribadat." Maka disitu mereka lupa pada nikmat-nikmat yang sebelumnya dan terasa benar bahwa tidak ada nikmat lebih besar daripada melihat dzat Allah yang Maha Mulia. Kemudian mereka kembali maka semerbak bau harum dari bawah Arsy dari bukit kasturi yang putih dan ditaburkan diatas kepala mereka, diatas ubun-ubun kuda mereka, maka apabila mereka kembali kepada isteri-isterinya terlihat bertambah indah lebih dari semula ketika mereka meninggalkan mereka sehingga isteri-isteri mereka berkata: "Kamu kini lebih elok dari yang biasa."

Abul-Laits berkata: "Terbuka hijab, bererti hijab yang menutupi mereka untuk melihat-Nya. Dan arti melihat kepadaNya yaitu melihat kebesaran yang belum pernah terlihat sebelumnya tetapi kebanyakkan ahli ilmu mengerikan: Melihat dzat Allah tanpa perumpamaan."

Ikrimah berkata: "Ketangkasan ahli syurga bagaikan orang berumur 33 tahun lelaki dan perempuan sama-sama, sedang tingginya enam puluh hasta, setinggi nabi Adam a.s. muda-muda yang masih bersih halus tidak berjanggut, bola matanya, memakai tujuh puluh macam perhiasan, yang berubah warnanya tiap-tiap jam, tujuh puluh macam warna, maka dapat melihat mukanya dimuka isterinya, demikian pula didadanya, dibetisnya, demikian pula isterinya dapat melihat wajahnya diwajah suaminya, didada dan dibetisnya, mereka tidak berludah dan tidak beringus, lebih-lebih yang lebih kotor, maka lebih jauh."

Dalam riwayat lain: "Andaikan seorang wanita syurga menunjukkan tapak tangannya dari langit niscaya akan menerangi antara langit dan bumi."

Abul-Laits meriwayatkan dengan sanadnya Zaid bin Arqam r.a. berkata: "Seorang ahlil kitab datang kepada Nabi Muhammad s.a.w. dan bertanya: "Ya Abal-Qasim, apakah kau nyatakan bahwa orang syurga itu makan dan minum?" Jawab Nabi Muhammad s.a.w.: "Ya, demi Allah yang jiwa Muhammad ada ditanganNya, seorang ahli syurga diberi kekuatan seratus orang dalam makan, minum dan jima (bersetubuh)." Dia berkata: "Sedang orang yang makan, minum ia lazimnya berhajat, sedang syurga itu bersih tidak ada kekotoran? Jawab Nabi Muhammad s.a.w. : "Hajat seseorang itu berupa peluh yang berbau harum bagaikan kasturi."

Abul-Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Mu'tah bin Sumai mengenai firman Allah s.w.t.: "Thuba lahum wa husnu ma ab."

Thuba ialah pohon pokok disyurga yang dahannya dapat menaungi tiap rumah disyurga, didalamnya berbagai macam buah dan dihinggapi burung-burung besar sehingga bila seorang ingin burung dapat memanggilnya dan segera jatuh diatas meja makannya, dan dapat makan sayap yang sebelah berupa dinding dan yang lain berupa panggangan, kemudian bila telah selesai ia terbang kembali."

Dari Al'amasy dari Abu Salih dari Abu Hurairah r.a. berkata: Nabi Muhammad s.a.w. yang bermaksud: "Rombongan pertama akan masuk syurga dari ummatku bagaikan bulan purnama, kemudian yang berikutnya bagaikan bintang yang amat terang dilangit, kemudian sesudah itu menurut tingkatnya masing-masing, mereka tidak kencing dan buang air, tidak berludah dan tidak ingus, sisir rambut mereka dari emas dan ukup-ukup mereka dari kayu gahru yang harum dan peluh mereka kasturi dan bentuk mereka seperti seorang yang tingginya bagaikan Adam a.s. enam puluh hasta."

Ibn Abbas r.a. berkata: "Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya ahli syurga itu muda semua, polos, halus, tidak ada rambut kecuali dikepala, alis dan idep (dikelopak mata), sedang janggut, kumis, ketiak dan kemaluan polos tidak ada rambut, tinggi mereka setinggi Nabi Adam a.s. enam puluh hasta, usianya bagaikan Nabi Isa a.s 33 tahun, putih rupanya, hijau pakaiannya, dihidangkan kepada mereka hidangan, maka datang burung dan berkata: "Hai waliyullah, saya telah minum dari sumber salsabil dan makan dari kebun syurga dan buah-buahan, rasanya sebelah badanku masakan dan yang sebelahnya gorengan, maka dimakan oleh orang itu sekuatnya."

Dan tiap orang wali mendapat tujuh puluh perhiasan, tiap perhiasan berbeda warna dengan yang lain, sedang jari-jarinya ada sepuluh cincin, terukir pada yang pertama: Salam alaikum bima shobartum (Selamat sejahtera kamu karena kesabaran kamu), dan yang kedua: Ud khuluha bisalamin aminin (Masuklah ke syurga dengan selamat dan aman), yang ketiga : Tilkal janatullati urits tumu ha bima kuntum ta'malun (Itulah syurga yang diwariskan kepadamu kerana amal perbuatanmu), yang keempat: Rufi'at ankumul ahzana wal humum (Telah dihindarkan dari kamu semua risau dan dukacita), yang kelima: Albasakum alhuli wal hulal (Kami berimu pakaian dan perhiasan), yang keenam : Zawwa jakum ul hurul iin (Kami kawinkan kamu dengan bidadari), yang ketujuh: Walakum fihamatasy tahihil anfusu wa taladzzul a'yun wa antum fiha khalidun (Untuk mu dalam syurga segala keinginan dan menyenangkan pandangan matamu dan kamu kekal di dalamnya), yang kelapan: Rafaq tumunnabiyina wassiddiqin (Kamu telah berkumpul dengan para Nabi dan Siddiqin), yang kesembilan: Shirtum syababa laa tahromun (Kamu menjadi muda dan tidak tua selamanya) dan yang kesepuluh: Sakantum fi jiwari man laa yu'dzil jiran (Kamu tinggal dengan tetangga yang tidak mengganggu tetangganya)"

Abul-Laits berkata: "Siapa yang ingin mendapat kehormatan itu hendaklah menepati lima perkara ini yaitu:

i. Menahan dari maksiat karena firman Allah s.w.t.: "Wa nahannafsa anil hawa fainnal jannat hiyal ma'wa yang bermaksud "Dan menahan nasfu dari maksiat maka syurga tempatnya."

ii. Rela dengan pemberian yang sederhana sebab tersebut dalam hadis: "Harga syurga itu ialah tidak rakus pada dunia."

iii. Rajin pada tiap taat dan semua amal kebaikan, sebab kemungkinan amal itu yang menyebabkan pengampunan dan masuk syurga seperti firman Allah s.w.t. : "Itu syurga yang diwariskan kepadamu karena amal perbuatanmu."

iv. Cinta pada orang-orang yang soleh dan bergaul dengan mereka sebab mereka diharapkan syafa'atnya sebagaimana dalam hadis: "Perbanyaklah kawan karena tiap kawan itu ada syafa'atnya pada hari kiamat."

v. Memperbanyakkan doa dan minta masuk syurga dan husnul khotimah. Sebagaimana ahli hikmah berkata: "Condong kepada dunia setelah mengetahui pahala berarti satu kebodohan dan tidak bersungguh-sungguh beramal setelah mengetahui besarnya pahala berarti lemah malas dan di syurga ada masa istirahat tidak dapat dirasakan kecuali oleh orang yang tidak pernah istirahat didunia dan ada kepuasan yang tidak dapat dirasakan kecuali oleh orang yang meninggalkan berlebihan didunia, dan cukup dengan kesederhanaan yang ada didunia.

Ada seorang zahid makan sayur dan garam, lalu ditegur oleh orang: "Kamu cukup dengan itu tanpa roti?" Jawabnya: Saya jadikan makanan ini untuk syurga sedang kau jadikan untuk w.c, kau makan segala yang lezat dan akhirnya ke w.c, sedang saya makan sekadar untuk menguatkan taat, semoga saya sampai kesyurga."

Ibrahim bin Adham ketika masuk ketempat permandian dilarang oleh penjaganya: "Jangan masuk kecuali jika membayar uangnya." Maka ia menangis dan berdoa: "Ya Allah, seorang untuk masuk kerumah syaitan tidak diizinkan tanpa uang, maka bagaimana saya akan masuk ketempat para Nabi dan Siddiqin tanpa upah?"

Tersebut dalam wahyu yang diturunkan pada sebagian para Nabi itu: "hai Anak Adam, kau membeli neraka dengan harga mahal dan tidak mau membeli syurga dengan harga murah." Artinya: Adakalanya pengeluaran untuk maksiat itu banyak dan ringan, tetapi untuk sedekah kebaikan sedikit dan berat."

Abu Hazim berkata: "Andaikata syurga itu tidak dapat dicapai kecuali dengan meninggalkan kesukaannya didunia, niscaya itu ringan dan sedikit untuk mendapat syurga, dan andaikan neraka itu tidak dapat dihindari kecuali dengan menanggung semua kesukaran-kesukaran dunia, niscaya itu ringan dan sedikit disamping keselamatan dineraka. Padahal kamu dapat masuk dan selamat dari neraka dengan sabar menderita satu persatu dari kesukaran."

Yahya bin Mu'adz Arrazi berkata: "Meninggalkan dunia berat tetapi meninggalkan syurga lebih berat, sedang maharnya syurga ialah meninggalkan dunia."

Anas bin Malik r.a berkata: "Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: "Siapa yang minta kepada Allah syurga sampai tiga kali, maka syurga berdoa: "Ya Allah, masukkan ia kesyurga" dan siapa berlindung kepada Allah dari neraka tiga kali maka neraka berdoa: "Ya Allah, hindarkan ia dari neraka."

Semoga Allah s.w.t. menghindarkan kami dari neraka dan memasukkan kami kedalam syurga. Dan andaikan didalam syurga itu tidak ada apa-apa kecuali bertemu dengan kawan-kawan niscaya itu sudah enak dan baik, maka bagaimana padahal disyurga itu segala kehormatan dan kepuasan itu semua ada?.

Anas bin Malik r.a. berkata: "Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: "Didalam syurga ada pasar tetapi tidak ada jual beli, hanya orang-orang berkumpul membicarakan keadaan ketika didunia, dan cara beribadat, bagaimana keadaan antara si fakir dengan si kaya, dan bagaimana keadaan sesudah mati dan lama binasa dalam kubur sehingga sampai kesyurga."

Abul-laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Abdullah bin Mas'ud r.a. berkata: "Manusia semua akan berdiri didekat neraka, kemudian mereka menyeberang diatas sirat (jambatan) diatas neraka, masing-masing menurut amal perbuatannya, ada yang menyeberang bagaikan kilat, ada yang bagaikan angin kencang, ada yang bagaikan kuda yang cepat larinya, dan seperti lari orang, dan ada yang bagaikan terbang burung, dan ada yang seperti unta yang cepat dan yang akhir berjalan diatas kedua ibu jari kakinya, kemudian tersungkur dalam neraka dan sirat itu licin, halus, tipis, tajam semacam pedang, berduri sedang dikanan kirinya Malaikat yang membawa bantolan untuk membantol (menyeret) orang-orang, maka ada yang selamat, ada yang luka-luka tetapi masih selamat dan ada yang langsung tersungkur kedalam api neraka, sedang para Malaikat itu sama-sama berdoa: "Robbi sallim saliim" (Ya Tuhan, selamatkan, selamatkan) dan ada orang yang berjalan sebagai orang yang terakhir masuk kesyurga, maka ia selamat dari sirat, terbuka baginya pintu syurga dan merasa tidak ada tempat baginya disyurga, sehingga dia berdoa: "Ya Tuhan, tempat saya disini." Jawab Tuhan: "Kemungkinan jika Aku beri kamu tempat ini lalu minta yang lainnya." Jawabnya: "Tidak, demi kemuliaanMu."

Maka ditempatkan disitu, kemudian diperlihatkan kepadanya tempat yang lebih baik, sehingga dia merasakan kerendahan tempat yang diberikan kepadanya, lalu ia berkata: "Ya Tuhan, tempatkan lah aku disitu." Dijawab oleh Tuhan: "Kemungkinan jika Aku beri kamu tempat ini lalu minta yang lainnya." Jawabnya: "Tidak, demi kemuliaanMu." kemudian diperlihatkan kepadanya syurga yang lebih baik, sehingga ia merasa bahwa tempatnya masih rendah, tetapi ia diam tidak berani minta beberapa lama sehingga ditanya: "Apakah kau tidak minta?" Jawabnya: "Saya sudah minta sehingga merasa malu." Maka firman Allah s.w.t.: "Untukmu sebesar dunia sepuluh kali, maka inilah yang terendah tempat disyurga."

Abdullah bin Mas'ud berkata: "Nabi Muhammad s.a.w. jika menceritakan ini maka tertawa sehingga terlihat gigi gerahamnya."

Dalam hadis: "Diantara wanita-wanita didunia ini ada yang kecantikannya melebihi dari bidadari karena amal perbuatannya ketika didunia."

Firman Allah s.w.t.: "Inna ansya'nahunna insya'a, fija'alnahunna abkara uruban atraba li ash habil yamin." yang bermaksud: "Kami cipta mereka baru dan Kami jadikan mereka tetap gadis yang sangat kasih dan cinta, juga tetap sebaya umurnya, untuk orang-orang ahlil yamin."

Wednesday, 20 April 2011

Email Dari Rasul


Malam sudah cukup larut, namun mata ini masih tak bisa terpejam. Semua tugas-tugas kantor yang kubawa pulang sudah selesai, tak lupa kusediakan setengah jam sebelum pukul 23.00 untuk membalas beberapa email yang baru sempat terbaca malam ini. Nyaris saja kupilih menu ‘shut down’ setelah sebelumnya menutup semua jendela di layar komputer, tiba-tiba muncul alert yahoo masuknya email baru. “You have 1 new message(s)...”. Seperti biasanya, aku selalu tersenyum setiap kali alert itu muncul, karena sudah bisa diduga, email itu datang dari orang-orang, sahabat, saudara, kerabat, intinya, aku selalu senang menunggu kabar melalui email dari mereka. Tapi yang ini ... Ooopss ... ini pasti main-main ... disitu tertulis “From: Muhammad Rasul Allah”

Walaupun sudah seringkali menerima junkmail atau beraneka spam, namun kali ini aku tidak menganggapnya sebagai email sampah atau orang sedang main-main denganku. Maklum, meski selama ini sering sekali teman-teman yang ‘ngerjain’, tapi kali ini, sekonyol-konyolnya teman-teman sudah pasti tidak ada yang berani mengatasnamakan Rasulullah Saw. Maka dengan hati-hati, kuraih mouse-ku dan ... klik ...

“Salam sejahtera saudaraku, bagaimana khabar imanmu hari ini ... Kebaikan apa yang sudah kau perbuat hari ini, sebanyak apa perbuatan dosamu hari ini ...”

Aku tersentak ... degub didada semakin keras, sedetik kemudian, ritmenya terus meningkat cepat. Kuhela nafas dalam-dalam untuk melegakan rongga dada yang serasa ditohok teramat keras hingga menyesakkan. Tiga pertanyaan awal dari “Rasulullah” itu membuatku menahan nafas sementara otakku berputar mencari dan memilih kata untuk siap-siap me-reply email tersebut. Barisan kalimat “Rasulullah” belum selesai, tapi rasanya terlalu berat untuk melanjutkannya. Antara takut dan penasaran bergelut hingga akhirnya kuputuskan untuk membacanya lagi.

“Cinta seorang ummat kepada Rasulnya, harus tercermin dalam setiap perilakunya. Tidak memilih tempat, waktu dan keadaan. Karena aku, akan selalu mencintai ummatku, tak kenal lelah. Masihkah kau mencintaiku hari ini?”

Air menetes membasahi pipiku, semakin kuteruskan membaca kalimat-kalimatnya, semakin deras air yang keluar dari sudut mataku.

“Pengorbanan seorang ummat terhadap agamanya, jangan pernah berhenti sebelum Allah menghendaki untuk berhenti. Dan kau tahu, kehendak untuk berhenti memberikan pengorbanan itu, biasanya seiring dengan perintah yang diberikan-Nya kepada Izrail untuk menghentikan semua aktifitas manusia. Sampai detik ini, pernahkah kau berkorban untuk Allah?”.

Kusorot ketengah halaman ....

“Sebagai Ayah, aku contohkan kepada ummatku untuk menyayangi anak-anak mereka dengan penuh kasih. Kuajari juga bagaimana mencintai istri-istri tanpa sedikit melukai perasaannya, sehingga kudapati istri-istriku teramat mencintaiku atas nama Allah. Aku tidak pernah merasakan memiliki orangtua seperti kebanyakan ummatku, tapi kepada orang-orang yang lebih tua, aku sangat menghormati, kepada yang muda, aku mencintai mereka. Sudahkah hari ini kau mencium mesra dan membelai lembut anak-anakmu seperti yang kulakukan terhadap Fatimah? Masihkah panggilan sayang dan hangat menghiasi hari-harimu bersama istrimu? Sudahkah juga kau menjadi pemimpin yang baik untuk keluargamu, seperti aku mencontohkannya langsung terhadap keluargaku?.

Satu hentakkan pagedown lagi ...

“Aku telah memberi contoh bagaimana berkasih sayang kepada sesama mukmin, bersikap arif dan bijak namun tegas kepada manusia dari golongan lainnya, termasuk menghormati keberadaan makhluk lain dimuka bumi. Saudaraku ...”

Cukup sudah. Aku tak lagi sanggup meneruskan rentetan kalimatnya hingga habis. Masih tersisa panjang isi email dari Rasulullah, namun baru yang sedikit ini saja, aku merasa tidak kuat. Aku tidak sanggup meneruskan semuanya karena sepertinya Rasulullah sangat tahu semua kesalahan dan kekuranganku, dan jika kulanjutkan hingga habis, yang pasti semuanya tentang aku, tentang semua kesalahan dan dosa-dosaku.

Kuhela nafas panjang berkali-kali, tapi justru semain sesak. Tiba-tiba pandanganku menjadi gelap, entah apa yang terjadi. Sudah tibakah waktuku? Padahal aku belum sempat me-reply email Rasulullah itu untuk memberitahukan kepada beliau bahwa aku tidak akan menjawab semua emailku dengan kata-kata. Karena aku yakin, Rasul lebih senang aku memperbaiki semua kesalahanku hari ini dan hari-hari sebelumnya, dari pada harus bermanis-manis mengumbar kata memikat hati, yang biasanya tak berketerusan dengan amal yang nyata.

Pandanganku kini benar-benar gelap, pekat sampai tak ada lagi yang bisa terlihat. Hingga ... nit... nit... alarm jam tanganku berbunyi. 00.00 WIB. Ah, kulirik komputerku, kosong, kucari-cari email dari Rasulullah di inbox-ku. Tidak ada. Astaghfirullaah, mungkinkah Rasulullah manusia mulia itu mau mengirimi ummatnya yang belum benar-benar mencintainya ini sebuah email? Ternyata aku hanya bermimpi, mungkin mimpi yang berangkat dari kerinduanku akan bertemu Rasul Allah. Tapi aku merasa berdosa telah bermimpi seperti ini. Tinggal kini, kumohon ampunan kepada Allah atas kelancangan mimpiku.

Source: Bayu Gautama
***************************************************************************
Apa yang akan kita lakukan jika hal itu terjadi kepada kita?
dan seandainya hal itu bukan mimpi?

Syukran kang Bayu, semoga Allah memberkahi setiap langkahmu ...

Wednesday, 13 April 2011

Apa Salahnya Menangis?


Apa salahnya menangis, jika memang dengan menangis itu manusia menjadi sadar. Sadar akan kelemahan-kelemahan dirinya, saat tiada lagi yang sanggup menolongnya dari keterpurukan selain Allah Swt. Kesadaran yang membawa manfaat dunia dan akhirat. Bukankah kondisi hati manusia tiada pernah stabil? Selalu berbolak balik menuruti keadaan yang dihadapinya. Ketika seseorang menghadapi kebahagiaan maka hatinya akan gembira dan saat dilanda musibah tidak sedikit orang yang putus asa bahkan berpaling dari kebenaran.

Sebagian orang menganggap menangis itu adalah hal yang hina, ia merupakan tanda lemahnya seseorang. Bangsa Yahudi selalu mengecam cengeng ketika anaknya menangis dan dikatakan tidak akan mampu melawan musuh-musuhnya. Para orang tua di Jepang akan memarahi anaknya jika mereka menangis karena dianggap tidak tegar menghadapi hidup. Menangis adalah hal yang hanya dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai prinsip hidup.

Bagi seorang muslim yang mukmin, menangis merupakan buah kelembutan hati dan pertanda kepekaan jiwanya terhadap berbagai peristiwa yang menimpa dirinya maupun umatnya. Rasulullah Saw meneteskan air matanya ketika ditinggal mati oleh anaknya, Ibrahim. Abu Bakar Ashshiddiq ra digelari oleh anaknya Aisyah ra sebagai Rojulun Bakiy (Orang yang selalu menangis).

Beliau senantiasa menangis, dadanya bergolak manakala sholat dibelakang Rasulullah Saw karena mendengar ayat-ayat Allah. Abdullah bin Umar suatu ketika melewati sebuah rumah yang di dalamnya ada sesorang sedang membaca Al Qur’an, ketika sampai pada ayat: “Hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam” (QS. Al Muthaffifin: 6). Pada saat itu juga beliau diam berdiri tegak dan merasakan betapa dirinya seakan-akan sedang menghadap Robbnya, kemudian beliau menangis. Lihatlah betapa Rasulullah Saw dan para sahabatnya benar-benar memahami dan merasakan getaran-getaran keimanan dalam jiwa mereka. Lembutnya hati mengantarkan mereka kepada derajat hamba Allah yang peka.

Bukankah diantara tujuh golongan manusia yang akan mendapatkan naungan pada hari dimana tiada naungan kecuali naungan Allah adalah orang yang berdoa kepada Robbnya dalam kesendirian kemudian dia meneteskan air mata? Tentunya begitu sulit meneteskan air mata saat berdo'a sendirian jika hati seseorang tidak lembut. Yang biasa dilakukan manusia dalam kesendiriannya justru maksiat. Bahkan tidak sedikit manusia yang bermaksiat saat sendiri di dalam kamarnya seorang mukmin sejati akan menangis dalam kesendirian dikala berdo'a kepada Tuhannya. Sadar betapa berat tugas hidup yang harus diembannya di dunia ini.

Di zaman ketika manusia lalai dalam gemerlap dunia, seorang mukmin akan senantiasa menjaga diri dan hatinya. Menjaga kelembutan dan kepekaan jiwanya. Dia akan mudah meneteskan air mata demi melihat kehancuran umatnya. Kesedihannya begitu mendalam dan perhatiannya terhadap umat menjadikannya orang yang tanggap terhadap permasalahan umat. Kita tidak akan melihat seorang mukmin bersenang-senang dan bersuka ria ketika tetangganya mengalami kesedihan, ditimpa berbagai ujian, cobaan, dan fitnah. Mukmin yang sesungguhnya akan dengan sigap membantu meringankan segala beban saudaranya. Ketika seorang mukmin tidak mampu menolong dengan tenaga ataupun harta, dia akan berdoa memohon kepada Tuhan semesta alam.

Menangis merupakan sebuah bentuk pengakuan terhadap kebenaran. “Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Qur’an) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri) seraya berkata: “Ya Robb kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Qur’an dan kenabian Muhammad)”. (QS. Al Maidah: 83).

Ja’far bin Abdul Mutholib membacakan surat Maryam ayat ke-16 hingga 22 kepada seorang raja Nasrani yang bijak. Demi mendengar ayat-ayat Allah dibacakan, bercucuranlah air mata raja Habsyah itu. Ia mengakui benarnya kisah Maryam dalam ayat tersebut, ia telah mengenal kebenaran itu dan hatinya yang lembut menyebabkan matanya sembab kemudian menangis. Raja yang rindu akan kebenaran benar-benar merasakannya.

Orang yang keras hatinya, akan sulit menangis saat dibacakan ayat-ayat Allah. Bahkan ketika datang teguran dari Allah sekalipun ia justru akan tertawa atau malah berpaling dari kebenaran. Sehebat apapun bentuk penghormatan seorang tokoh munafik Abdullah bin Ubay bin Salul kepada Rasulullah Saw, sedikit pun tidak berpengaruh pada hatinya. Ia tidak peduli ketika Allah Swt mengecam keadaan mereka di akhirat nanti, “Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan neraka yang paling bawah. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapatkan seorang penolongpun bagi mereka”. (QS. An Nisa’: 145)

Barangkali di antara kita yang belum pernah menangis, maka menangislah disaat membaca Al Qur’an, menangislah ketika berdo'a di sepertiga malam terakhir, menangislah karena melihat kondisi umat yang terpuruk, atau tangisilah dirimu karena tidak bisa menangis ketika mendengar ayat-ayat Allah. Semoga hal demikian dapat melembutkan hati dan menjadi penyejuk serta penyubur iman dalam dada. Ingatlah hari ketika manusia banyak menangis dan sedikit tertawa karena dosa-dosa yang diperbuatnya selama di dunia. “Maka mereka sedikit tertawa dan banyak menangis, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan”. (QS At Taubah: 82).

Jadi apa salahnya menangis?.

Source: eramuslim

Akhir Sebuah Perjalanan


Ada nyeri yang tertera di hati. Ada gamang yang mengguncang-guncang perasaan. Sekali lagi, sebuah peristiwa menghentak jiwa. Dan membuat saya bertanya-tanya: Kira-kira seperti apa akhir perjalanan hidup saya? Entahlah, saya tidak tahu dan yakin sepenuhnya bahwa saya tak akan pernah tahu. Mungkin dengan cara yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya, atau mungkin dengan cara yang justru selalu saya bayangankan sebelumnya.

Sebagaimana tak pernah terlintas dalam benak saya, dia akan mengalami kejadian tersebut dan meninggal karenanya. Senin sore itu menjelang maghrib, salah satu saudari saya menghampiri, "pinjam motor!", ucapnya dengan tergesa-gesa. Innalillahi wa inna ilaihi roji’un, Abdul Aziz salah seorang adik saya meninggal karena kecelakaan, itulah isi sms setelah saya shalat maghrib. Besok kita melayat jam 7. Begitu bunyinya. Sungguh, rasanya tak percaya sewaktu saya membacanya. Tapi, sms itu memang benar adanya. Tanpa dapat dicegah, peristiwa kecelakaan itu membayang dan terlintas-lintas di benak saya. Membawa kengerian (membayangkan luka yang ia dapat), membawa rasa kasihan (membayangkan keluarganya) . Bagaimana rasanya jika saya yang mengalaminya?

Tapi kematian memang tidak memilih cara, usia dan status. Ia bisa menimpa siapa saja, usia berapa pun dan dengan cara yang bagaimanapun. Pula, usia, status dan cara itu bukanlah MASALAH. It’s not the matter, it’s not the point how does somebody die. Yang menjadi masalah adalah dalam kondisi bagaimana kita ketika meninggal. Dan meninggalnya Adik saya itu memberi pelajaran yang dalam.

Anak muda ini dikenal ramah, energik, baik pada semua orang tapi juga sekaligus seorang aktifis yang tegas. Saya tidak mengenal beliau secara dekat. Hubungan kami hanyalah hubungan antara saya sebagai salah satu Pembina di Keluarga Remaja Islam Salman (Karisma ITB) dan dia adalah seorang anggota Himpunan Rohis Kota Bandung (HIROKOBA) yang merupakan adik yang di bimbing salah satu divisi di unit kami, yang kebetulan sama-sama memiliki konsern tinggi terhadap dunia remaja islami. Himpunan ini memiliki kesibukan untuk membuat acara untuk remaja muslim kota Bandung, hal itu terlihat dari intensitas mereka mengadakan rapat dan persiapan lainnya.

Kematian telah menjadi garis pembatas, yang menghentikan semua yang dia lakukan. Tapi, sekali lagi, itu semua tak menjadi soal. Karena Allah telah menjanjikan pahala bagi sebuah usaha, sebuah proses, bukan hasil. Selama sebuah aktifitas merupakan amal shaleh yang dilandasi keikhlasan, maka pahala tetap ditangan meskipun kematian menghentikan upaya itu. Apalagi jika saat meninggal, yang bersangkutan berada dalam kondisi terbaik.

Dan demikianlah saya harapkan pada Abdul Aziz adik kami. Berbahagialah mereka, orang-orang yang menemui ajal dalam kondisi terbaik. Semoga dia termasuk dalam kategori mati syahid. Selamat jalan, Adik! Selamat jalan sahabat, selamat jalan mujahid!

Sering terlintas dalam pikiran saya, tentang sebuah do'a yg bahkan akan saya mintakan ketika diberikan kesempatan pergi ke rumah-Nya untuk berhaji.

"Ya Allah, yang paling saya inginkan bukanlah karir yang sukses, rizki yang baik, jodoh yang sholeha ataupun kesuksesan duniawi lainya. Biar, biarlah Engkau saja yang menentukan itu bagi saya, seperti apapun. Saya hanya minta mohonkan satu saja: Agar saya kuat, tegar dan benar menjalani semua takdirMu, hingga ketika saya tiba pada batas waktu usia saya, saya dapat mengakhirinya dengan baik, dengan manis, dengan indah." (Sungguh, saya takut ajal itu menjemput saat saya sedang berkeluh kesah, berputus asa terhadap rahmatMu. Sungguh, saya takut batas akhir kehidupan saya tiba saat saya sedang bermaksiat kepadaMu. Sungguh saya khawatir, ketika waktu telah ditutupkan atas saya, diri saya tengah bergumul dengan kesia-siaan. Sungguh, saya khawatir, saat saya meninggal, hati saya tengah diliputi kecewa, kemarahan atau kebencian).

Ya Allah, kabulkanlah , Amin
*********************************************************************************
semoga Allah menempatkanmu dalam golongan yang dicintai-Nya; Abdul Aziz Muslim

Monday, 11 April 2011

Ciri Penduduk Surga



Suatu hari, saat duduk-duduk bersama para sahabat, Rasulullah SAW menatap dan menajamkan pandangannya ke arah ufuk bagai seseorang yang sedang menunggu bisikan atau kata-kata rahasia. Kemudian, beliau menoleh kepada para sahabat. Rasul bersabda, ''Sebentar lagi akan muncul ke hadapan tuan-tuan sekalian seorang laki-laki penduduk surga.''

Para sahabat pun menengok ke kiri dan kanan juga ke setiap arah untuk melihat siapakah kiranya orang berbahagia yang beruntung beroleh taufik dan karunia itu. Tak lama, muncullah di hadapan para sahabat itu Sa'ad bin Abi Waqqash RA.

Selang beberapa lama, Abdullah bin 'Amr bin 'Ash RA datang kepadanya meminta jasa baiknya dan mendesak agar menunjukkan kepadanya jenis ibadah dan amalan yang menyebabkannya berhak menerima ganjaran tersebut. Para sahabat sangat tertarik untuk mengetahui amalan yang menjadi kunci untuk memasuki surga. Secara ikhlas Sa'ad pun bercerita, ''Sesungguhnya tak lebih dari amal ibadah yang biasa kita kerjakan, hanya saja saya tak pernah menaruh dendam atau niat jahat terhadap siapa pun di antara kaum Muslimin.'' (Rijaal Haular Rasuul -KM Khalid).

Penduduk surga itu, Sa'ad bin Abi Waqqash, adalah seorang penunggang kuda yang gagah berani dalam menyertai setiap peperangan bersama gurunya yang begitu agung: Rasulullah SAW. Namun, ia juga orang yang demikian lembut hatinya, sehingga bila mendengar nasihat-nasihat dari Nabi SAW segera saja air matanya jatuh bercucuran membasahi janggutnya. Abdurrahman bin 'Auf RA pun menjulukinya sebagai 'singa yang menyembunyikan kukunya'.

Ia termasuk dalam sabiqunal awwalun (orang yang mula-mula memeluk agama Islam). Saat menerima Islam yang diajarkan Rasulullah SAW, Sa'ad masih berusia 17 tahun. Ia mendapat bimbingan langsung dari Nabi SAW sehingga menjadi pribadi yang kokoh dalam keimanan dan sangat penyayang kepada sesama kaum Muslimin. Berbagai ujian atas kemantapan imannya telah mewarnai kehidupannya.

Ujian terberat yang dirasakannya adalah keinginan ibundanya untuk menghalangi dirinya menetapi Islam. Sang ibu sampai melakukan aksi mogok makan untuk mendesak agar Sa'ad kembali menyembah berhala. Atas ujian itu, dia tetap mantap memeluk Islam. Kepada ibunya, dia berkata, ''Demi Allah, ketahuilah wahai Bunda. Seandainya Bunda mempunyai seratus nyawa, lalu ia keluar satu per satu, tidaklah ananda akan meninggalkan agama ini walau ditebus dengan apa pun. Maka terserah kepada Bunda, apakah Bunda mau makan atau tidak.'' Maka luluhlah hati ibundanya, setelah melihat kesungguhan anaknya itu.

Keteguhan imannya itu didukung langsung oleh Zat Yang Maha Menguasai Segala Sesuatu. Allah berfirman, ''Dan seandainya kedua orang tua memaksamu untuk mempersekutukan Aku, padahal itu tidak sesuai dengan pendapatmu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya.'' (QS Luqman : 15).

Sunday, 10 April 2011

Hidup Zuhud


Manusia adalah makhluk pengejar kebahagiaan. Namun, tak semua manusia mencicipi hidup bahagia. Karena tidak setiap manusia tahu bagaimana merengkuh kebahagiaan.

Kebahagiaan tergantung pada pola hidup. Islam menganjurkan pola hidup zuhud. Apakah zuhud itu? Zuhud terumuskan dalam dua kalimat Alquran. ''Supaya kamu tidak bersedih karena apa yang lepas dari tanganmu dan tidak bangga dengan apa yang diberikan kepadamu.'' (QS Al-Hadid: 23).

Ada dua ciri zahid (individu yang menjadikan zuhud sebagai pola hidup). Pertama, zahid tidak menggantungkan kebahagiaan hidupnya pada apa yang dimiliki. Bila bahagia ditambatkan pada kendaraan yang dimiliki, kala kendaraan itu tergores, hilanglah bahagia yang bersemayam di dada. Jika hati dilabuhkan pada yang dimiliki, maka saat apa yang dimiliki itu terlepas dari genggaman, terlepaslah kebahagiaannya.

Kedua, kebahagiaan zahid tidak terletak pada materi, tapi pada dataran spiritual. Hidup akan menjelma menjadi guyonan yang mengerikan bila makna bahagia disandarkan pada benda. Sebab, benda hanya menunggu waktu untuk lenyap.

''Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal wajah Tuhanmu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan.'' (QS Al-Rahman: 26-27). Hakikat zuhud bukanlah meninggalkan dunia, namun tidak meletakkan hati padanya. Zuhud bukan menghindari kenikmatan duniawi, tetapi tidak meletakkan nilai yang tinggi padanya. ''Tiadalah perbandingan dunia ini dengan akhirat, kecuali seperti seorang yang memasukkan jarinya dalam lautan besar, maka perhatikan berapa dapatnya. (HR Muslim).

Oleh sebab itu, zuhud dalam kehidupan dunia bukanlah dengan mengharamkan yang halal. ''Zuhud terhadap kehidupan dunia tidak menganggap apa yang ada pada dirimu lebih pasti dari apa yang ada pada Allah SWT dan hendaklah engkau bergembira memperoleh pahala musibah yang menimpamu walaupun musibah itu akan tetap menimpamu.'' (HR Ahmad).

Dalam hadis Qudsi, diriwayatkan, ''Allah berfirman wahai dunia, berkhidmatlah kepada orang yang telah berkhidmat kepada-Ku, dan perbudaklah orang yang mengabdi kepadamu. (HR Al-Qudlai).

Ringkasnya, rumus hidup bahagia adalah kemampuan memilih nikmat yang abadi di atas kenikmatan yang fana. Bagaimana supaya baju zuhud dapat dikenakan? Dalam Nashaih Al-Ibad, Syaikh Nawawi al-Bantani menceritakan kisah Ibrahim bin Adham tentang mencapai zuhud.

Beliau menjawab, ''Ada tiga sebab. Saya melihat kuburan itu mengerikan, sedangakan belum kudapati pelipur (atasnya). Saya melihat jarak perjalanan amatlah jauh, padahal belum kumiliki bekal, dan saya melihat Allah yang Maha perkasa akan mengadili, padahal belum kudapati alasan (untuk mengelak dari hukumannya).''

Ingin Cantik? Berjilbablah !



Memakai jilbab diyakini bukan sekedar perintah Allah. Jilbab merupakan simbol bahwa Islam memandang wanita sebagai makhluk yang dimuliakan. Di samping itu, memakai jilbab akan melahirkan aura kecantikan. Baik cantik secara batin (spiritual) maupun lahir (sosial).

Berkaitan dengan kecantikan lahir batin wanita berjilbab, Dr Husein Syahatah (1998), mengungkapkan aspek spiritual dan sosial wanita berjilbab.

Pertama, jilbab adalah suatu ketaatan kepada Allah. Wanita muslimah yang bertakwa adalah yang menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Bagaimana mungkin seorang wanita muslimah mengakui bahwa dia berserah diri kepada Allah, rela Allah sebagai Tuhannya dan Muhammad sebagai Nabi dan Rasulnya, sementara dia tidak menjalankan perintah-Nya?

Kedua, jilbab berarti membiasakan menghiasi dengan rasa malu. Jika seorang wanita telah kehilangan rasa malunya atau tidak dapat menjaganya, maka tidak diragukan lagi bahwa dia telah tersesat dan menjauhi sifat 'iffah. Sedikit rasa malu merupakan ukuran sedikitnya iman seseorang, dan jika rasa malu bertambah, bertambah pula keimanannya.

Ketiga, jilbab mengekang hawa nafsu seksual. Nafsu senantiasa mendorong manusia pada kejahatan. Jalan menuju surga diliputi duri dan jalan menuju neraka itu diliputi kesenangan. Wanita muslimah yang dapat mengalahkan naluri berhias, gemar pamer, serta dapat memalingkan pandangan, dia akan mampu pula mengalahkan hawa nafsunya.

Keempat, jilbab mengekang hawa nafsu untuk memamerkan diri dan menonjolkan egoisme. Wanita muslimah yang berjilbab akan mampu memfokuskan kecantikan dirinya hanya kepada suami, karena menghormati hak-hak suami merupakan hal yang diperintahkan Islam. Dengan demikian, dia akan mampu menjauhi tingkah laku yang menyakiti suami.

Kelima, jilbab berarti melindungi masyarakat dari penyakit sosial. Perzinahan, penceraian, runtuhnya keluarga, tersebarnya kejahatan, lahirnya anak-anak di luar nikah, dan kebiasaan meminum khamar merupakan penyakit-penyakit sosial yang ditimbulkan karena adanya wanita tidak berjilbab. Dengan demikian, wanita yang berjilbab telah melindungi masyarakat dari penyakit-penyakit sosial.

Keenam, jilbab berarti melindungi generasi muda dari kebebasan seksual. Tindakan seksual bebas antara pemuda dan pemudi merupakan hal yang dilarang, dan hal itu biasanya dipicu oleh keberadaan wanita yang tidak berjilbab atau memakai pakaian yang tidak senonoh. Di antara jalan untuk menghindari tindak sosial seperti itu adalah menjauhi wanita yang tidak berjilbab, menjauhi sumber fitnah, berpuasa dan mengingat Allah.

***

Ketentuan Memakai Jilbab

Cara memakai jilbab agar kelihatan cantik sudah diatur dalam Al-Qur'an. Pertama, menutupi aurat. Al-Qur'an surat Al-Ahzab ayat 59 merupakan intruksi dari Allah SWT tentang cara seorang muslimah memakai jilbab. "Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu..." (QS. Al-Ahzab [33] : 59).

Kedua, batas aurat. Menurut Asma binti Abu Bakar, Rasulullah telah menjelaskan bahwa wanita itu wajib menutup seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telepak tangannya. Menurut Ibnu Taimiyah, diksi "perhiasan" yang dimaksud adalah wajah dan telapak tangan. Dengan demikian, Ibnu Taimiyah tidak mewajibkan cadar bagi seorang wanita, sebab yang diwajibkan menurut beliau adalah berjilbab. Pendapat ini, senada dengan fatwa Hasan al-Bishri. Beliau mengungkapkan, "Yang dimaksud perhiasaan ialah wajah dan pakaian." Demikian pun pendapat Yusuf Qardhawi beliau menyimpulkan batas aurat wanita yang wajib ditutupi adalah seluruh tubuh selain wajah dan telapak tangan.

Ketiga, Allah SWT memerintahkan wanita untuk menahan pandangannya dan melarang menampakkan perhiasan kecuali pada mahramnya. "... dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung." (QS. An-Nuur [24] : 31).

Atas dasar itu, maka seorang muslimah dalam menggunakan jilbab harus merujuk pada ketentuan yang telah ditetapkan Allah. Sehingga tidak akan terdengar sebuah ungkapan ironis tentang jilbab gaul atau memakai jilbab tetapi telanjang. Na'udzubillah!

Akhirnya, dengan memakai jilbab selain sebagai bukti keimanan dan ketakwaan seorang muslimah. Juga diyakini berjilbab akan melahirkan kecantikan.

Aku Jatuh Cinta


Cinta...
Siapa tak mengenal kata ini? Sebagai manusia normal kita pernah merasakan jatuh cinta (kepada lawan jenis). Hanya kadarnya yang berbeda. Ada yang terus memupuk rasa itu, ada juga yang sudah paham tentang makna cinta hingga ia berusaha untuk tetap mengendalikan rasa yang berkuasa, meski nafsu merongrong (Jatuh cinta sebelum menikah).

Aku jatuh cinta. Cinta pada keMahaSempurnaan-NYA. Betapa ingin selalu berada didekatNya...

Aku pernah jatuh cinta pada masa 'jahil'ku. Betapa ingin selalu diperhatikannya, betapa GeEr ketika pandangannya terarah pada sosokku. Betapa ingin dia membalas cintaku yang melangit.

Dan kini... Aku belajar dari rasa itu. Rasa yang dulu pernah singgah. Rasa selalu ingin bertemu dengan orang yang kucinta.

Dia hanya makhluk lemah, manusia sepertiku. Hanya saja dia laki-laki, dan aku mengaguminya bukan karena keshalihan tapi lebih karena penampilan dan rupa.

Aku jatuh cinta. Karena aku mencoba untuk terus mengenal-NYA. Karena aku mencoba agar Dia mengenalku. Dzat yang Maha Sempurna. Dzat yang Maha Besar.

Aku mencintai-Nya, tapi seringkali menunda pertemuan dengan-Nya.
Aku mencintai-Nya, tapi seringkali ingkar terhadap janji yang telah terikrar.
Aku mencintai-Nya, tapi seringkali berbuat sesuatu yang tak disukai-Nya.
Aku mencintai-Nya, tapi seringkali tak melakukan sesuatu yang dapat mendekatkanku.
Aku mencintai-Nya, tapi belum sanggup merasakan cinta itu.
Meski kusadari cinta-Nya jauh melebihi makna kata cinta itu sendiri.

Rabb, aku mencintai-Mu... Jadikanlah aku seperti orang-orang yang menempatkan cintanya pada-Mu ditempat tertinggi, diruang yang tak terjamah ego.

Rabb, cintailah aku... Seperti Engkau mencintai orang-orang yang Engkau Ridhai dan Engkau beri nikmat kepada mereka.

Aku merindukan-Mu, dan aku ingi selalu bersua dalam tiap hening malamku. Jangan biarkan aku terpenjara dalam dinginnya malam. Jangan biarkan aku terbui dalam hangatnya selimut. Jangan biarkan aku terlena oleh tumpukan aktivitas.

Aku mencintai-Mu. Biarkan aku selalu menemui-Mu dalam tiap desah nafasku. Aku tak kuasa mendekap rindu ini...

Saturday, 9 April 2011

Istighfar

Astaghfirullah Robbal Barooyaa

Astaghfirullah Minal Khotooyaa

Robbi Zidhnii 'ilman naafi'aa
Wa waafiqlii 'amalan magbuullaan
Wa waahablii rizqon waasi'aa
Watub 'alaiya taubatan nasuuhaa
Watub 'alaiya taubatan nasuuhaa

Hidup di dunia sebentar saja
Sekedar mampir sekejap mata
Jangan terpesona jangan terpedaya
Akherat nanti tempat pulang kita
Akherat nanti hidup sebenarnya

Barang siapa Alloh tujuannya
Niscaya dunia akan melayaninya
Namun siapa dunia tujuannya

Niscaya kan letih dan pasti sengsara
Diperbudak dunia sampai akhir masa

Alloh melihat Alloh mendengar
segala sikap dan kata kita
Tiada yang luput satupun jua
Alloh takkan lupa selama-lamanya
Alloh takkan lupa selama-lamanya

Wahai Sahabat cepatlah taubat
Karena ajal kian mendekat
Takutlah siksa yang menghancurkan
Azab jahanam sepanjang Zaman
Azab jahanam sepanjang zaman

Ingatlah maut pasti kan menjemput
Putuskan nikmat dan cita-cita
Tak dapat ditolak tak dapat dicegah

Bila waktu hidup berakhir sudah
Bila waktu hidup berakhir sudah

Tubuhpun kaku terbungkus kafan
Tiada guna harta pangkat jabatan
Tinggallah ratap dan penyesalan
Menanti peradilan yang menentukan
Menanti peradilan yang menentukan

Astaghfirullah Robbal Barooyaa
Astaghfirullah Minal Khotooyaa


Source: KH. Abdullah Gymnastiar

Tuesday, 5 April 2011

Takut Miskin di Akhirat


Mengingat harga-harga barang kebutuhan terus meningkat, seorang pemuda selalu mengeluh karena tak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Setelah berdiskusi dengan seorang kiai makrifat, pemuda itu pun mengikuti anjurannya untuk menjalankan shalat Hajat serta tetap istiqomah melaksanakan shalat wajib lima waktu.

''Pak Kiai, tiga tahun sudah saya menjalankan ibadah sesuai anjuran Bapak. Setiap hari saya shalat Hajat semata-mata agar Allah SWT melimpahkan rezeki yang cukup. Namun, sampai saat ini saya masih saja miskin,'' keluh si pemuda.

''Teruskanlah dan jangan berhenti, Allah selalu mendengar doamu. Suatu saat nanti pasti Allah mengabulkannya. Bersabarlah!'' Jawab sang kiai.

''Bagaimana saya bisa bersabar, kalau semua harga kebutuhan serba naik! Sementara saya masih juga belum mendapat rezeki yang memadai. Bagaimana saya bisa memenuhi kebutuhan hidup?''

''Ya tentu saja tetap dari Allah, pokoknya sabar, pasti ada jalan keluarnya. Teruslah beribadah.''

''Percuma saja Pak Kiai. Setiap hari shalat lima waktu, shalat Hajat, shalat Dhuha, tapi Allah belum juga mengabulkan permohonan saya. Lebih baik saya berhenti saja beribadah...'' jawab pemuda itu dengan kesal.

''Kalau begitu, ya sudah. Pulang saja. Semoga Allah segera menjawab permintaanmu,'' timpal kiai dengan ringan.

Pemuda itu pun pulang. Rasa kesal masih menggelayuti hatinya hingga tiba di rumah. Ia menggerutu tak habis-habisnya hingga tertidur pulas di kursi serambi. Dalam tidur itu, ia bermimpi masuk ke dalam istana yng sangat luas, berlantaikan emas murni, dihiasi dengan lampu-lampu terbuat dari intan permata. Bahkan beribu wanita cantik jelita menyambutnya.

Seorang permaisuri yang sangat cantik dan bercahaya mendekati si pemuda.

''Anda siapa?'' tanya pemuda.

''Akulah pendampingmu di hari akhirat nanti.''

''Ohh... lalu ini istana siapa?''

''Ini istanamu, dari Allah. Karena pekerjaan ibadahmu di dunia.''

''Ohh... dan taman-taman yang sangat indah ini juga punya saya?''

''Betul!''

''Lautan madu, lautan susu, dan lautan permata juga milik saya?''

''Betul sekali.''

Sang pemuda begitu mengagumi keindahan suasana syurga yang sangat menawan dan tak tertandingi. Namun, tiba-tiba ia terbangun dan mimpi itu pun hilang. Tak disangka, ia melihat tujuh mutiara sebesar telor bebek. Betapa senang hati pemuda itu dan ingin menjual mutiara-mutiara tersebut. Ia pun menemui sang kiai sebelum pergi ke tempat penjualan mutiara.

"Pak Kiai, setelah bermimpi saya mendapati tujuh mutiara yang sangat indah ini. Akhirnya Allah menjawab doa saya,'' kata pemuda penuh keriangan.

''Alhamdulillah. Tapi perlu kamu ketahui bahwa tujuh mutiara itu adalah pahala-pahala ibadah yang kamu jalankan selama 3 tahun lalu.''

''Ini pahala-pahala saya? Lalu bagaimana dengan syurga saya Pak Kiai?''

''Tidak ada, karena Allah sudah membayar semua pekerjaan ibadahmu. Mudah-mudahan kamu bahagia di dunia ini. Dengan tujuh mutiara itu kamu bisa menjadi miliader.''

''Ya Allah, aku tidak mau mutiara-mutiara ini. Lebih baik aku miskin di dunia ini daripada miskin di akhirat nanti. Ya Allah kumpulkan kembali mutiara-mutiara ini dengan amalan ibadah lainnya sampai aku meninggal nanti,'' ujar pemuda itu sadar diri. Tujuh mutiara yang berada di depannya itu hilang seketika. Ia berjanji tak akan mengeluh dan menjalani ibadah lebih baik lagi demi kekayaan akhirat kelak.

Source: dari guyon orang-orang makrifat

Sebaris Nasihat Untukku & Sahabat


Sahabat,
Bersama kita mulai belajar
Untuk tidak memiliki sesuatu

Apa yang pernah Rabb berikan
Apa yang pernah Rabb kasihkan
Apa yang pernah Rabb titipkan
Semuanya milik yang Maha Rahmaan

Jadi adakah bagi kita alasan
Untuk merasa keberatan
Jika sebagian harta kita sisihkan
Jika sebegian kerat roti kita berikan
Jika sebagian waktu kita infakkan
Jika sebagian permata kita dermakan
Pada saudara kita yang lebih membutuhkan

Ataukah
Engkau merasa akan dilanda kemiskinan
Jika berbuat yang demikian



Sahabat
Bersama kita belajar
Untuk tidak dimiliki oleh sesuatu

Apa yang pernah Rabb sediakan
Apa yang pernah Rabb sandingkan
Apa yang pernah Rabb mudahkan
Semuanya dijadikan sebagai ujian
Untuk membuktikan bahwa cinta yang pernah kita ikrarkan
Tidak sebatas dalam ucapan

Haruskah kita lebih mencintai abi
Haruskah kita lebih mencintai umi
Haruskah kita lebih mencintai istri
Haruskah kita lebih mencintai puri
Haruskah kita lebih mencintai merci
Haruskah kita lebih mencintai deadline tak bertepi
Haruskah nyawa kita berakhir di ujung sepi

Mengapa engkau lebih mencintai dirimu sendiri
Ketimbang mencintai Rabb
Yang telah mengadakanmu di muka bumi

Mengapa engkau lebih mencintai semuanya ini
Ketimbang mencintai Rabb
Yang telah menyediakan semua yang kamu cintai di dunia ini

Ataukah
Engkau merasa
Bahwa engkau dipersulitkan
Bahwa engkau direpotkan
Bahwa engkau disiksakan
Karena yang engkau ingin adalah ketenangan
Karena yang engkau inginkan adalah keselamatan
Karena yang engkau inginkan adalah bersenang-senang

Tanpa pedulikan umat yang mulai dihujani tusukan
Tanpa pedulikan saudaramu yang mulai dilanda kelaparan
Tanpa pedulikan saudaramu yang kini mulai ditimpa kemusyrikan
Tanpa pedulikan saudaramu yang dalam setiap sujud ditemani mortir dan dentuman
Tanpa pedulikan risalahmu yang kini mulai dicincang
Sementara kamu hirup gratis hawa ini setiap pekan



Sahabat
Bersama kita belajar
Untuk berbuat sesuatu bukan karena sesuatu
Tetapi karena Rabbmu

Apa yang pernah Rabb perintahkan
Apa yang pernah Rabb larangkan
Apa yang pernah Rabb tunjukkan
Semuanya adalah hidayah yang harus kita jadikan tuntunan

Berbuat baiklah
Karena kita memang harus berbuat baik

Beramallah
Karena memang kita harus beramal

Berjuanglah
Karena memang kita diperintahkan

Bersujudlah
Karena memang kita harus bersujud di hadapan

Dan berbuatlah
Bukan karena engkau ingin dipuji
Bukan karena engkau ingin dicintai
Bukan karena engkau ingin dikenali

Dan berbuatlah
Lebih dari sekadar takut akan azab-Nya
Lebih dari sekadar harap akan jannah-Nya
Lebih dari sekadar rindu akan cinta-Nya

Tapi berbuat baiklah
Karena kita memang begitu tulus mencintai-Nya

Sahabat,
Di manakah ujung keihklasan
Ia ada dalam setiap nikmat
Yang benar-benar membekas dan dapat kamu rasakan

Maka, adalah sebuah keniscayaan
Jika kelak kamu dapat masuk dalam jannah-Nya
Melalui sekerat roti yang pernah kau sisihkan
Melalui setitik kebaikan yang pernah kamu berikan

Bukan karena sekerat roti yang kau dermakan
Tapi karena engkau kini mulai pahamkan
Akan arti satu dari sejuta nikmat yang kamu rasakan

Apa Pantas Berharap Surga?


Sholat dhuha cuma dua rakaat, qiyamullail (tahajjud) juga hanya dua rakaat, itu pun sambil terkantuk-kantuk. Sholat lima waktu? Sudahlah jarang di masjid, milih ayatnya yang pendek-pendek saja agar lekas selesai. Tanpa doa, dan segala macam puji untuk Allah, terlipatlah sajadah yang belum lama tergelar itu. Lupa pula dengan sholat rawatib sebelum maupun sesudah shalat wajib. Satu lagi, semua di atas itu belum termasuk catatan: "Kalau tidak terlambat" atau "Asal nggak bangun kesiangan". Dengan sholat model begini, apa pantas mengaku ahli ibadah?

Padahal Rasulullah dan para sahabat senantiasa mengisi malam-malamnya dengan derai tangis memohon ampunan kepada Allah. Tak jarang kaki-kaki mereka bengkak oleh karena terlalu lama berdiri dalam khusyuknya. Kalimat-kalimat pujian dan pinta tersusun indah seraya berharap Allah Yang Maha Mendengar mau mendengarkan keluh mereka. Ketika adzan berkumandang, segera para sahabat meninggalkan semua aktivitas menuju sumber panggilan, kemudian waktu demi waktu mereka habiskan untuk bersimpuh di atas sajadah-sajadah penuh tetesan air mata.

Baca Qur'an sesempatnya, itu pun tanpa memahami arti dan maknanya, apalagi meresapi hikmah yang terkandung di dalamnya. Ayat-ayat yang mengalir dari lidah ini tak sedikit pun membuat dada ini bergetar, padahal tanda-tanda orang beriman itu adalah ketika dibacakan ayat-ayat Allah maka tergetarlah hatinya. Hanya satu dua lembar ayat yang sempat dibaca sehari, itu pun tidak rutin. Kadang lupa, kadang sibuk, kadang malas. Yang begini ngaku beriman?

Tidak sedikit dari sahabat Rasulullah yang menahan nafas mereka untuk meredam getar yang menderu saat membaca ayat-ayat Allah. Sesekali mereka terhenti, tak melanjutkan bacaannya ketika mencoba menggali makna terdalam dari sebaris kalimat Allah yang baru saja dibacanya. Tak jarang mereka hiasi mushaf di tangan mereka dengan tetes air mata. Setiap tetes yang akan menjadi saksi di hadapan Allah bahwa mereka jatuh karena lidah-lidah indah yang melafazkan ayat-ayat Allah dengan pemahaman dan pengamalan tertinggi.

Bersedekah jarang, begitu juga infak. Kalau pun ada, dipilih mata uang terkecil yang ada di dompet. Syukur-syukur kalau ada receh. Berbuat baik terhadap sesama juga jarang, paling-paling kalau sedang ada kegiatan bakti sosial, yah hitung-hitung ikut meramaikan. Sudah lah jarang beramal, amal yang paling mudah pun masih pelit, senyum. Apa sih susahnya senyum? Kalau sudah seperti ini, apa pantas berharap Kebaikan dan Kasih Allah?

Rasulullah adalah manusia yang paling dirindui, senyum indahnya, tutur lembutnya, belai kasih dan perhatiannya, juga pembelaannya bukan semata milik Khadijah, Aisyah, dan istri-istri beliau yang lain. Juga bukan semata teruntuk Fatimah dan anak-anak Rasulullah lainnya. Ia senantiasa penuh kasih dan tulus terhadap semua yang dijumpainya, bahkan kepada musuhnya sekali pun. Ia juga mengajarkan para sahabat untuk berlomba beramal shaleh, berbuat kebaikan sebanyak-banyaknya dan sebaik-baiknya.

Setiap hari ribut dengan tetangga. Kalau bukan sebelah kanan, ya tetangga sebelah kiri. Seringkali masalahnya cuma soal sepele dan remeh temeh, tapi permusuhan bisa berlangsung berhari-hari, kalau perlu ditambah sumpah tujuh turunan. Waktu demi waktu dihabiskan untuk menggunjingkan aib dan kejelekan saudara sendiri. Detik demi detik dada ini terus jengkel setiap kali melihat keberhasilan orang dan berharap orang lain celaka atau mendapatkan bencana. Sudah sedemikian pekatkah hati yang tertanam dalam dada ini? Adakah pantas hati yang seperti ini bertemu dengan Allah dan Rasulullah kelak?

Wajah indah Allah dijanjikan akan diperlihatkan hanya kepada orang-orang beriman yang masuk ke dalam surga Allah kelak. Tentu saja mereka yang berkesempatan hanyalah para pemilik wajah indah pula. Tak inginkah kita menjadi bagian kelompok yang dicintai Allah itu? Lalu kenapa masih terus bermuka masam terhadap saudara sendiri?

Dengan adik tidak akur, kepada kakak tidak hormat. Terhadap orang tua kurang ajar, sering membantah, sering membuat kesal hati mereka, apalah lagi mendoakan mereka, mungkin tidak pernah. Padahal mereka tak butuh apa pun selain sikap ramah penuh kasih dari anak-anak yang telah mereka besarkan dengan segenap cinta. Cinta yang berhias peluh, air mata, juga darah. Orang-orang seperti kita ini, apa pantas berharap surga Allah?

Dari ridha orang tua lah, ridha Allah diraih. Kaki mulia ibu lah yang disebut-sebut tempat kita merengkuh surga. Bukankah Rasulullah yang sejak kecil tak beribu memerintahkan untuk berbakti kepada ibu, bahkan tiga kali beliau menyebut nama ibu sebelum kemudian nama Ayah? Bukankah seharusnya kita lebih bersyukur saat masih bisa mendapati tangan lembut untuk dikecup, kaki mulia tempat bersimpuh, dan wajah teduh yang teramat hangat dan menyejukkan? Karena begitu banyak orang-orang yang tak lagi mendapatkan kesempatan itu. Ataukah harus menunggu Allah memanggil orang-orang terkasih itu hingga kita baru merasa benar-benar membutuhkan kehadiran mereka? Jangan tunggu penyesalan.

Astaghfirullaah ...

Wallahu alam ...